Selamat Datang, Para Penjelajah!

Bersiaplah untuk menjelajahi dunia ciptaan imajinasi dari para pencipta dunia dari Indonesia. Dunia-dunia penuh petualangan, keajaiban dan tentunya konflik antara kebaikan dan kejahatan. Maju terus para penulis fantasi Indonesia! Penuhi Takdirmu!

Fantasy Worlds Indonesia juga adalah blog resmi dari serial novel, komik, game dan multimedia FireHeart dan Evernade karya Andry Chang yang adalah versi Bahasa Indonesia dari NovelBlog berbahasa Inggris Everna Saga (http://fireheart-vadis.blogspot.com) dan FireHeart Saga (http://fsaga.blogspot.com)

Rubrik Utama Fantasindo

29 September 2014

Mitospedia Vedic: Avatar Virabhadra dan Durwasa, Wahana Nandi





MITOSPEDIA VEDIC / VEDA / HINDU / INDIA
AWATARA SIWA – VIRABHADRA

Nama lain : Veerabhadra
Arti Nama : Amarah, Sahabat Para Pahlawan.
Ras : Dewa, Gana, Awatara Siwa
Senjata : pedang, kapak, tombak, trisula, gada, danda (tongkat pemukul), busur panah, dan elemen (api tanah, air, angin).
Masa Kemunculan : Satya Yuga
Partner : Bhadrakali
Lawan Utama : Prajapati Daksha

Dan Mahadewa mengeluarkan dari mulutnya, sesosok makhluk mengerikan, yang hanya dengan melihat wujudnya saja bisa membuat seluruh rambut seseorang berdiri tanpa terkecuali. Kobaran api yang memancar dari tubuhnya membuatnya terlalu mengerikan untuk dipandang. Ia memiliki banyak lengan dan setiap lengannya memegang senjata yang memancarkan ketakutan bagi siapapun yang menatapnya. “Aku dikenal sebagai Virabhadra, dan aku lahir dari amarah Sang Rudra (Siwa). Wanita ini (yang adalah temanku), dikenal sebagai Bhadrakali dan ia lahir dari murka para dewi.”
(Santi Parwa: Mokshadharma Parwa: Bagian CCLXXXIV)

Virabadhra ... adalah wujud lain / awatara Bhatara Siwa yang sangat ditakuti oleh dewa-dewa lainnya setelah apa yang ia lakukan di upacara korban yang dilakukan oleh Daksha. Latar belakang kemunculan awatara ini dimulai ketika Daksha yang mengadakan suatu yajna (upacara korban besar-besaran) secara sengaja tidak mengundang Sati dan Siwa, sebagai wujud ketidaksetujuannya atas pernikahan dua pasangan itu.

Sati merasa ayahnya sebenarnya mengundang mereka dan membujuk Siwa untuk ikut bersamanya ke upacara itu, tapi Siwa menolaknya. Siwa beranggapan bahwa dengan tidak mengundang mereka secara langsung (maupun tidak langsung), Daksha sama sekali tidak ingin mereka berdua hadir di sana. Tapi karena Sati merasa dirinya bakal dicap sebagai anak kurang ajar dan tidak berbakti jika tidak menghadiri upacara ayahnya, tetap bersikeras pergi. Dengan didampingi beberapa gana, Sati turun dari Kailash dan menuju istana Daksha.

Daksha sendiri memang sengaja tidak mengundang anak dan menantunya itu karena secara umum, Daksha tidak pernah menyetujui pernikahan Sati dan Siwa. Daksha dan Siwa adalah dua kutub yang saling berlawanan. Keduanya sama-sama dewa yang menjunjung tinggi laku tapa, tapi jika Daksha mematuhi standar-standar umum yang diberlakukan bagi para pertapa zaman itu (tidak berambut panjang, tidak bicara keras-keras, tidak minum arak, tidak tertawa keras-keras, tidak bertindak secara tidak pantas), Siwa adalah kebalikan dari itu semua. Siwa memanjangkan rambutnya, kadang-kadang minum arak, tinggal di tempat-tempat yang tidak lazim seperti kuburan dan lapangan tempat kremasi jenazah, serta menyanyi dan menari kapanpun dia mau. Saat mengadakan yajna, Daksha mengundang seluruh keluarganya, sekutunya, dewa-dewa kahyangan, para rsi, para raja bawahannya, minus Sati dan Siwa. Ia juga memajang patung Siwa di pintu gerbang yang konon ia perlakukan dengan ‘tidak hormat’ (entah perlakuan macam apa yang dilakukan Daksha).

