Selamat Datang, Para Penjelajah!

Bersiaplah untuk menjelajahi dunia ciptaan imajinasi dari para pencipta dunia dari Indonesia. Dunia-dunia penuh petualangan, keajaiban dan tentunya konflik antara kebaikan dan kejahatan. Maju terus para penulis fantasi Indonesia! Penuhi Takdirmu!

Fantasy Worlds Indonesia juga adalah blog resmi dari serial novel, komik, game dan multimedia FireHeart dan Evernade karya Andry Chang yang adalah versi Bahasa Indonesia dari NovelBlog berbahasa Inggris Everna Saga (http://fireheart-vadis.blogspot.com) dan FireHeart Saga (http://fsaga.blogspot.com)

Rubrik Utama Fantasindo

26 January 2009

Halloween - The Child's Killing pg 14-16 (end)

Dengan serigai yang mengerikan, Felix berkata, “Aku juga nggak ngerti, kenapa bisa begitu. Aku cuma bisa sesekali aja terbangun di badan ini. Dan belakangan aku tahu, kalau aku dianggep udah meninggal.”, lalu Felix menggeleng, “Nggak, mungkin badanku yang asli memang udah mati. Padahal aku masih idup dan ada disini, tapi nggak ada seorang-pun yang tahu.”

Raine hanya bisa terpana, mendengar penjelasan dari Caine yang ada di dalam tubuh Felix.

“Kedengerannya aneh ya ? Kakak nggak percaya khan ? Iya juga sih, kalau nggak alamin sendiri, aku juga nggak bakal percaya kok.”

Tiba-tiba Raine tersadar akan sesuatu.

“Tu.. tunggu sebentar, Caine. Jadi dua pembunuhan sebelum ini...”

Felix mengangguk.

“Pas kebangun di badan ini, aku jadi punya kekuatan aneh; Kekuatan untuk mempengaruhi orang lain. Awalnya aku pikir cuma kebetulan, tapi setelah cobain beberapa kali ke orang lain, ternyata kekuatan itu benar-benar ada.”

“Aku nggak menanyakan mengenai kekuatanmu itu ! Tapi kenapa kamu membunuh dua orang yang sama sekali tidak ada hubungannya denganmu ?”

Felix terdiam sejenak. Tiba-tiba Raine merasa cengkraman pada bahunya melemah, dan Felix tampak kesakitan.

“Ugh... ti.. tidak.. jangan.. keluar !”, Felix mengerang kesakitan, sementara sebelah tangannya memegang kepalanya.

Kesempatan itu dimanfaatkan oleh Raine untuk melepaskan diri dari cengkraman Felix, lalu lari menuju pintu keluar. Tapi sebelum mencapai pintu, Felix telah berhasil menangkapnya lagi. Dua tangan yang sangat kekar, mencekik leher Raine.

“Kakak, apa kakak.. begitu pengennya kubunuh ?”

Raine terkejut, bukan akibat kata-kata Felix, tapi karena kondisi ini adalah kondisi yang dilihatnya pas mimpi buruk tersebut, yang baru kembali diingatnya pagi tadi.

“Pe..tugas.. Fe..lix.. sadar..lah.. to..long.”

Perlahan kesadaran Raine semakin menghilang, akibat kerasnya cekikan tersebut. Pada saat kritis tersebut, tiba-tiba terdengar bunyi jam berdentang dua belas kali, yang menunjukkan waktu tepat pukul 12 tengah malam.

“Ugh.. ja..ngan se..karang...”, untuk kedua kalinya, Felix tampak kesakitan.

Cekikannya agak mengendur, hingga akhirnya... “No.. Nona Raine ?”

Felix melompat mundur, menyadari bahwa kedua tangannya sedang berada di leher Raine.

“Uwaa ! Ke.. kenapa saya.. mencekik Nona Raine ?”

Sementara Raine, yang baru terlepas dari cekikan Felix, menarik nafas lega.

“Anda sudah kembali, petugas Felix. Syukurlah, kupikir aku akan mati di tangan Anda.”

Walau kondisinya masih lemah, Raine menceritakan segalanya kepada Felix, terutama mengenai Caine yang berada dalam tubuh Felix.

