Selamat Datang, Para Penjelajah!

Bersiaplah untuk menjelajahi dunia ciptaan imajinasi dari para pencipta dunia dari Indonesia. Dunia-dunia penuh petualangan, keajaiban dan tentunya konflik antara kebaikan dan kejahatan. Maju terus para penulis fantasi Indonesia! Penuhi Takdirmu!

Fantasy Worlds Indonesia juga adalah blog resmi dari serial novel, komik, game dan multimedia FireHeart dan Evernade karya Andry Chang yang adalah versi Bahasa Indonesia dari NovelBlog berbahasa Inggris Everna Saga (http://fireheart-vadis.blogspot.com) dan FireHeart Saga (http://fsaga.blogspot.com)

Rubrik Utama Fantasindo

29 September 2014

Mitospedia Vedic: Avatar Virabhadra dan Durwasa, Wahana Nandi





MITOSPEDIA VEDIC / VEDA / HINDU / INDIA
AWATARA SIWA – VIRABHADRA

Nama lain : Veerabhadra
Arti Nama : Amarah, Sahabat Para Pahlawan.
Ras : Dewa, Gana, Awatara Siwa
Senjata : pedang, kapak, tombak, trisula, gada, danda (tongkat pemukul), busur panah, dan elemen (api tanah, air, angin).
Masa Kemunculan : Satya Yuga
Partner : Bhadrakali
Lawan Utama : Prajapati Daksha

Dan Mahadewa mengeluarkan dari mulutnya, sesosok makhluk mengerikan, yang hanya dengan melihat wujudnya saja bisa membuat seluruh rambut seseorang berdiri tanpa terkecuali. Kobaran api yang memancar dari tubuhnya membuatnya terlalu mengerikan untuk dipandang. Ia memiliki banyak lengan dan setiap lengannya memegang senjata yang memancarkan ketakutan bagi siapapun yang menatapnya. “Aku dikenal sebagai Virabhadra, dan aku lahir dari amarah Sang Rudra (Siwa). Wanita ini (yang adalah temanku), dikenal sebagai Bhadrakali dan ia lahir dari murka para dewi.”
(Santi Parwa: Mokshadharma Parwa: Bagian CCLXXXIV)

Virabadhra ... adalah wujud lain / awatara Bhatara Siwa yang sangat ditakuti oleh dewa-dewa lainnya setelah apa yang ia lakukan di upacara korban yang dilakukan oleh Daksha. Latar belakang kemunculan awatara ini dimulai ketika Daksha yang mengadakan suatu yajna (upacara korban besar-besaran) secara sengaja tidak mengundang Sati dan Siwa, sebagai wujud ketidaksetujuannya atas pernikahan dua pasangan itu.

Sati merasa ayahnya sebenarnya mengundang mereka dan membujuk Siwa untuk ikut bersamanya ke upacara itu, tapi Siwa menolaknya. Siwa beranggapan bahwa dengan tidak mengundang mereka secara langsung (maupun tidak langsung), Daksha sama sekali tidak ingin mereka berdua hadir di sana. Tapi karena Sati merasa dirinya bakal dicap sebagai anak kurang ajar dan tidak berbakti jika tidak menghadiri upacara ayahnya, tetap bersikeras pergi. Dengan didampingi beberapa gana, Sati turun dari Kailash dan menuju istana Daksha.

Daksha sendiri memang sengaja tidak mengundang anak dan menantunya itu karena secara umum, Daksha tidak pernah menyetujui pernikahan Sati dan Siwa. Daksha dan Siwa adalah dua kutub yang saling berlawanan. Keduanya sama-sama dewa yang menjunjung tinggi laku tapa, tapi jika Daksha mematuhi standar-standar umum yang diberlakukan bagi para pertapa zaman itu (tidak berambut panjang, tidak bicara keras-keras, tidak minum arak, tidak tertawa keras-keras, tidak bertindak secara tidak pantas), Siwa adalah kebalikan dari itu semua. Siwa memanjangkan rambutnya, kadang-kadang minum arak, tinggal di tempat-tempat yang tidak lazim seperti kuburan dan lapangan tempat kremasi jenazah, serta menyanyi dan menari kapanpun dia mau. Saat mengadakan yajna, Daksha mengundang seluruh keluarganya, sekutunya, dewa-dewa kahyangan, para rsi, para raja bawahannya, minus Sati dan Siwa. Ia juga memajang patung Siwa di pintu gerbang yang konon ia perlakukan dengan ‘tidak hormat’ (entah perlakuan macam apa yang dilakukan Daksha).

Ketika Sati tiba, Daksha mencibir ke arah Sati dan bertanya, “Kenapa kau ada di sini Sati? Kau kan bahkan tidak diundang? Atau mungkin akal sehatmu sudah kembali? Dan kenapa kau kemari dengan segala binatang liar itu, oh ya, bukankah suamimu itu juga disebut Dewa Alam Liar? Tapi sayang Sati, aku tak mau mengotori upacara agung ini dengan mengundang dewa dekil macam Siwa, yang sehari-harinya menghabiskan waktu di pekuburan bersama pencuri dan pelaku kriminal lainnya, dengan orang-orang sakit dan lapar (kasta Sudra dan golongan Paria), yang rambutnya panjang serta kusut, dan pakainnya hanya pakaian kulit binatang.”

Dan beberapa tamu pun mulai menertawakan Sati dan Siwa. Sati sakit hati dan bertanya kenapa Daksha bisa setega itu pada anak dan menantunya. Jawaban yang ia terima hanya bentakan. Ketika Daksha sekali lagi menghina Siwa, Sati terdiam sebelum akhirnya menjawab bahwa ia tidak lagi menginginkan dirinya menjadi darah daging Daksha. Sati kemudian bersila, memusatkan pikirannya dan bersumpah akan memutuskan segala ikatan keluarga dengan Daksha. Api mulai membakar tubuhnya dan di saat itulah petaka mulai muncul bagi seluruh peserta upacara itu.