Ketika Sati tiba, Daksha mencibir ke arah Sati dan bertanya, “Kenapa kau ada di sini Sati? Kau kan bahkan tidak diundang? Atau mungkin akal sehatmu sudah kembali? Dan kenapa kau kemari dengan segala binatang liar itu, oh ya, bukankah suamimu itu juga disebut Dewa Alam Liar? Tapi sayang Sati, aku tak mau mengotori upacara agung ini dengan mengundang dewa dekil macam Siwa, yang sehari-harinya menghabiskan waktu di pekuburan bersama pencuri dan pelaku kriminal lainnya, dengan orang-orang sakit dan lapar (kasta Sudra dan golongan Paria), yang rambutnya panjang serta kusut, dan pakainnya hanya pakaian kulit binatang.”

Dan beberapa tamu pun mulai menertawakan Sati dan Siwa. Sati sakit hati dan bertanya kenapa Daksha bisa setega itu pada anak dan menantunya. Jawaban yang ia terima hanya bentakan. Ketika Daksha sekali lagi menghina Siwa, Sati terdiam sebelum akhirnya menjawab bahwa ia tidak lagi menginginkan dirinya menjadi darah daging Daksha. Sati kemudian bersila, memusatkan pikirannya dan bersumpah akan memutuskan segala ikatan keluarga dengan Daksha. Api mulai membakar tubuhnya dan di saat itulah petaka mulai muncul bagi seluruh peserta upacara itu.

Gana yang mengawal Sati, langsung melabrak ke dalam lapangan dan menyerang para peserta upacara namun mereka dipukul mundur dan dipaksa kembali ke Kailash. Ketika Siwa yang mendengar apa yang terjadi, Siwa shock, terdiam, menangis, sebelum kemudian marah besar. Dari mulutnya ia mengeluarkan sesosok makhluk mengerikan bernama Virabhadra. Ada juga versi yang menyebutkan bahwa Siwa sendirilah yang menjadi Virabhadra. Siwa kemudian memerintahkan Virabhadra menuju yajna itu sekali lagi dan membunuh semua yang hadir di situ. Tanpa kecuali.

Dan itulah yang dilakukan Virabhadra. Ia membunuh para raja, kesatria, rsi, dan beberapa dewa yang hadir di sana. Seorang dewa kekayaan bernama Bhaga lolos dari maut namun matanya dibutakan oleh Virabhadra. Beberapa dewa ia lemparkan ke sepenjuru lapangan, Indra ia injak-injak, dan tongkat milik Yama ia rusak. Pada puncaknya, Virabhadra memenggal kepala Daksha. Para dewa dan tamu yang masih selamat berdoa kepada Siwa untuk menghentikan Virabhadra dan mengembalikan nyawa Daksha.

Siwa pun tiba di tempat itu dan menghentikan aksi Virabhadra. Pasca melihat kekacauan yang ditimbulkan Virabhadra serta mendengar permohonan para dewa, Siwa mendekati jasad Daksha yang sudah tak berkepala lalu menempatkan kepala kambing di sana. Daksha kembali hidup, tapi kepalanya yang asli sudah lenyap dan sejak saat itu ia menjadi dewa berkepala kambing. Daksha yang hidup kembali akhirnya tunduk di hadapan Siwa, dan sejak saat itu memanggil Siwa dengan sebutan Shankar (Shankara) – yang baik serta bajik. Para dewa lain pun turut bersujud di hadapan Siwa. Bhaga yang sempat dibutakan Virabhadra pun akhirnya dipulihkan penglihatannya.