“Jadi itu sebabnya, kadang saya merasa waktu saya agak melompat. Ternyata ada jiwa lain dalam tubuh ini; Dan ‘diri saya yang lain’ itulah yang selama ini melakukan pembunuhan.”, lalu Felix menggeleng, “Benar-benar sulit dipercaya. Maafkan saya Nona Raine. Padahal saya berjanji akan melindungi Anda, tetapi saya malah.. hampir mencelakakan Anda.”

“Tidak juga. Anda sudah dua kali menyelamatkanku. Yang pertama pas di tengah jalan itu, dan yang kedua, karena Anda muncul tepat waktu, sebelum Caine membunuhku.”

Felix terdiam, masih merasa bersalah.

“Jadi pembunuhan yang terjadi, ternyata tidak ada hubungannya dengan keluarga kandungku.”

Mendengar kata-kata Raine, tiba-tiba Felix seakan teringat akan sesuatu.

“Ah, sebenarnya hal itu ingin saya bicarakan dengan Anda. Anda tentu ingat cerita saya mengenai adanya anak lain dari hubungan gelap itu selain Anda khan ? Dari info terakhir yang kami dapat, ternyata wanita itu menggugurkan kandungannya. Jadi, anak yang lain itu memang ada, tapi tidak pernah terlahir ke dunia ini.”

Raine terdiam sejenak. Ia teringat akan cerita ayah angkatnya, mengenai masa lalu dirinya...

Ayah kandungmu memang membayar kami dalam jumlah sangat besar, untuk merawat sekaligus menyembunyikan hal ini darimu. Kami yang memang menginginkan anak, tentu saja menerima tawaran tersebut dengan senang hati. Tapi aku penasaran, apa alasan sebenarnya beliau sampai membuangmu ? Akhirnya kami tahu, bahwa kamu sebenarnya anak dari hubungan gelap. Walau sempat shock, tapi kami tetap berusaha merawatmu bagai anak kandung kami sendiri. Oh ya, aku juga mendengar kabar, kalau kamu sebenarnya punya saudara, tapi tidak diketahui dimana keberadaannya.

“Jadi adikku itu.. tidak pernah terlahir. Kasihan sekali...”

Tiba-tiba bola mata Felix terbelalak.

“Tu.. tunggu, Nona Raine. Anda tadi mengatakan, yang berada dalam tubuhku.. bernama Caine ? I.. itu.. tidak mungkin !”

Raine memandang Felix dengan bingung.

“Kenapa, petugas Felix ?”

Wajah Felix tampak pucat ketika berkata, “Sebenarnya, walau digugurkan, tapi anak itu sempat diberi nama. Dan nama anak itu mirip dengan nama Anda, yaitu Caine...”

Little fact which not in the story :

  1. Caine meninggal tepat pada hari Halloween, itulah sebabnya ia hanya bisa ‘terbangun’ dalam tubuh Felix, pada hari itu.
  2. Ada alasan kenapa Caine bisa ‘terbangun’ di tubuh Felix. Dan itu adalah, karena Felix sebenarnya juga anak kandung dari bintang film itu, tapi dari hubungan resminya.

Halloween - The Child's Killing pg 11-13

Malam itu hujan turun dengan lebatnya. Banyak orang yang merasa kecewa, karena hanya bisa merayakan pesta Halloween di dalam rumah.

Sementara itu, Raine Silverstone duduk di dalam kamar, menunggu sesuatu yang tak diketahuinya.

Sampai kapan ketegangan ini akan berakhir ? Sampai besok pagi, ataukah...

Kenapa sih papa dan mama malah pergi malam ini ?

Tiba-tiba Raine dikejutkan oleh dering telepon.

“I.. iya, tunggu sebentar.”, ujarnya seraya berlari keluar kamar.

“Hallo, di sini rumah keluarga Silverstone.”

Sunyi, tanpa jawaban. Tapi dengan jelas, Raine dapat mendengar suara hujan di ujung telepon.

Dengan nada jengkel, Raine berkata, “Hallo, siapa ini ? Kalau tidak dijawab, akan kututup !”

Akhirnya terdengar sebuah suara, tapi samar-samar. Raine menempelkan telinganya ke arah speaker penerima.

“Maaf, bisakah Anda bicara lebih keras ?”

Suara hujan yang menjadi latar semakin keras, sementara tiba-tiba Raine merasa pusing.

Ke.. kenapa tiba-tiba.. kepalaku mendadak pening ? Apa.. yang terjadi.. pada..ku ?