Gana yang mengawal Sati, langsung melabrak ke dalam lapangan dan menyerang para peserta upacara namun mereka dipukul mundur dan dipaksa kembali ke Kailash. Ketika Siwa yang mendengar apa yang terjadi, Siwa shock, terdiam, menangis, sebelum kemudian marah besar. Dari mulutnya ia mengeluarkan sesosok makhluk mengerikan bernama Virabhadra. Ada juga versi yang menyebutkan bahwa Siwa sendirilah yang menjadi Virabhadra. Siwa kemudian memerintahkan Virabhadra menuju yajna itu sekali lagi dan membunuh semua yang hadir di situ. Tanpa kecuali.

Dan itulah yang dilakukan Virabhadra. Ia membunuh para raja, kesatria, rsi, dan beberapa dewa yang hadir di sana. Seorang dewa kekayaan bernama Bhaga lolos dari maut namun matanya dibutakan oleh Virabhadra. Beberapa dewa ia lemparkan ke sepenjuru lapangan, Indra ia injak-injak, dan tongkat milik Yama ia rusak. Pada puncaknya, Virabhadra memenggal kepala Daksha. Para dewa dan tamu yang masih selamat berdoa kepada Siwa untuk menghentikan Virabhadra dan mengembalikan nyawa Daksha.

Siwa pun tiba di tempat itu dan menghentikan aksi Virabhadra. Pasca melihat kekacauan yang ditimbulkan Virabhadra serta mendengar permohonan para dewa, Siwa mendekati jasad Daksha yang sudah tak berkepala lalu menempatkan kepala kambing di sana. Daksha kembali hidup, tapi kepalanya yang asli sudah lenyap dan sejak saat itu ia menjadi dewa berkepala kambing. Daksha yang hidup kembali akhirnya tunduk di hadapan Siwa, dan sejak saat itu memanggil Siwa dengan sebutan Shankar (Shankara) – yang baik serta bajik. Para dewa lain pun turut bersujud di hadapan Siwa. Bhaga yang sempat dibutakan Virabhadra pun akhirnya dipulihkan penglihatannya.

Tapi Sati tetap tidak bisa hidup lagi dan itu membuat Siwa sangat bersedih hati. Ia akhirnya memanggul jasad istrinya dan mengembara tak tentu arah dan mulai bertingkah layaknya orang tidak waras. Beberapa dewa yang mengikutinya mulai khawatir dengan kondisi ini. Tak peduli apapun yang mereka lakukan, mulai dari perapalan mantra, trik, lawakan, musik, maupun tarian, tak mampu mengembalikan Siwa ke pikiran warasnya. Sampai ketika Wisnu mendatangi Siwa dan mencacah jasad Sati menjadi 52 bagian dengan cakramnya. Siwa tidak langsung sadar, tapi ketika menyadari bahwa jasad Sati sudah tidak ada lagi. Siwa pun mulai undur diri sekali dari dunia. Ia kembali menjalani tapa dan sampai berabad-abad kemudian bergeming di Kailash. Sampai kemudian ia bertemu Parwati.

Sumber :
http://www.sacred-texts.com/hin/m12/m12b111.htm
http://www.sacred-texts.com/hin/vp/vp043.htm
http://en.wikipedia.org/wiki/Virabhadra
http://en.wikipedia.org/wiki/Bhaga
http://www.naturallyyoga.com/files/shiva_sati.htm

==TRIVIA==
• Meski tidak pernah disebutkan lagi, Bhadrakali tampaknya ikut andil dalam penyerbuan ke yajna Daksha.
• Sosok Bhadrakali digambarkan mirip dengan sosok Dewi Kali, yang merupakan aspek / awatara dari Parwati.
• Ada berbagai anggapan ke mana Virabhadra setelah penyerbuan ini, ada yang beranggapan ia kembali bersatu dengan Siwa, ada pula yang beranggapan bahwa Virabhadra akhirnya menjadi salah satu gana yang menjaga kediaman Siwa.
• Pasca peristiwa ini, setiap kali para dewa mengadakan upacara, Siwa akan selalu diundang.
• Salah satu versi menceritakan pasca Virabhadra mengamuk, ia langsung kembali ke Kailash, para dewa minta tolong Brahma menemani mereka menghadap Siwa untuk mengajukan perdamaian. Siwa menerima usul perdamaian mereka. Di versi ini, Wisnu juga ikut kena hajar Virabhadra dan Siwa tidak berkelana seperti orang tidak waras.

22 September 2014

Ada Lendir di Sepatumu


Ada Lendir di Sepatumu
Andry Chang

Tampak dari depan, gedung apartemen yang satu ini sungguh tak terawat.

Bagaimana tidak, cat-catnya mengelupas, tinggal dinding yang amat kusam dan berlumut. Banyak kaca jendelanya pecah dan retak, beberapa lagi dihembus angin malam, akan menyusul cepat atau lambat.

Pintu depan gedung ini terbuka sedikit, kayunya mulai lapuk. Siapapun bisa keluar-masuk gedung apartemen ini kapan saja, tak ada penjaga sama sekali.

Ruang depan tak kalah kumuhnya. Dindingnyapun kusam dan mengelupas, lantainya berdebu tebal. Ada jejak sepatu berlendir dari dan menuju lift. Bau pesing dan bau bangkai tikus amat pekat di sini, orang gila mana yang betah tinggal di tempat jin buang anak ini?

Liftnya lebih parah lagi. Tiap kali naik atau turun, selalu saja berguncang dan berdecit. Lampu di tombol-tombolnya kadang menyala, kadang tidak. Lampu dalam lift sebentar mati, sebentar menyala, membuat siapapun was-was, sewaktu-waktu benda ini bisa macet atau terlepas, terjun bebas.

Atau setidaknya untuk sementara ini, takut terpeleset lendir licin di lantai lift.

Di lorong lantai lima, lantainyapun licin karena lendir. Tapi yang paling parah, selain bau sampah, pesing dan semacamnya juga ada bau anyir darah. Di ambang pintu ketiga sebelah kanan dari lift, baunya makin pekat, membuat  siapapun pasti ingin muntah.

 Pintu unit apartemen itu dibiarkan separuh terbuka. Dindingnya dicat berwarna-warni, kebanyakan pink dan hijau muda. Puntung dan abu rokok bertebaran di meja kayu, kursi, bahkan bercampur lendir di lantai. Sampahpun berserakan, termasuk pula beberapa kondom dan pakaian yang belum dicuci.