Tapi Sati tetap tidak bisa hidup lagi dan itu membuat Siwa sangat bersedih hati. Ia akhirnya memanggul jasad istrinya dan mengembara tak tentu arah dan mulai bertingkah layaknya orang tidak waras. Beberapa dewa yang mengikutinya mulai khawatir dengan kondisi ini. Tak peduli apapun yang mereka lakukan, mulai dari perapalan mantra, trik, lawakan, musik, maupun tarian, tak mampu mengembalikan Siwa ke pikiran warasnya. Sampai ketika Wisnu mendatangi Siwa dan mencacah jasad Sati menjadi 52 bagian dengan cakramnya. Siwa tidak langsung sadar, tapi ketika menyadari bahwa jasad Sati sudah tidak ada lagi. Siwa pun mulai undur diri sekali dari dunia. Ia kembali menjalani tapa dan sampai berabad-abad kemudian bergeming di Kailash. Sampai kemudian ia bertemu Parwati.

Sumber :
http://www.sacred-texts.com/hin/m12/m12b111.htm
http://www.sacred-texts.com/hin/vp/vp043.htm
http://en.wikipedia.org/wiki/Virabhadra
http://en.wikipedia.org/wiki/Bhaga
http://www.naturallyyoga.com/files/shiva_sati.htm

==TRIVIA==
• Meski tidak pernah disebutkan lagi, Bhadrakali tampaknya ikut andil dalam penyerbuan ke yajna Daksha.
• Sosok Bhadrakali digambarkan mirip dengan sosok Dewi Kali, yang merupakan aspek / awatara dari Parwati.
• Ada berbagai anggapan ke mana Virabhadra setelah penyerbuan ini, ada yang beranggapan ia kembali bersatu dengan Siwa, ada pula yang beranggapan bahwa Virabhadra akhirnya menjadi salah satu gana yang menjaga kediaman Siwa.
• Pasca peristiwa ini, setiap kali para dewa mengadakan upacara, Siwa akan selalu diundang.
• Salah satu versi menceritakan pasca Virabhadra mengamuk, ia langsung kembali ke Kailash, para dewa minta tolong Brahma menemani mereka menghadap Siwa untuk mengajukan perdamaian. Siwa menerima usul perdamaian mereka. Di versi ini, Wisnu juga ikut kena hajar Virabhadra dan Siwa tidak berkelana seperti orang tidak waras.



AWATARA SIWA – DURWASA, SI PEMARAH

Nama lain : Durvasa
Arti Nama : Yang Sangat Merepotkan, Yang Mengenakan Jubah Kotor
Ras : Manusia Awatara, Awatara Siwa, Chiranjiwin (Mungkin)
Golongan : Brahmana
Senjata : Shapa (kutukan)
Masa kemunculan : Satya Yuga, Treta Yuga, dan Dwapara Yuga.
Lawan Utama : Tidak ada, hampir semua orang ia musuhi.

Di antara seluruh manusia awatara yang pernah hadir ke dunia, barangkali Durwasa adalah manusia awatara sekaligus brahmana yang paling merepotkan semua orang yang ia datangi. Durwasa adalah brahmana paling ‘rewel’ dan mudah naik darah dibandingkan brahmana-brahmana lainnya. Bahkan Parasurama Awatara (https://www.facebook.com/LCDP.Official/photos/a.831363553543076.1073741838.307835652562538/859581364054628/?type=1&permPage=1) sekalipun ‘kalah seram’ jika harus dibandingkan dengan Durwasa. Parasurama masih bisa ‘diajak ngomong’ dan diberi pengertian sementara Durwasa tidak.