Dalam keadaan setengah sadar, ia merasa tubuhnya bergerak sendiri. Tangannya menaruh gagang telepon, lalu kakinya berjalan sendiri menuju pintu keluar. Hal terakhir yang diingat Raine, adalah ketika ia membuka pintu, samar-samar dilihatnya seseorang sedang berdiri di tengah hujan, dan orang itu memegang telepon selular...

Kakak...

Raine merasa pikiran dan pandangannya berkabut, tapi suara itu membuatnya kembali tersadar.

Kakak, kenapa kakak melupakanku ?

Hal pertama yang dirasakan oleh Raine, adalah dinginnya air yang membasahi sekujur tubuhnya. Ya, tidak diragukan lagi, saat ini ia sedang berjalan di tengah hujan. Ia berusaha menggerakkan tubuhnya, tapi sia-sia; Tubuhnya terus bergerak sendiri, bagai mainan remote kontrol dan sedang dikendalikan orang lain. Antara sadar dan tidak, Raine berusaha melihat ke sekelilingnya. Dan ia terkejut, menyadari bahwa ia sedang berjalan di tengah-tengah jalan raya. Dalam hujan lebat seperti ini, pengendara mobil akan kesulitan melihat apa yang ada di depannya, dan jika ada mobil yang kebetulan lewat, kecelakaan pasti tak akan terhindarkan lagi. Untuk kesekian kalinya, Raine berusaha mengambil alih kontrol tubuhnya. Ia semakin panik, melihat sepasang sorot cahaya yang sedang bergerak tak jauh dari depannya.

Gawat, ada.. mobil.. menuju ke.. arah..ku. Tolong sa..dar, ada.. orang.. di depan..mu...

Di saat kritis, tiba-tiba seseorang melompat dan menyelamatkannya.

“Nona Raine, Anda baik-baik saja ?”

Walau kepalanya masih terasa berkabut, tapi Raine bisa mendengar dengan jelas suara Felix. Dan perlahan-lahan, ia juga mulai memperoleh kembali kontrol atas tubuhnya.

“Apa.. itu.. Anda, Petu..gas.. Felix ?”

“Benar, ini saya. Tadi saya datang ke rumah Anda, tapi sepertinya tidak ada seorang-pun di dalam rumah. Untung saja saya melihat Anda sedang berjalan di tengah jalan raya ini. Sebenarnya, apa yang Anda lakukan, Nona Raine ?”

Udara dingin terasa sangat menusuk, dan untuk sesaat, Raine tidak dapat menjawab, hanya mendekap tubuhnya erat-erat. Felix menyadari hal itu, lalu melepas jaketnya dan memakaikannya kepada Raine.

“Terima kasih.”, jawab Raine lemah, “Sebenarnya tadi, aku mendapat sebuah telepon aneh. Dan ketika menjawab telepon itu, tiba-tiba saja kepalaku terasa pusing dan tubuhku bergerak sendiri.”

“Tubuh Anda bergerak sendiri ? Jangan-jangan, telepon itu semacam.. hipnotis ?”

Raine mengangkat bahu, “Entahlah. Tolong antar saya pulang.”

Felix mengangguk, lalu memapah Raine menuju mobilnya.

Ketika sampai di depan rumah, Felix berkata, “Nona Raine, kita sudah sampai. Sepertinya lebih baik jika saya menemani Anda.”

Raine tidak menjawab, hanya mengangguk. Keduanya bersama-sama turun dari mobil dan masuk ke dalam rumah.

“Saya mau mandi dulu.”

Raine masuk ke dalam kamarnya, sementara Felix duduk menunggu di ruang tamu. Sementara air mengaliri tubuhnya, Raine menarik nafas dalam-dalam.

Kalau saja Petugas Felix tadi tidak menolongku, pasti aku bernasib sama seperti kedua korban terdahulu. Siapa.. siapa yang meneleponku itu ? Suara yang kudengar samar-samar.. tapi sepertinya aku mengenal suara itu.

Selesai mandi, Raine keluar menuju kamarnya dengan memakai handuk. Tiba-tiba seseorang muncul dan menerkamnya. Jeritan Raine tertahan, setelah melihat orang yang menyerangnya; Wajah dingin Felix tepat di hadapannya.

“Pe.. petugas.. Felix ? Ke.. kenapa... ?”

“Maaf, awalnya aku memang berniat membuatmu mati ketabrak mobil. Tapi ada gangguan, dan aku malah menolongmu.”