Penghuni unit apartemen ini, satu-satunya penyewa di lantai lima sedang duduk bersandar di ranjangnya. Dia seorang wanita berusia tigapuluhan, menatap kosong ke dinding kamarnya dengan mata putih semua.

Ada lubang besar di ubun-ubun kepalanya, menyisakan ruang kosong di tempat seharusnya otak wanita itu berada. Dari lubang itu, darah membasahi wajah dan tubuh wanita yang hanya mengenakan kaus dan celana pendek itu, tergenang di ranjang yang ia duduki.

==oOo==

Tak beda dengan apartemen kumuh tadi, kolong jembatan layang ini kerap dijadikan tempat penimbunan, bahkan pembakaran sampah. Apalagi ada menara listrik bertegangan tinggi menjulang tak jauh di sisi jembatan layang tol ini. Sewaktu-waktu api dari sampah bisa saja terpercik oleh angin, lalu meraksasa.

Namun ada saja insan nekad di tempat seperti ini malam-malam. Di antara tumpukan sampah yang tengah terbakar, terbaring seorang bocah laki-laki. Kepalanya terkulai ke satu sisi, tampak lubang besar di ubun-ubunnya. Darah bercampur lendir aneh mulai mengering dalam kondisi terpanggang, seolah wajah si bocah dicat merah.

Mata si bocah terbelalak dan mulutnya ternganga, seolah ingin berkata, “Aku memang anak pemulung, anak jalanan. Tapi aku masih ingin hidup…”

==oOo==

20 September 2014

Legenda Everna - TOLSTRAD

Everna Saga
TOLSTRAD 
Andry Chang

Setahun telah berlalu sejak para momok dari langit, monster parasit yang disebut Kaum Nef’ragh dimusnahkan dari Everna. Sejak puncak kengerian itu, pertempuran di koloni terakhir nef’ragh di bekas Kota Tolstrad di Negeri Val’shka, semenanjung timur Benua Aurelia. Baru saat itulah Myrk Judikov dan ratusan warga lainnya pulang ke Tolstrad, kampung halaman mereka.

Setahun setelah Tolstrad mulai dibangun kembali, kehidupan di sana tampak damai, seolah tak pernah ada nef’ragh atau makhluk ruang angkasa manapun yang pernah menjajah kota dan benua ini.

Suatu pagi, ketika Myrk baru selesai berlatih sihir angin, pria berusia empatpuluhan itu berjalan ke pasar di pusat kota untuk belanja. Di tengah jalan, ia menghampiri kerumunan orang banyak yang riuh-rendah.

“Permisi, minggir, aku seorang tabib!” seru Myrk, dan ia dibiarkan menerobos. Rupanya, di tengah kerumunan itu tampak seorang wanita tergeletak di tengah jalan. Mata biru wanita berparas cantik itu terbelalak dan mulutnya ternganga, seakan ia baru menelan sesuatu. Posisi leher, tangan dan kakinya terpuntir tak wajar. Mustahil ia masih bernyawa dengan kondisi seperti itu.

Namun, sesuatu yang menggembung seperti tumor di perut jenazah itu menarik perhatian Myrk. Ia lantas berseru, “Siapa saja, tolong bantu aku membawa wanita malang ini ke rumahku! Aku harus memeriksanya!” Singkat cerita, dua prajurit dan satu warga membantu Myrk mengangkut jenazah wanita itu dengan kereta.

Rumah Myrk merangkap klinik dan toko sihir-alkimia terletak di pinggiran Tolstrad. Jenazah wanita tak dikenal itu dibaringkan di ranjang praktek tabib, dan para pengantar pergi seketika.

Peralatan disiapkan, lalu Myrk memulai pemeriksaan. Saat pisau bedahnya menyentuh tonjolan di perut jenazah itu, tiba-tiba tonjolan itu bergerak sendiri dan pecah. Sulur-sulur seperti tentakel gurita menyeruak ke atas. Terkejut, Myrk menarik pisau bedahnya dan mundur, menjaga jarak.

Yang terjadi selanjutnya belum pernah disaksikan si veteran yang menunjukkan jalan menuju kemenangan akhir umat manusia di Tolstrad ini. Sulur-sulur aneh itu membalut dan merasuki tubuh tanpa nyawa itu dari ujung kaki sampai setinggi dada, bagian kakinya membentuk tujuh tentakel besar. Ciri-ciri raga ini persis dengan monster dari langit di atas langit, yaitu…

“Nef’ragh!” desis Myrk.

Yang lebih mengerikan lagi, tubuh atas si wanita berubah kebiruan, seiring urat-urat biru yang tampak bagai menjalar hingga ke wajah. Puncaknya, mata biru orang mati itu terbuka. Sebelum Myrk bisa bertindak, si wanita setengah nef’ragh itu berseru dengan suara serak melengking, “Bagusss! Penyatuan diriku dengan sang ratu akhirnya berhasil.”

Myrk berseru, “A-apa maksudmu?”

Si wanita siluman menatap Myrk. “Namaku Davire Evgenikova, dan aku seorang penyihir arwah.”

Dua kata terakhir membuat Myrk terperangah. “Penyihir… arwah? Astaga, apa kau ingin membangkitkan kembali Kaum Nef’ragh?”

“Tebakan tepat. Ditambah menjadikan mereka tentaraku,” jawab Davire.

“Tapi, bukankah nef’ragh sudah punah?”

“Tidak semuanya. Aku menemukan roh Ratu Nef’ragh, yaitu otak dan inti dari seluruh kawanan dalam bekas sarang utamanya. Ia memberikan inti sukmanya yang sebesar pil dan kutelan pil itu. Namun, supaya pertumbuhannya sempurna, aku harus mati dahulu. Aku sudah memilih pasar di tengah kota, tempat banyak orang bakal menyambut kebangkitan kembali nef’ragh, para penjajah Everna.”

“Dan kau menjadi pengganti ratu mereka, menjadi pemimpin semua monster itu?”

Davire mengangguk. “Tentu saja! Kendalikan sang ratu, kendalikan seluruh rakyatnya! Nef’ragh akan kembali berbiak dan mengembalikan Everna menjadi dunia serba hutan penuh pepohonan alami, dan akulah yang akan menjadi ratu seluruh dunia!”