==KELAHIRAN==
Ada masanya ketika para Trimurti sekalipun berselisih paham dengan sengit dan di antara Trimurti, Siwa adalah yang paling berbahaya jika sudah lepas kontrol. Perselisihan itu membuat amarah Siwa memuncak dan membuat dewa-dewa lain undur diri (baca: lari) dari hadapan Siwa supaya tidak terkena efek kemarahan beliau (mereka sudah kapok dengan kejadian Virabhadra beberapa waktu yang lalu). Parwati kemudian protes pada Siwa dengan mengatakan rasanya mustahil dirinya bisa hidup dengan suami pemarah seperti Siwa (baca : Parwati mengancam cerai). Sadar bahwa perilakunya merepotkan dan menyebalkan istrinya, Siwa berusaha meredam amarahnya, tapi karena sulit, akhirnya Siwa mengalihkan sebagian rasa amarahnya kepada Anasuya, istri seorang Prajapati bernama Atri.

Anasuya sendiri adalah ibu dari Dattareya, awatara gabungan Brahma, Wisnu, dan Siwa (lihat : https://www.facebook.com/LCDP.Official/photos/a.831363553543076.1073741838.307835652562538/838368156175949/?type=1&permPage=1). Dan efek dari tindakan Siwa ini adalah hamilnya Anasuya dan lahirlah seorang anak yang rewel dan pemarah bernama Durwasa.

==PEMICU SAMUDRA MANTHAN==
Durwasa adalah brahmana Siwasidanta yang sering menjalankan lelaku ekstrem (dalam beberapa hal lebih ekstrem daripada Aghori, meski tidak pernah dicatat bahwa Durwasa pernah makan jenazah). Salah satu lelaku ekstremnya adalah berjalan tak tentu arah dalam suatu lelaku yang mensyaratkan dirinya berlaku bak orang tidak waras. Pada suatu hari ia bertemu dengan bidadari dan meminta karangan bunga yang menghiasi kepala bidadari itu. Bidadari itu menyerahkan karangan bunga miliknya pada Durwasa.

Durwasa mengenakan karangan bunga itu di kepalanya kemudian melanjutkan perjalanannya. Di tengah jalan ia bertemu dengan Indra, raja para dewa, yang tengah menunggangi gajah Airawata. Sebagai tanda hormatnya pada sang raja dewa, Durwasa menyerahkan karangan bunga yang diberikan bidadari tadi kepada Indra (meski cara memberikannya agak tidak sopan : dilempar ke Indra yang masih menaiki gajah). Indra sudah paham kelakuan sang rsi dan menangkap karangan bunga itu lalu meletakkannya ke kepala Airawata.

Tapi Airawata jengkel dengan aroma bunga yang terlalu kuat itu sehingga gajah itu menggoyang-goyangkan kepalanya lalu melemparkan karangan bunga itu ke tanah. Durwasa yang masih ada di sana dan melihat pemberiannya dibuang begitu saja langsung melepaskan kutukan kepada Indra yang mengurangi kekuatan Indra dan seluruh dewa-dewa yang ia perintah. Meski Indra sudah minta maaf dan mengatakan bahwa ini semua adalah kesalahpahaman, Durwasa tetap tidak mau mendengar alasan Indra. Kutukan ini membuat kekuatan dewa menjadi jauh berkurang dan perlahan-lahan akan menghilang. Tahu Durwasa sudah mengutuk para dewa, Mahabali pun melancarkan serangan ke kahyangan dan Indra pun terpaksa mundur.

Para dewa kemudian menghadap Wisnu dan Wisnu menyarankan, guna mengurangi efek kutukan ini, para dewa harus bekerjasama dengan para asura untuk mengaduk lautan susu guna mendapatkan amerta – air keabadian. Pasca mendapatkan amerta, efek kutukan Durwasa jauh berkurang meski tetap saja, sedikit demi sedikit kekuatan para dewa berkurang.

==SHAKUNTALA==
Ada seorang gadis muda bernama Shakuntala. Ia adalah anak biologis dari Wiswamitra (guru Rama dan Laksmana) namun tidak diasuh oleh seorang Rsi bernama Kanwa. Shakuntala menarik hati seorang raja bernama Dhusyanta dan raja itu pun menikahi Shakuntala. Namun sang raja harus kembali ke kerajaannya untuk beberapa saat dan meninggalkan Shakuntala di hutan namun berjanji kelak akan menjemputnya.