Raine terkejut. Nada dan gaya bicara Felix yang biasa sopan, berubah menjadi dingin dan kasar.

“Ka.. kamu.. siapa ? Kamu bukan petugas Felix khan ?”

Dengan senyum mengejek, Felix bertanya, “Kau tidak mengenalku ? Hmm, berarti kamu benar-benar telah lupa padaku. Ini aku, Kak.”

Kata-kata terakhir Felix, membuat Raine terkejut.

“Ca..ine ?”, tanya Raine dengan suara gemetar, “Benarkah kamu Caine ?”

“Akhirnya kakak inget juga. Padahal sejak pertemuan kita yang pertama dan terakhir, aku terus berharap bisa ketemu kakak lagi.”

Sekilas Raine teringat akan masa kecilnya, akan pertemuan satu-satunya dengan Caine...

Ketika masih kecil, Raine dikenal sebagai anak cewek terkuat, baik di rumah maupun di sekolahnya. Bahkan dia menjadi pimpinan para anak cewek di sekolahnya, setelah menghajar beberapa anak cowok yang suka mengganggu anak cewek. Sementara Caine adalah anak tetangga Raine. Mereka hampir tidak pernah berjumpa, karena akibat tubuh Caine yang lemah, ia harus terus berada di dalam rumah. Tapi tanpa disadari Raine, diam-diam Caine memperhatikannya. Suatu hari Caine nekad keluar dari rumahnya, mencoba untuk mengajak Raine bicara. Tapi ia malah bertemu beberapa anak berandalan, yang langsung mengeroyoknya tanpa alasan yang jelas. Kebetulan Raine ada di dekat situ, dan langsung menolong Caine. Raine langsung membawa Caine yang sakitnya kembali kambuh, menuju rumahnya. Dan itulah pertemuan pertama sekaligus terakhir mereka, karena tak lama setelah itu, keluarga Caine pindah.

“Ta.. tapi, bukankah kamu.. sudah meninggal ?”, tanya Raine dengan bingung.

Wajah Felix kembali menjadi dingin.

“Kakak betul sekali. Pas hari itu, karena dihajar, sakitku kambuh lagi. Papa dan mama pindah juga karena pengen ngobatin badanku. Tapi sakitnya nggak pernah sembuh lagi, sampai suatu hari pas aku bangun, aku udah berada di badan ini.”

“A.. APA ?!”

13 January 2009

FireHeart Radio Review: Pro Resensi

Guys, ada acara nih!
Novel Fireheart - Legenda Paladin Buku Satu: Sang Pemburu
rencananya akan diresensi dalam acara
Pro Resensi di radio RRI PRO-2 FM (105.00 MHz) Bomb

Jadwal: 8 Februari 2009
Pukul 15:00 - 15:30


Selain acara bedah buku, juga akan ada kuis berhadiah dan hadiah2 untuk mereka yang mengirimkan SMS ke acara ini.
Jadi, teman-teman, tune-in dan terima kasih untuk dukungannya!

Detail Acara di Facebook:
http://www.facebook.com/event.php?eid=112691285463&ref=nf

Untuk keterangan lebih lanjut mengenai Pro Resensi, kunjungilah blognya di: Thumbs Up
http://proresensi.multiply.com/

06 January 2009

Halloween - The Child's Killing pg 8-10

Tahun ketiga, 31 Oktober

Sejak pagi, Raine terus merasa gelisah. Felix telah memperingatkan dirinya, akan pesan dengan tulisan seperti anak kecil, yang berbunyi : ‘Jadi besok waktunya jalan-jalan sama kakak, yang jadi bintang idola di sekolahnya.

Karena itulah di setiap jalan yang dilewatinya, ia selalu waspada. Tetapi ia menolak Felix yang telah mengajukan diri untuk mengantarnya.

“Terima kasih, tapi maaf, aku tidak ingin merepotkan Anda lebih daripada ini. Selain itu, setiap kejadian pembunuhan itu, terjadi pada malam hari khan ? Jadi Anda tidak perlu khawatir.”

Raine berhenti sejenak, mendongak ke langit, lalu menghela nafas panjang.

Aku bisa saja berkata demikian, tapi sejujurnya.. aku merasa sangat ketakutan...