Myrk menghardik, “Kau salah, Davire! Everna harus menjadi dunia yang seimbang antara alam dan peradaban! Lagipula, nef’ragh takkan pernah mau berbagi kekuasaan dunia ini dengan manusia!” 

“Tapi dengan kekuatan iblis yang kujunjung, mereka pasti mau! Sudahlah! Kemunculanku tak heboh karena dipindahkan ke rumah bau apak ini, biar kuhancurkan kau dan tempat ini dulu untuk pemanasan!”

Beberapa tentakel lagi mencuat dari pungung manusia siluman itu, memanjang dan menyerang Myrk. Si tabib-penyihir berkelit, gerakannya masih cukup lincah. Namun yang porak-poranda adalah perabot di rumah Myrk. Melihat itu, perhatian si tuan rumah teralihkan sejenak, dan tentakel-tentakel maut si nef’ragh berhasil melukainya.

Myrk berusaha melawan dengan menembakkan sihir angin yang cepat, namun tak cukup kuat untuk menumbangkan lawan. Malah tubuhnyalah yang makin berdarah-darah. Gerakan tubuh Myrk makin lamban, matanya mulai lamur akibat kehilangan banyak darah. Saat berkelit lagi, Myrk melihat tentakel lawan menghantam rak toko. Cairan alkimia tumpah dari botol-botol yang berjatuhan dan mengenai tentakel itu, membuat kulitnya meleleh, lebih parah dari luka bakar. 

Saat itu pula, Myrk baru ingat senjata pamungkas yang paling ampuh melawan nef’ragh. Memanfaatkan jeda serangan akibat Davire yang kesakitan, Myrk menghimpun energi sihir anginnya.

“Bergabunglah dengan semua nef’ragh lainnya dalam api neraka!” Sambil mengatakannya, Myrk mengulurkan kedua tangannya, merapal sihir anginnya sekali lagi. Bedanya, kali ini jari-jarinya bergerak-gerak, seakan memecah-mecah angin ke pelbagai arah sesuai keinginannya. Angin itu menerbangkan botol-botol cairan alkimia yang tersisa, lalu menumpahkan semua isinya ke tubuh si wanita siluman. Lantas angin bergerak saling menggesek, memantikkan api pada cairan yang mudah terbakar itu.

“Aagh! Jahanam kau, penyihir busuk! Lain kali akan kubalas kau!” Apalah artinya sumpah-serapah Davire, saat seluruh tubuh silumannya kini terpanggang api? Terpaksa ia keluar dari rumah yang terbakar itu dan melarikan diri, mencoba menyelamatkan diri sendiri dan tubuh nef’ragh yang tersisa pada dirinya.

Myrk juga bergegas keluar begitu api menyala. Namun tubuhnya kini terlalu lemah untuk mengejar, apalagi menghentikan Davire. Si tabib jatuh pingsan, terpaksa dirawat para tetangganya.

Setelah sembuh, Myrk mencoba memperingatkan Walikota Tolstrad tentang ancaman kebangkitan kembali Kaum Nef’ragh lewat ulah Davire, memintanya agar mengungsikan seluruh warga kota sebelum terlambat. Namun yang Myrk terima hanya cibiran, dan ia nyaris disiksa karena dianggap gila. Myrk juga berusaha mencari dan memburu Davire, tanpa hasil.

Tak ada pilihan lain. Terpaksa Myrk sendiri yang pergi dari Tolstrad. Ia berkelana, berharap mengumpulkan bala-bantuan sebisanya. Mungkin suatu hari Myrk atau siapapun akan memimpin orang-orang lain menuju kota bekas sarang makhluk ruang angkasa itu.

Sebagai pembebas, penyelamat… atau penghancur.

-------------------
Kisah ini diikutsertakan dalam lomba Cerita Bulanan Kastil Fantasi di Goodreads.com
https://www.goodreads.com/topic/show/2004274

Sumber gambar: Woman-Octopus-Monster by Renee Keith
www.reneekeith.com (www.ReneeKeith.com)

18 September 2014

Mitospedia Vedic: Siwa, Pendaur Ulang Semesta


MITOSPEDIA - MITOLOGI INDIA / VEDA / VEDIC / HINDU
SIWA (SHIVA) – PENDAUR ULANG SEMESTA

Nama Lain : Mahadewa, Hara, Chandra-Sekhara, Civan, Nataraja, Rudra, Sada-Shiva, Shib, Siva, Syiwa, Manyu, Manu, Mahinasa, Mahan, Neelakantha, Rtadhvaja, Ugrareta, Bhava, Sarwa, Satyam, Shivam, Sundaram, Kala, Mahakala, Vamadeva, Manikmaya, dan Dhrtavrata.
Arti Nama : Yang Sangat Spesial (Siwa), Yang Menaruh Bulan Di Atas Kepalanya (Chandra-Sekhara), Guntur (Rudra), Pemanah (Sarwa), Si Leher Biru (Neelakantha), Waktu (Kala), Pelenyap Segala (Hara), Penguasa Segala Tarian (Nataraja).
Ras : Trimurti
Awatara : Nandi, Virabadhra, Sharaba, Hanoman, dan Durwasa.
Peran : Dewa Alam Liar, Pendaur Ulang Semesta.
Wahana : Lembu Nandi
Pasangan : Sati (Uma) dan Parwati (Durga).
Anak : Ganesha, Murugan / Mala, Andhaka, (dan Kala serta Ayyapan)
Realm : Iswaraloka / Gunung Kailash
Senjata : Damaru, Haradhanu, Pinaka, Pasopati / Pashupatastra, dan Trishula

==GAMBARAN UMUM==
Di antara ketiga Trimurti, mungkin Siwa adalah yang paling populer di India dan di Nusantara ini . Biasa digambarkan sebagai dewa berkulit biru dan selalu bawa-bawa trisula ke mana saja ia pergi, Siwa adalah dewa dengan penampilan paling ‘eksentrik’ dalam pantheon Hindu. Mari kita bandingkan saja penampilannya dengan dewa-dewa lain. Saat dewa-dewa lain memakai mahkota, Siwa tidak memakai hiasan kepala apapun selain sebuah ikat rambut dan hiasan bulan sabit. Saat dewa-dewa lain memakai zirah emas, Siwa hanya memakai baju kulit hewan atau celana pendek semata. Selain itu, sepertinya tidak ada dewa lain yang memakai hiasan tulang serta ular kobra di leher mereka .