Sebagaimana lazimnya pengantin baru, Shakuntala sehari-hari selalu membayangkan wajah Dhusyanta hingga suatu hari rumahnya kedatangan tamu yang tak lain adalah Durwasa. Tapi ketika Durwasa datang, Shankuntala tidak menghiraukannya dan ia baru sadar ada tamu ketika Durwasa mengutukinya supaya siapapun orang yang Shakuntala bayangkan akan melupakannya. Ngeri akan efek kutukan Durwasa, seorang teman Shakuntala menyusul Sang Rsi dan menjelaskan duduk perkaranya dan memohon supaya Sang Rsi mengampuni Shakuntala. Kali ini Durwasa bersikap agak lunak. Ia mengubah kutukannya dan memastikan bahwa Dhusyanta kelak akan kembali kepada Shakuntala ketika sang raja melihat benda pemberian yang ia berikan pada Shakuntala. Shakuntala sendiri kelak akan menjadi ibu dari Bharata – moyang Bisma dan raja-raja Hastina lainnya.

==RAMAYANA==
Pasca menjadi Raja Ayodhya, seorang rsi – yang sebenarnya adalah Yama, dewa kematian – mendatangi Rama dan hendak berbincang empat mata secara pribadi. Yama mengingatkan Rama bahwa perbincangan mereka tidak boleh didengar orang lain ataupun diinterupsi dan orang lain yang mendengar perbincangan mereka harus dibunuh. Rama setuju dan menyuruh saudaranya, Laksmana, untuk menjaga di depan.

Lalu datanglah Durwasa dan ia memaksa Laksmana untuk memberitahukan kedatangannya pada Rama. Laksmana membujuk sang rsi untuk menunggu sampai pembicaraan Rama dengan Yama selesai tapi Durwasa sekali lagi bersikap rewel dan mengancam akan mengutuki seluruh Ayodhya jika Laksmana tidak memberitahu Rama soal kedatangannya. Laksmana pun akhirnya terpaksa masuk dan melihat hal ini Rama menjadi bimbang. Sebab ia tidak tega membunuh saudaranya sendiri.

Pada akhirnya, Rama meminta Laksmana pergi dari Ayodhya demi kebaikan dirinya dan Rama. Laksmana pun akhirnya menjadi pertapa di Sungai Sarayu (Serayu) dan sampai akhir hidupnya, Laksmana tidak pernah menemui Rama lagi.

==MAHABARATHA==
Meski punya reputasi ‘tidak baik’ selama ini, ada masanya di mana Durwasa bisa jadi pribadi yang ‘menyenangkan’. Hal ini dialami oleh Kunti, yang kelak akan menjadi istri Pandu, dan ibu bagi para Pandawa. Di masa mudanya, ayah Kunti kedatangan tamu rsi menyebalkan yang satu ini dan sang raja meminta tolong pada Kunti untuk melayani rsi ini sebaik-baiknya.

Kunti melayani sang rsi dengan sabar – tak peduli betapa seringnya rsi itu mengomel, dan selalu menyediakan permintaan sang rsi meski permintaannya kadang aneh dan agak tidak masuk akal (seperti minta makan di tengah malam di saat semua dayang dan juru masak sudah tidur). Ketika Kunti sanggup memenuhi itu semua, Durwasa sangat senang dan mengajarkan pada Kunti sebuah mantra dari Atharwaweda yang memungkinkan Kunti memanggil dewa manapun yang ia inginkan dan mendapatkan anak dari dewa-dewa itu.