Baru saja Raine hendak melanjutkan perjalanannya dengan sepedanya, ketika secara tidak sengaja ia menengok ke arah sebuah toko. Kaca etalase toko itu memantulkan bayangan dirinya, dan Raine-pun terpekik; Seketika itu pula, mimpi yang tak pernah dapat diingatnya itu muncul lagi dalam benaknya, bagai sebuah film lama yang diputar ulang. Wajah Raine langsung menjadi pucat, sementara sorot matanya memancarkan rasa takut yang teramat sangat.

“Ti.. tidak, i.. itu.. tidak mungkin terjadi !”, jeritnya berulang-ulang.

Orang-orang di sekitarnya segera mendatanginya, dan menanyakan ada apa, tapi Raine terus mengulang kata-katanya, dengan pandangan terus terarah ke kaca etalase toko itu. Semua yang melihat kaca tersebut, hanya melihat pantulan diri Raine yang sedang dikelilingi orang banyak. Akhirnya Raine berhasil menenangkan dirinya sendiri, lalu tanpa berkata apapun, melanjutkan perjalanannya menuju sekolah. Orang-orang yang tadi mengerumuninya, hanya memandangnya dengan bingung dari belakang.

Sesampainya di sekolah, ketika sedang menaruh sepedanya, untuk kedua kalinya Raine mendengar suara anak kecil itu, “Kakak...

Raine langsung menengok ke arah datangnya suara dengan kesal, lalu berkata, “Aku bukan kakak-mu, dan aku nggak takut padamu ! Aku takkan mati terbunuh olehmu, karena aku beda dengan kedua korbanmu sebelumnya.”

Baru saja Raine selesai berkata demikian, ketika tiba-tiba terdengar gemerisik sesemakan yang bergoyang akibat ada orang yang lewat. Tanpa ragu lagi, Raine langsung menerkam apapun yang ada di sesemakan tersebut.

“Gwah, tu.. tunggu, Raine ! I.. ini aku.”

Raine melihat ke orang yang diterkamnya.

“Alex ?”, seketika itu pula, Raine langsung menarik lengannya, “Ke.. kenapa kamu ada di sini ?”

“Aku cuma kebetulan ambil jalan pintas, lalu mendengar suaramu. Sepertinya kamu sedang marah terhadap seseorang, jadi aku ingin melihatnya.”

“Kalau begitu, apa kamu lihat seseorang, mungkin seorang anak kecil, berada di sekitar sini ?”

“Nggak. Makanya aku bingung, kamu lagi marah-marah sama siapa ?”

Raine menghela nafas kecewa.

Sementara Alex berkata, “Aku sih senang-senang aja kita seperti ‘ini’, tapi kurasa lebih baik kalau kamu berdiri deh.”

Raine baru menyadari, bahwa saat ini ia sedang dalam posisi duduk di atas kaki Alex. Wajahnya langsung memerah, dan dengan segera ia bangkit.

“Ma.. maaf, a..ku.. nggak sengaja. Tadi aku menyerangmu, karena kupikir kamu orang lain.”

Alex memandang Raine dengan serius.

“Maksudmu, kamu merasa ada penguntit yang suka mengikutimu ? Wah, bahaya juga tuh. Kamu harus melaporkannya ke polisi.”

Belum sempat Raine menjawab, ketika tiba-tiba bel sekolah berbunyi. Keduanya segera berlari menuju sekolah.

Ketika pulang sekolah, tampak Felix telah berdiri di gerbang sekolah. Mylene langsung mohon diri kepada Raine.

“Kalian bakal pulang bareng lagi khan ? Aku nggak akan ganggu deh.”

Raine hanya tersenyum, memandang punggung Mylene dari belakang. Ketika sampai di gerbang, Felix bertanya, “Teman dekat Anda itu, kenapa nggak ikut bareng aja ?”

“Katanya dia nggak mau ganggu, jadi dia pergi duluan.”

Felix lalu menengok ke arah Raine.

“Nona Raine, sebenarnya apa alasan Anda tadi pagi, tidak bersedia saya jemput ?”

“Saya cuma nggak ingin merepotkan petugas Felix kok, itu saja. Selain itu, bukankah semua kejadian itu terjadi pada malam hari ? Jadi pagi dan siang, berarti saya aman khan ?”

Walau sekilas, tapi perasaan kecewa tampak di wajah Felix. Raine menyadari itu, bertanya-tanya dalam hati.

“Baiklah kalau gitu. Ah ya, sekarang Anda mau kemana ? Apa langsung pulang, atau hendak pergi ke suatu tempat terlebih dahulu ?”