Siwa adalah dewa pertapa dan penyendiri, ia jarang turun ke dunia kecuali jika Wisnu atau Brahma minta bantuannya. Ia menyelimuti dirinya sendiri dengan abu jenazah sebagai perilaku hidup estetik pertapa – sesuatu yang masih dilakukan oleh beberapa pertapa-pertapa Hindu di India saat ini (meski abunya tampaknya bukan lagi abu jenazah).

Siwa digambarkan memiliki empat lengan sebagaimana kebanyakan dewa Hindu lainnya. Dua dari empat lengannya ini biasanya memegang Trisula dan Damaru (drum), tapi terkadang Damaru ini dipasang pada ujung trisula miliknya.

==PASCA PEMENGGALAN KEPALA BRAHMA==
Pasca memenggal salah satu kepala Brahma (lihat : https://www.facebook.com/LCDP.Official/photos/a.831363553543076.1073741838.307835652562538/838368156175949/?type=1&permPage=1), Siwa hidup menyendiri dan menyepi, menjauhi segala hiruk-pikuk dunia. Ia memilih tinggal di sebuah tempat bernama Kailash atau juga disebut Iswaraloka untuk melakukan tapa penyucian diri. Karena meskipun dewa-dewa (termasuk Siwa) punya kekuatan luar biasa, mereka tetap terikat pada hukum karma – hukum kausalitas.

Memenggal kepala Brahma sama saja mendatangkan karma buruk bagi Siwa. Karma buruk ini sangat terasa dari sikap banyak dewa pada Siwa, mereka, terutama Prajapati Daksha, sangat sinis dan benci pada Siwa, sehingga Siwa memutuskan untuk menyepi, hidup selibat, tidak menikah, dan bersikap pasif.

==MENIKAH DENGAN UMA==
Prajapati Daksha, salah satu dari anak-anak Brahma, dan juga saudara lelaki Kashyapa – ayah para Aditya, memiliki banyak putri. Salah satunya bernama Sati atau Uma. Sejak usia lima tahu, Sati menjadi sangat ‘berbeda’ dari ayahnya. Ia sangat ingin memuja Siwa dan saat menginjak usia dewasa, ia tak ingin menikahi seorang pun selain Siwa.

Daksha tidak setuju dengan pilihan Sati, tapi Sati yang keras kepala kabur dari istana ayahnya, lalu hidup selayaknya pertapa di hutan belantara. Setelah beberapa lama menjalani hidup ala pertapa, Siwa pun muncul di hadapan Sati dan langsung jatuh hati pada Sati. Siwa pun akhirnya melamar Sati pada Daksha, tapi Daksha tidak setuju Siwa menjadi menantunya. Daksha baru setuju ketika Brahma muncul di istananya dan menyuruh Daksha untuk menyetujui pernikahan Siwa dan Sati.

Ketika Siwa memboyong Sati pulang ke Iswaraloka, Siwa memastikan tempat tinggalnya yang seharusnya hanya tertutup es itu menjadi taman bunga yang hangat di mana bunga dan segala buah tumbuh sepanjang tahun tanpa terpengaruh musim.

==CHANDRA-SEKHARA==
Pada mulanya Siwa tidak punya hiasan bulan sabit di atas kepalanya. Tapi suatu ketika sang dewa bulan Chandra – yang juga saudara iparnya (sama-sama menantu Prajapati Daksha) – datang kepada Siwa dan mengatakan bahwa karena telah melalaikan kewajibannya apda 27 istrinya, Daksha telah mengutuknya dengan penyakit paru-paru dan membuat kekuatannya melemah dari waktu ke waktu. Siwa setuju untuk mengizinkan Chandra berlindung padanya. Chandra pun kemudian menjadi hiasan bulan di atas kepala Siwa.

Sampai suatu ketika Daksha mendatangi Siwa dan meminta Chandra dikembalikan pada ke-27 putrinya. Siwa awalnya tidak mau tapi pada akhirnya, Chandra pun dikembalikan pada Daksha setelah Wisnu ikut campur. Tapi sebagian kekuatan Chandra tetap ditinggalkan pada Siwa dan menjadi hiasan bulan sabit di kepala Siwa.

==MEMBUNUH DAKSHA==
Meski di luar tampak damai-damai saja, Siwa dan Daksha sebenarnya tidak pernah bisa benar-benar akur. Daksha terus menerus memusuhi Siwa dan puncak permusuhan mereka terjadi ketika Daksha mengadakan suatu upacara yajna – upacara korban – tanpa mengundang Sati maupun Siwa.

Sati beranggapan bahwa ayahnya sebenarnya mengundang mereka, tapi karena Sati adalah putrinya sendiri, Daksha merasa tidak perlu menyampaikan undangan langsung. Tapi Siwa sudah berpikir bahwa ini adalah isyarat bahwa Daksha tidak mengharapkan kehadiran mereka berdua. Tapi Sati tetap ingin datang ke yajna itu sehingga Siwa pun mengizinkan Sati datang ke sana, namun guna menghindari konflik, Siwa memutuskan tinggal di Iswaraloka. Meski begitu ia tetap mengutus sejumlah Gana – para asura bawahan Siwa yang umumnya berwajah seram – untuk mengawal Sati.

Dugaan Siwa terbukti benar. Kehadiran Sati dan Siwa memang tidak diharapkan di sana. Daksha yang mendapati Sati hadir di istananya, sepanjang pesta berlangsung tak henti-hentinya menjelek-jelekkan Siwa dan Sati. Sati yang tidak tahan akan cercaan ayahnya akhirnya memutuskan bakar diri di tempat itu.

Siwa yang merasakan istrinya tengah melakukan bakar diri langsung bergegas ke istana Daksha. Dan saat menyaksikan bahwa Daksha sama sekali tidak menyesali perbuatannya, Siwa langsung membantai seluruh hadirin yang ada di sana termasuk juga Daksha. Kemudian Siwa membawa kembali jasad Sati ke Iswaraloka sambil terus meratapi kematian Sati.