Kunti pernah ceroboh memakai mantra ini untuk ‘main-main’ sehingga ia tak sengaja memanggil Surya – dewa matahari – dan melahirkan Karna. Saat menikah dengan Pandu dan Pandu tiba-tiba saja tidak bisa memberikan anak padanya, Kunti memanggil tiga dewa untuk memberinya anak yakni : Yama (ayah dari Yudhistira), Bayu (ayah dari Bima), Indra (ayah dari Arjuna. Ia juga mengajarkan mantra ini pada istri kedua Pandu yakni Madri dan Madri pun mendapatkan si kembar Nakula dan Sadewa dari Aswin – dewa pengobatan.

Saat Pandawa dibuang ke dalam hutan, Durwasa mengunjungi Duryodhana dan pasca menjamu sang rsi, Duryodhana meminta Durwasa mengunjungi para Pandawa pula supaya para Pandawa mendapatkan sedikit ‘penghiburan’ (Alasan sebenarnya : supaya Pandawa kena kutuk Durwasa karena mustahil memuaskan permintaan Durwasa dengan kondisi yang serba minim). Durwasa pun mendatangi Pandawa dan Pandawa (terutama Bima) langsung kelimpungan mencari makanan di hutan. Drupadi yang menjaga rumah langsung ketakutan setengah mati karena ada rsi satu ini mampir ke rumah mereka. Tapi kemudian datanglah Kresna dan Kresna minta tolong pada Drupadi untuk memberinya makan (seadanya). Drupadi menyodorkan mangkok kosong yang isinya hanya sebiji beras dan sekerat sayur dan menyatakan bahwa ia puas dengan ‘makanan’ yang disajikan Drupadi.

Karena tahu bahwa Kresna adalah Wisnu itu sendiri dan Wisnu sudah menyatakan dirinya puas atas makanan yang dihidangkan Drupadi, Durwasa pun menjadi malu dan secara diam-diam pergi dari rumah para Pandawa dan tidak pernah lagi mampir ke sana. Para Pandawa yang kembali dari perburuan mencari makanan akhirnya batal menjamu Durwasa namun mereka mendapat stok bahan makanan tambahan.

==TRIVIA==
• Seperti kebanyakan awatara Siwa lainnya, Durwasa hanyalah perwujudan dari sebagian kekuatan Siwa. Siwa, tidak seperti Wisnu, jarang menjelma sepenuhnya menjadi awatara yang turun ke dunia.
• Pasca Bharatayudha berakhir, Durwasa tidak pernah disebutkan lagi dari kisah manapun. Mungkin ia sudah mangkat, atau mungkin ia masih hidup sama seperti Parasurama.
• Ayah Durwasa, Atri, adalah Sapta Rsi, namun Durwasa sendiri tidak termasuk golongan Sapta Rsi.
• Jumlah murid Durwasa adalah 10.000, dan 10.000 muridnya ini konon selalu mendampinginya dalam pengembaraannya dari satu kerajaan ke kerajaan lainnya.

Sumber :
Sripad Durvasas, http://www.salagram.net/gp-durvasas.htm
Wisnu Purana, Bab IX, http://www.sacred-texts.com/hin/vp/vp044.htm
http://en.wikipedia.org/wiki/Durvasa


NANDI – WAHANA SIWA

Nama Lain : Nandin, Nandini, Andini, Nandiswara, Nandikeswara
Arti Nama : Banteng, Lembu, Yang Membawa Kebahagiaan, atau Yang Berbahagia (Nandi), Penurut (Andini).
Ras : Manusia Awatara => Upadevata, Wahana
Peran : Penjaga Gerbang Iswaraloka / Gunung Kailash, Wahana Batara Siwa.
Realm : Iswaraloka

==WUJUD==
Nandi adalah lembu tunggangan Batara Siwa yang mungkin namanya kalah tenar dibanding temannya sesama wahana yakni Garuda. Tunggangan Batara Siwa ini digambarkan dalam berbagai wujud antara lain lembu putih biasa (kurang lebih sama seperti kerbau bule peliharaan keraton Surakarta atau sapi putih tanpa corak hitam) atau manusia berkepala lembu (yang seluruh tubuhnya albino).