Dengan tersenyum pahit, Raine menjawab, “Kayaknya aku mau langsung pulang aja, mengingat tulisan itu yang menyinggung masalah ‘jalan-jalan’.”

Felix mengangguk, lalu keduanya masuk ke dalam mobil.

Dalam perjalanan, beberapa kali Raine melirik ke arah Felix dengan diam-diam. Dan ketika pandangan mata mereka beradu, Felix merasa bingung.

“Ada apa, Nona Raine ?”

“A.. ah, nggak kok. Aku cuma sedikit teringat akan kata-kata Mye.”

“Teman dekat Anda itu ? Memangnya Nona Mylene bilang apa ?”

“Jangan tertawa ya. Menurut Mye, Anda ganteng, dan dia agak merasa iri, karena aku punya saudara laki-laki yang ganteng.”

Felix-pun tersenyum. Sementara, tanpa disadari Felix, Raine menarik nafas lega.

Mimpi itu, apakah itu menjadi suatu pertanda ?

Tapi.. aku nggak mungkin menceritakannya pada petugas Felix khan ?

Ya, aku nggak mungkin mengatakan bermimpi kalau ia membunuhku...

Halloween - The Child's Killing pg 7

Malam hari sebelum tanggal 31 Oktober

Walau sudah berusaha menahan diri, tapi akhirnya Raine Silverstone memutuskan untuk bertanya langsung mengenai dirinya kepada kedua orang tuanya. Ketika mereka sedang bersantap malam, Raine tiba-tiba bangkit berdiri lalu bertanya, “Papa, mama, maaf kalau aku agak lancang. Ada suatu hal yang terus menjadi beban pikiranku akhir-akhir ini.”

Kedua orang tuanya memandangnya dengan pandangan bertanya.

“Ada apa, Raine ?”, tanya ayahnya dengan lembut.

Raine menarik nafas dalam-dalam, mengumpulkan keberaniannya untuk bertanya.

“Apakah aku.. sebenarnya bukan anak kandung kalian ?”

Bola mata kedua orang tuanya terbelalak, mendengar pertanyaan putri mereka itu.

“Ke.. kenapa kamu.. bisa berpikir demikian, Raine ?”

Raine menyadari kegugupan kedua orang tuanya. Ia sadar, bahwa apa yang dikatakan oleh Felix, memang benar.

“Tolong Pa, Ma, katakan yang sebenarnya. Aku tidak ingin terus hidup dalam kebohongan.”

Ayah dan ibunya saling berpandangan.

Akhirnya, sambil menghela nafas, ayahnya berkata, “Kamu benar, Raine. Cepat atau lambat, kamu pasti akan bisa mengetahui kebenarannya. Maafkan kami, sebenarnya kami tidak berniat untuk terus membohongimu. Kami ingin memberitahukanmu, jika saatnya sudah tepat.”

Dengan cepat Raine memotong, “Sekarang saya sudah berusia 16 tahun, saya sudah bukan anak kecil lagi. Jadi, siapa orang tua kandung saya ?”

Untuk kedua kalinya, ayah dan ibunya saling berpandangan. Ada keraguan besar untuk menjawab pertanyaan Raine tersebut.

Dengan nada tidak sabar, Raine menjawab sendiri pertanyaannya.

“Ayah kandungku, sebenarnya seorang pengusaha yang menjadi korban pertama Child’s Play Killer khan ? Lalu ibu kandungku, bintang film yang menjadi korban kedua, benar khan ?”

Mendengar kata-kata Raine, kedua orang tuanya melongo.

“Raine, darimana kamu dengar hal tersebut ?”

“Dari seorang polisi yang ditugaskan menjagaku, karena calon korban ketiga kemungkinan besar adalah aku !”, Raine menjawab dengan setengah terpekik.

“Raine, benarkah ? Benarkah polisi berpikir kamu adalah calon korban ketiga ?”

Raine tidak menjawab, hanya menunduk.

“Baiklah. Sekarang aku akan menceritakan semuanya. Tapi sebelumnya, aku ingin mengatakan, walau kamu bukan putri kandung kami, kami sangat menyayangimu. Kami sungguh bangga bisa memiliki putri seperti dirimu, Raine.”

Raine mengangguk, lalu kembali duduk. Dan ayahnya mulai bercerita...

Berita Antar Dunia

Pusat Berita Dunia-Dunia