==SAMUDRA MANTHAN==
Pasca kematian Sati, Siwa kembali menjadikan Iswaraloka padang es sekali lagi. Sekali lagi ia memilih menjadi pertapa dan menjauhi keduniawian – terutama pernikahan. Namun saat racun halahala muncul dari dalam samudra yang diaduk oleh dewa dan asura, Siwa turun ke bumi untuk menelan racun mematikan itu. Siwa tetap hidup, namun tenggorokannya berubah warna menjadi biru gelap pasca menelan racun itu.

==PERNIKAHAN KEDUA==
Bertahun-tahun kemudian, seorang gadis Himalaya bernama Parwati kembali menjalani ritus yang sama seperti yang dijalani oleh Sati untuk menikahi Siwa. Tapi meski begitu, Siwa yang telah menutup seluruh inderanya tidak bisa dibangunkan oleh bakti yang dilakukan oleh Parwati. Melihat hal itu, Indra – raja para dewa – menyuruh Kama – dewa cinta – untuk memanah Siwa dengan panah asmaranya supaya Siwa terbangun.

Kama menjalankan perintah Indra, tapi respon pertama Siwa saat dipanah oleh Kama adalah marah karena ada orang kurang ajar yang mengganggu tapanya. Mata ketiga Siwa langsung terbuka dan menghanguskan Kama menjadi serpihan abu. Tapi begitu ia selesai dengan Kama, Siwa langsung melihat ada Parwati di sana. Karena Parwati punya karakteristik yang mirip dengan Sati.

Pasangan itu menikah dan nama Parwati berubah menjadi Durga. Siwa dan Durga kemudian memiliki beberapa anak yakni Ganesha, Murugan, Andhaka, dan menurut versi Jawa : Kala.

Dan Kama? Karena sudah terlanjur dihanguskan jadi abu, esensi kekuatan Kama yakni : nafsu dan cinta, disebar oleh Siwa ke dunia manusia supaya tanpa ada Kama sekalipun manusia masih bisa jatuh cinta.

==GANA==
Tidak seperti dewa-dewa Hindu lain yang dikelilingi oleh Gandarwa (bidadara) dan Apsara (bidadari), Siwa dikawal oleh sejumlah Gana. Gana sebenarnya lebih dekat hubungan kekerabatannya dengan Asura, namun mereka tunduk pada Siwa dan tidak terlalu mengganggu manusia. Gana biasa hidup di area pekuburan, oleh karena itu altar atau pelinggih untuk memuja Siwa sering terdapat di area pekuburan. Gana awalnya dipimpin oleh Nandi, tapi saat ini dipimpin oleh Ganesha.


14 September 2014

Monstropedia Everna: Dwarf dan Gnome


 
MONSTROPEDIA EVERNA
Ras-Ras Fantastik dari Mitologi Nordik
 
DWARF DAN GNOME

Halo Fantasianers, beberapa minggu ini ada posting #Worldlore tentang Warhammer Universe. Salah satu ras dalam Warhammer Universe ini adalah dwarf. Tapi di dunia yang kita tinggali ini, ada juga satu kelompok orang kerdil yang disebut sebagai gnome. Kali ini kita akan membahas asal-muasal Dwarf dan Gnome berdasarkan mitologi aslinya.

==DWARF==
Kata Dwarf berasal dari bahasa Norse kuno “dvegr”, Inggris kuno “dweorg”, dan Jerman kuno “gitwerc” atau “zwerc”. Dalam mitologi Jerman, mereka adalah makhluk humanoid yang hidup di pegunungan atau di bawah tanah serta digambarkan amat bijak. Mereka ahli membuat senjata, kerajinan, dan menambang bahan-bahan tambang. Terkadang ada juga yang menjadi ahli dalam bidang botani.

Makhluk bernama dwarf ini pertama kali muncul dalam Sajak Edda. Pada mulanya dwarf adalah semacam belatung yang hidup di dalam daging Ymir – sang raksasa primordial. Makhluk ini kemudian diberi anugerah untuk berpikir (akal budi) oleh 3 Æsir pertama yakni Odin, Vili, dan Ve. Makhluk ini kemudian berubah menjadi sosok mirip manusia (tapi pendek) yang lazim disebut dwarf. Rupa mereka pendek dan konon wajahnya tidak terlalu enak dipandang, tapi lumayan bersahabat dengan manusia.

==GNOME==
Makhluk ini kita biasanya kita kenal lewat media patung kurcaci taman . Gnome mulai dikenal pada periode Renaissance (abad 14), juga digambarkan sebagai makhluk mirip manusia tapi pendek yang hidup di bawah tanah. Penggagas nama gnome sendiri adalah seorang dokter Renaissance berkebangsaan Jerman-Swiss bernama Paraclsus. Namanya sendiri berasal dari bahasa Latin “gnomi” dan punya arti “yang tinggal di bawah bumi.” Berbeda dengan dwarf yang lebih terbuka dengan manusia, gnome agak malas berinteraksi dengan manusia. Gnome juga dideskripsikan bisa menyatu dengan tanah, mereka bisa berjalan menembus tanah sama mudahnya seperti kita berjalan menembus lapisan udara.

==PERBANDINGAN==
1. Gnome berasal dari masa Renaissance sementara dwarf berasal dari mitologi Norse, dengan kata lain usia mitologi dwarf lebih tua daripada gnome.
2. Baik gnome maupun dwarf digambarkan sebagai makhluk mirip manusia, bertubuh pendek, dan meripakan makhluk mistik.
3. Gnome hanya tinggal di bawah tanah, tapi dwarf tidak selalu tinggal di bawah tanah. Pada kenyataanya sebagian besar dwarf tinggal di hutan belantara dan pegunungan.
4. Gnome tidak suka berinteraksi dengan manusia, sementara dwarf lumayan terbuka dengan manusia
5. Dwarf adalah makhluk bijak yang menjadi favorit para dewa.
6. 7 kurcaci dalam cerita Putri Salju sebenarnya adalah dwarf, tapi sejak cerita ini diangkat ke layar lebar oleh Walt Disney, gnome kemudian diidentikkan dengan dwarf.