==KELAHIRAN==
Pada mulanya wujud Nandi bukan sapi jantan seperti yang sekarang ini, tapi manusia. Alkisah seorang brahmana pertapa bernama Shilada melakukan tapa keras kepada Indra guna memohon supaya ia diberikan anak yang bisa hidup abadi. Indra yang terkesan akan tapa Shilada datang menemui Shilada dan menanyakan apa permintaannya. Namun ketika mengetahui bahwa Shilada menghendaki anak yang tidak bisa mati, Indra menyatakan bahwa permintaannya ada di luar kuasa dan kekuatannya. Karena itu ia menyarankan agar Shilada melanjutkan kembali tapanya, kali ini kepada Siwa.

Shilada pun meneruskan tapanya tapi tapa untuk memohon sesuatu kepada Siwa adalah tapa yang memakan waktu paling lama di antara tapa-tapa lainnya, perlahan-lahan koloni rayap mulai membangun sarang di sekitar Shilada. Lalu serangga-serangga mulai memakan kulit, daging, dan darah Shilada hingga yang tersisa tak lebih dari tulangnya semata. Dan saat dirinya tinggal sukma yang tinggal dalam tulang itulah, Siwa muncul di hadapannya, mengembalikan wujudnya seperti sediakala dan berjanji akan mengabulkan permohonan Shilada.

Shilada pun melakukan yajna – upacara persembahan korban bakaran – dan seorang anak lelaki keluar dari dalam api. Anak itu mengenakan zirah dari berlian dan kemunculannya konon diiringi musik serta tari-tarian bidadari kahyangan. Anak itu diberi nama Nandi, yang artinya : Dia Yang Membawa Kebahagiaan. Tapi ketika Shilada membawa Nandi pulang, tiba-tiba saja seluruh atribut ilahiahnya menghilang. Anak itu bahkan tidak ingat peristiwa keluarnya ia dari api persembahan. Shilada sempat khawatir, tapi akhirnya memutuskan untuk mengesampingkan hal itu dan memutuskan untuk mendidik anak itu sebaik-baiknya.

Pada usia tujuh tahun, Nandi sudah fasih soal Weda dan segala jenis teks-teks suci lainnya (seperti Purana dan Strotam). Suatu ketika dua dewa yakni Mitra dan Varuna mendatangi Rsi Shilada dan ketika melihat Nandi, mereka mengatakan bahwa meski Nandi adalah anak yang luar biasa, umurnya tak akan panjang. Mereka meramalkan usia Nandi tidak akan lebih dari 8 tahun.

Reaksi Shilada? Malu, sedih, dan galau. Mengetahui suasana hati ayahnya yang begitu, Nandi mulai berdoa kepada Siwa dan Siwa pun muncul di hadapan anak itu. Siwa memberkati Nandi, memberikan anak itu seuntai kalung dan menyatakan bahwa Nandi kelak akan dipuja bersama-sama dengannya, Nandi akan menjadi wahana Siwa.

Segera sesudah itu, wujud Nandi berubah menjadi setengah manusia dan setengah lembu jantan. Ia kemudian meninggalkan rumah Shilada dan sejak itu tinggal bersama Siwa di Iswaraloka.

==SAMUDRA MANTHAN==
"Nandi telah menyerahkan diri seutuhnya kepadaku, karena itu ia mendapatkan semua kekuatanku dan juga perlindungan dariku. "
(Siwapurana)
Sama seperti majikannya, Nandi juga tidak terpengaruh oleh racun halahala yang keluar dari samudra yang diaduk oleh dewa dan asura. Dalam satu versi di mana Siwa sudah menikahi Parwati saat Samudra Manthan terjadi, Parwati mencekik leher Siwa dan menggunakan kekuatannya untuk mengurung halahala di tenggorokan Siwa. Tapi akibat reaksi spontan Parwati ini, sebagian kecil halahala termuntahkan dari mulut Siwa. Nandi langsung menelan muntahan racun itu dan seluruh dewa dan asura yang hadir di sana langsung ketakutan kalau-kalau Nandi nanti mati. Tapi nyatanya Nandi tetap hidup, karena ia memiliki kekuatan yang sama (atau mungkin hampir sama) dengan majikannya.

==KARAKTER==
Entah kenapa meski Siwa digadang-gadang sebagai dewa penghancur, abdi-abdi Siwa – termasuk Nandi – jauh lebih ‘tenang’ daripada abdi-abdi Wisnu. Oke, lupakan juga Nandi ala serial Mahadewa yang agak ‘lebay’, Nandi yang asli jauh lebih tenang, pendiam, tidak cengeng serta tidak gampang naik darah. Tapi kesetiaannya pada Siwa kadang terlalu ‘kelewat batas’, sehingga saat Siwa dan Parwati menunjuk Nandi menjadi juri permainan lempar dadu, Nandi malah menyatakan Siwa yang menang meski jelas-jelas Parwati yang menang. Hal ini membuat Parwati marah dan membuat Nandi harus mempersembahkan sejumlah makanan kesukaannya (rumput hijau) pada perayaan ulang tahun Ganesha sebelum dimaafkan oleh Parwati.

Bicara soal hubungannya dengan Ganesha ... pada awalnya Nandi-lah yang memimpin para Gana, namun setelah Parwati menciptakan Ganesha (ya, menciptakan, bukan melahirkan ) dan bocah itu mempecundangi Nandi sampai berkali-kali, posisi pemimpin para Gana diberikan pada Ganesha.

==NANDI DI NUSANTARA==
Di Nusantara, arca Nandi kadang ditemukan di reruntuhan candi beraliran Siwasidanta. Agak jarang sih, karena yang lebih sering ditemukan adalah arca lingga-yoni. Beberapa arca Nandi yang lumayan utuh ditemukan di Prambanan dan Pringapus, Kabupaten Temanggung. Di Prambanan sendiri, ada dua arca Nandi, yang satu ada di dalam candi wahana Nandi dan yang satu lagi dipakai sebagai pijakan patung Durga (Roro Jonggrang). Arca Nandi di kaki Roro Jonggrang sendiri menurut legenda yang berkembang di masyarakat konon merupakan jelmaan Bandung Bondowoso.

Dalam pewayangan, Siwa yang berubah nama menjadi Manikmaya masih mempertahankan atribut kendaraannya yakni lembu Nandi, meski namanya diubah sedikit menjadi Andini atau Nandini dan beberapa versi mengganti jenis kelaminnya menjadi sapi betina. Andini sendiri punya rekan kerja bernama Andana, seekor sapi tunggangan dewa juga.

Sumber :
1. http://en.wikipedia.org/wiki/Nandi_(bull)
2. http://www.britannica.com/EBchecked/topic/402550/Nandi
3. http://gjb3112annapus.wordpress.com/arkeologi-klasik/arca-nandi-wahana-siva-di-candi-pringapus-2/
4. http://id.wikipedia.org/wiki/Nandini
5. Chopra, Deepak. 2007. India Authentic – Ganesha. Virgin Comics : Broadway, NY.
6. Kosasih, R.A. 2008. Wayang Purwa. Arlina Publisher.

==TRIVIA==
• Sama seperti wahana lainnya, Nandi kadang ditunggangi bergantian antara Siwa dan Parwati.
• Nandi adalah satu-satunya wahana yang wujud awalnya adalah manusia.
• Peristiwa keluarnya seorang anak dari dalam api persembahan bukan hanya dialami Nandi semata. Drupadi – istri para Pandawa (istri Yudhistira seorang jika di versi Nusantara) – dan saudara lelakinya, Drestadyumna, juga diceritakan keluar dari api persembahan.
• Nandi punya profesi sampingan sebagai ‘guru les’ bagi beberapa brahmana aliran Siwasidanta.

Semua artikel di atas bersumber dari:
Le Chateau de Phantasm (LCDP) Official Facebook Page

No comments:

Berita Antar Dunia

Pusat Berita Dunia-Dunia