http://www.differencebetween.net/miscellaneous/culture-miscellaneous/differences-between-a-gnome-and-a-dwarf/

http://en.wikipedia.org/wiki/Paracelsus
 
Sumber artikel ini: Facebook Page Le Chateau de Phantasm

11 September 2014

Mitospedia Vedic: Dyaus Pitar dan Laksmi




MITOSPEDIA VEDIC / VEDA / HINDU
DYAUS PITAR – BAPAK ANGKASA

Nama lain : Dyaus Pita, Pitar, Dyeus, Vasu Dhayu, Prabhasa, Prabhata.
Arti Nama : Bapak Angkasa (Dyaus Pitar), Fajar (Prabhasa)
Ras : Dewa
Golongan : Primordial, Astawasu (Delapan Elemen)
Pasangan : Pertiwi, dan seorang istri yang tidak diketahui namanya
Peran : Dewa Langit dan Fajar
Awatara : Bisma Dewabrata (Bhisma Devavratha)
Senjata : Busur Panah, Pedang, Perisai

==LEGENDA AWAL==
Pada mulanya Dyaus bersama Pertiwi dan Antariksha adalah golongan primordial, dewa-dewi pertama yang ada dalam kitab Rigveda. Pertiwi dan Dyaus pada mulanya adalah satu entitas bernama Dyavaprthivi yang kemudian memisahkan diri menjadi dua entitas yakni Dyaus (Angkasa) dan Pertiwi (Bumi). Posisi Dyaus sebagai raja angkasa digulingkan oleh Indra beberapa waktu kemudian. Alasannya masih tidak jelas.

Dalam kitab-kitab selanjutnya, versi ini berubah. Dyaus tak lagi menjadi golongan primordial melainkan menjadi bagian dari Astawasu – delapan elemen. Astawasu sendiri konon merupakan saudara satu ayah–ibu dengan para Aditya.

==MENCURI SAPI KAMADHANU==
Fantasianers mungkin ingat dengan sapi pengabul segala keinginan (sekaligus pengundang masalah ) bernama Kamadhanu yang pernah dimiliki ayah si Parasurama Awatara. Kali ini sapi ini kembali lagi dan menjadi milik dari seorang brahmana bernama Wasista (atau Vashishta).

Wasista adalah seorang Prajapati yang juga menjadi salah satu anggota Sapta Rsi. Ia diberikan mandat oleh Batara Wisnu untuk menjaga sapi Kamadhanu, namun istri Dyaus (entah siapa namanya – yang jelas bukan Pertiwi) menginginkan sapi itu. Dyaus yang tahu bahwa Wasista nggak bakal mau sapi itu diambil, memutuskan menghubungi saudara-saudaranya dan mencuri sapi itu dari Wasista.

==TERLAHIR SEBAGAI BISMA==
Meski rata-rata berprofesi sebagai brahmana, Prajapati tetaplah ‘makhluk berbahaya’ yang sebaiknya jangan dianggap enteng, bahkan oleh para dewa sekalipun. Wasista pun demikian. Begitu tahu sapinya dicuri oleh Astawasu, Wasista langsung mengutuk Delapan Wasu itu untuk terlahir sebagai manusia. Para Wasu ketakutan dan setelah memohon ampun pada Sang Rsi, hukuman mereka diperingan. Tujuh Wasu akan terlahir menjadi manusia namun hanya untuk sesaat, tapi Dyaus yang menjadi pemrakarsa tindakan pencurian ini harus hidup cukup lama di dunia manusia.

Di saat yang sama, Santanu, raja Hastina menikahi seorang wanita misterius yang ia temui di pinggir sungai. Wanita ini bernama Gangga, dan sebenarnya dia adalah dewi. Gangga menyanggupi diri menjadi istri Santanu asalkan Santanu tidak pernah bertanya ataupun memprotes apapun tindakan yang ia lakukan saat dirinya menjadi istri Santanu. Santanu setuju tapi setelah tujuh kali melahirkan, bayi-bayi Santanu selalu Gangga tenggelamkan di sungai. Pada saat Gangga hendak menenggelamkan bayinya yang kedelapan, Santanu mencegahnya dan Gangga pun akhirnya menyerahkan anak kedelapannya itu kepada Santanu sementara dirinya sendiri kembali menjelma menjadi aliran air sungai. Anak Gangga yang kedelapan ini bernama Dewabrata, dan dia adalah penjelmaan Dyaus.

==PERNIKAHAN KEDUA SANTANU==
Santanu tidak tahan menduda seumur hidupnya, sehingga pada suatu ketika saat ia bertemu dengan wanita bernama Satyawati dan hendak menikahinya. Sama seperti Gangga, Satyawati juga mengajukan syarat pada Santanu, yakni supaya anak-anaknya dengan Santanu-lah yang kelak akan menjadi putra mahkota Hastina. Tapi Santanu sudah memiliki Dewabrata sebagai anak sulung sehingga mustahil bagi Santanu untuk mengabulkan keinginan Satyawati.

Mengetahui hal ini Dewabrata akhirnya bersedia melepaskan haknya sebagai putra mahkota dan mengucapkan dua sumpah :
1. Ia tidak akan pernah menjadi raja Hastina, tak peduli apapun yang akan terjadi nanti.
2. Demi menjaga garis keturunan Santanu dan Satyawati, Dewabrata tidak akan menikahi wanita manapun.
Karena mengangkat sumpah seperti itu, Dewabrata mendapatkan nama baru yakni Bisma, yang artinya : ‘Dia yang mengangkat sumpah yang mengerikan’.

==PENCULIKAN AMBA==
Dari Satyawati, Santanu memiliki dua putra yakni Citrānggada dan Wicitrawirya. Dua saudaranya tidak setangguh Bisma dalam hal ilmu perang. Cukup wajar, karena Bisma pernah berguru pada Parasurama Awatara, sementara adik-adiknya tidak. Suatu ketika diadakan sayembara memperebutkan putri dari Kerajaan Kasi, Bisma langsung berangkat ke sana dan menculik tiga orang Putri Kasi untuk dibawa ke Hastina.

Tiga putri itu adalam Amba, Ambalika, dan Ambika. Amba sebenarnya sudah dilamar oleh seorang raja lain, tapi karena tak sengaja diboyong Bisma, akhirnya pertunangannya batal. Citrānggada maupun Wicitrawirya tidak berani menikahi Amba karena dia sudah ditunangkan dengan orang lain. Menurut hukum, satu-satunya yang wajib menikahi Amba adalah Bisma. Tapi Bisma sudah bersumpah untuk membujang selamanya.

Akhirnya Amba pun minta tolong Parasurama, guru Bisma, untuk membujuk Bisma. Hasilnya? Gagal – nyaris total. Parasurama malah dihajar Bisma dan peristiwa ini membuat Parasurama ogah punya murid lagi dari kaum kesatria. Amba sendiri akhirnya berkelana tak tentu arah, meminta bantuan dari beberapa kesatria dan raja dari negeri-negeri lain untuk membela haknya. Tapi begitu mendengar bahwa mereka nanti akan berurusan dengan Bisma, satu per satu mereka mundur.

Saat Amba wafat, para dewa menjanjikan kesempatan bagi dirinya untuk membalas dendam pada Bisma di kehidupan selanjutnya sebagai Srikandi.

==TRAGEDI KEMATIAN PUTRA-PUTRA SATYAWATI==
Citrānggada wafat tak lama setelah menikahi Ambika dan Ambalika. Tahta dan istrinya kemudian diwariskan pada Wicitrawirya, tapi raja kedua ini juga wafat tanpa punya anak. Tahta Hastina dalam kondisi kritis dan karena Bisma tak mau menikah juga, Satyawati memanggil putranya dari pernikahan sebelumnya yakni Byasa, untuk ‘bikin anak’ dengan kedua permaisuri itu. Hasilnya adalah tiga bersaudara Destarastra – yang buta, Pandu – yang albino dan kaku lehernya, dan Widura – yang sebetulnya ibunya normal tapi karena ibunya Sudra sehingga tidak berhak atas tahta.

==PERSELISIHAN PANDAWA DAN KURAWA==
Destarastra menurunkan para Kurawa – Seratus Perkasa Keturunan Wangsa Kuru, sementara istri-istri Pandu yakni Kunti dan Madrim menurunkan Pandawa – yang artinya Putra-Putra Pandu meski pada kenyataannya mereka bukan putra Pandu . Kurawa dan Pandawa selalu berselisih sejak mereka muda. Perselisihan ini sudah berulang kali coba ditengahi oleh Bisma dan Widura tapi pada satu titik tidak bisa diredam lagi dan akhirnya meletuslah Bharatayuda.

Bisma yang sudah tua tapi masih perkasa itu ditunjuk Duryodhana – si sulung dari kaum Kurawa – untuk menjadi Senapati Agung alias Panglima Perang. Bisma memimpin pasukan Kurawa selama sepuluh hari. Selama sepuluh hari itu pula ia tidak bisa ditaklukkan oleh para Pandawa. Bima, Arjuna, Nakula, dan Sadewa sudah berusaha menumbangkan Bisma tapi tidak berhasil. Drestadyumna – kakak Drupadi dan Srikandi – juga mencoba menantang Bisma tapi juga kalah. Baru pada hari kesepuluh ketika Srikandi maju ke garis depan dan memanahi Bisma, kesaktian Bisma hilang, dan Bisma pun tumbang, terbaring di tengah Padang Kuruksethra dengan tubuh tertembus anak-anak panah dan baru mangkat pasca Bharatayudha usai.

Meskipun tumbang, Bisma tidak langsung mati. Pada malam harinya kedua pihak yang bertikai, Pandawa dan Kurawa berkumpul di sekitar Bisma. Pada saat itu, Bisma, yang tahu tentang jati diri Karna, meminta Karna beralih pada Pandawa tapi Karna tidak mau. Kurawa pun tidak mau berdamai dan perang pun terus berlanjut.

Ketika Pandawa memenangkan perang itu, mereka berlima kembali menghadap Bisma dan Bisma memberikan wejangan terakhir pada Pandawa, utamanya Yudhistira, tentang cara-cara menjadi raja yang baik. Sesuatu yang konon pernah ia ajarkan pada Duryodhana namun tak pernah ditanggapi Duryodhana dengan baik. Bisma pun mangkat pasca memberikan wejangan terakhir itu. Hukumannya di dunia ini selesai dan ia kembali menjadi Astawasu.

==TRIVIA==
• Dalam suatu versi, Bisma juga bisa menggunakan anak panah Pasuphatra (Pasopati) sama seperti Arjuna.
• Bisma adalah manusia awatara terkuat kedua dalam masa Treta-Yuga. Secara teoritis, hanya Kresna yang bisa mengimbangi kekuatan Bisma. Arjuna – jika tidak didampingi Kresna – konon belum mampu melawan Bisma.
• Bisma dan Rsi Drona saling kenal karena sama-sama saudara seperguruan (murid Parasurama). Bisma pulalah yang mengizinkan Drona tinggal di Hastina dan menjadi guru ilmu perang bagi Kurawa dan Pandawa.
• Dalam versi India, Srikandi (Shikandi) adalah seorang wanita yang menjelma menjadi pria. Di Nusantara, Srikandi adalah wanita yang menempuh jalan menjadi seorang kesatria.
• Astawasu dipimpin oleh Prithu (Bumi) yang kemungkinan adalah wujud maskulin dari Pertiwi.
• Para ahli etimologi dan antropologi pada abad ke-19 (dan tampaknya sampai saat ini) meyakini bahwa kata-kata dalam bahasa Latin dan turunannya berasal dari bahasa Sansekerta. Misalnya : Dyaus => Dyeus => Zeus ; atau Pitar => Pater => Father; dan Dyaus Pitar => Zeus Pitr => Jupiter.

Sumber :
1) Widyaseputra, Manu J. 2007. Bantal Tilu Jamparing di KuruSetra: Bisma Gugur menurut Tradisi Mahabharata. http://jurnal.ugm.ac.id/jurnal-humaniora/article/view/1263
2) http://en.wikipedia.org/wiki/Vasu
3) http://en.wikipedia.org/wiki/Dyaus
4) Gonick, Larry . 2006. Kartun Riwayat Peradaban Jilid II (Bab 8-13 : Dari Berseminya Cina Hingga Rontoknya Romawi). Kepustakaan Populer Gramedia : Jakarta.
5) Divakaruni, Chitra Banerjee. 2009. Istana Khayalan. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.
6) Mahabaratha
Sumber dari Le Chateau de Phantasm di Facebook :


Berita Antar Dunia

Pusat Berita Dunia-Dunia