Selamat Datang, Para Penjelajah!

Bersiaplah untuk menjelajahi dunia ciptaan imajinasi dari para pencipta dunia dari Indonesia. Dunia-dunia penuh petualangan, keajaiban dan tentunya konflik antara kebaikan dan kejahatan. Maju terus para penulis fantasi Indonesia! Penuhi Takdirmu!

Fantasy Worlds Indonesia juga adalah blog resmi dari serial novel, komik, game dan multimedia FireHeart dan Evernade karya Andry Chang yang adalah versi Bahasa Indonesia dari NovelBlog berbahasa Inggris Everna Saga (http://fireheart-vadis.blogspot.com) dan FireHeart Saga (http://fsaga.blogspot.com)

Rubrik Utama Fantasindo

30 June 2011

REOG

REOG Title Wallpaper 1024x768
REOG Wallpaper for PC 1024 x 768 - Left: Reog, Mid: Ragil, Right: Barong



Masa Raja-Raja Nusantara.
Birunya langit mulai meredup di atas hutan di perbatasan Kerajaan Kediri. Para unggas siang beterbangan kembali ke peraduannya di pohon-pohon rindang.
Namun burung-burung itu malah berpencaran ke langit lepas. Ada apa gerangan?
Rupanya mereka mendengar suara riuh-rendah dari dalam hutan itu, bersumber dari dua kelompok yang tengah berlaga. Kelompok pertama terdiri dari makhluk-makhluk aneh setengah manusia yang disebut siluman. Lainnya terdiri dari pendekar sakti berpakaian hitam-hitam dan berkulit semerah darah yang disebut Warok. Pasukan siluman tampak di atas angin, bertubi-tubi mendesak para Warok yang kalah jumlah.
Tampak di tengah kerumunan itu sesosok manusia yang terpuruk di tanah, berbulu bagai harimau dan rambutnya lebat mengembang, berwarna-warni bagai ekor merak. Di hadapannya seorang pria bertopeng berdiri tegak, tubuhnya seakan terbelit ribuan akar hijau.
“Ajalmu tiba, Singabarong,” ujar si topeng hijau sambil menghunjamkan cakar hitamnya ke arah lawan. Anehnya sang lawan malah bergeming. Laju cakar terhenti, tepat menggores kulit lehernya.
“Lakukanlah! Tunggu apa lagi, Reog?”
Reog menarik cakarnya dan berujar, “Aku tak membunuh lawan yang tak berdaya. Pergi!”
“HABISI AKU!”
“PERGI, sebelum aku berubah pikiran!”
Senyum Singabarong mengembang. Ia lalu bangkit dan berseru, “Pasukan, MUNDUR! Kau menang, Kelana Sewandana! Sang Dewi dari Kediri layak jadi milikmu!” Larilah ia bersama sisa pasukannya.
Tiba-tiba seorang Warok berjanggut putih berseru, “KEJAR! HABISI MEREKA!”
Serta-merta seluruh pasukan Warok mengejar, meninggalkan si pemimpin tua bersama Raja Ponorogo Kelana Sewandana, Patih Bujang Anom dan Reog.
“Daulat Baginda, kini kita bisa meneruskan perjalanan,” ujar Warok Tua sambil berlutut bersama Reog.
“Bagus, Bagus! Kalian Warok memang pantas diandalkan,” ujar Raja Kelana sambil mengenakan Topeng Kencana pada wajah tampannya yang terluka berat akibat pertempuran tadi. “Terutama kau, Reog, yang mengalahkan Prabu Singabarong. Kau pantas mendapat anugerah tertinggi!”
Warok Tua menyela, “Ampun Baginda, tapi aku merasa ada pengkhianat di antara kita.”
“Benarkah? Siapa?” tanya Kelana, terperanjat.
“DIA!”
Secepat kilat, Warok Tua menyarangkan cakar hitamnya di tubuh si pengkhianat.
Tak siap, Reog hanya bisa berkata lirih, “A-apa... salahku, guru?”
“Pura-pura tak tahu?” hardik Warok Tua. “Musuh jelas takluk, tapi kau tak menghabisinya, malah melepaskannya. Entah kau bersekongkol dengan musuh atau kau sudah lupa aturan utama Warok, TIADA AMPUN! Karena itu, tiada ampun pula bagimu!”
Mendengar itu, Reog malah tertawa sekeras-kerasnya.
“Inikah harga sebuah kesaktian?” ujarnya. “Terjebak dalam aturan yang mengabaikan nurani dan kehormatan? PUIH! Aku tahu, kalian hanya iri pada kekuatanku dan mengincar topeng saktiku ini! Jadi dengar! Siapapun yang memakai topengku akan mati mengenaskan! Hanya pembela kehormatan sepertikulah yang berhak mewarisinya! HAHAHAHA!”
Seiring tawa terakhirnya, Reog meledakkan sisa tenaga dalamnya hingga mementalkan Warok Tua. Raga Reog luluh jadi debu, menyisakan topeng yang tergeletak di jalan setapak.
Dengan tubuh bergetar Warok Tua memungut topeng hijau bertanda matahari hitam di tengahnya itu. Ia terdiam di tempat, mengernyitkan dahi dan menggertakkan gigi.
==oOo==

REOG Chara Wallpaper 1024x768
REOG Chara PC Wallpaper 1024 x 768 - Ragil: Justice vs Bondan: Honor vs Johnny: Truth


Abad demi abad berlalu.
Matahari masih tetap bertakhta di puncak langit, membasuh rimba pencakar langit bernama Jakarta dengan sinar teriknya.
Udara panas, pengap dan berpolusi memeras semangat para pejalan kaki, tak terkecuali pemuda kurus, berambut gimbal dan berkulit sawo terlalu matang ini. Dengan wajah lesu ia menyeka peluh di keningnya. Senyum baru bersemi di bibir tebalnya saat kakinya melangkah ke dalam sebuah kafe di pinggir jalan itu.
Pemuda itu menoleh kiri-kanan lalu menghampiri seorang wanita yang duduk sendirian dekat jendela.
Wanita berparas ayu itu mengenakan blus putih yang dibalut blazer hitam serta celana jeans biru, tampak penuh kharisma. Ia menoleh, menatap si pemuda dengan mata jeli berkacamata, penuh selidik.
Tak sengaja mata si pemuda terpaku pada sebentuk cincin batu mirah di jari manis kiri wanita itu. Cincin itu tampak antik, merata kilau permatanya diterpa cahaya dari luar. Cepat-cepat ia mengalihkan perhatiannya dari benda itu.
“P… permisi… Ini Mbak Rania Giselda?” tanya si pemuda sesopan mungkin.
“Ya. Kamu pasti Bondan Prasetyo, bukan?” Rania mendelik.
Pemuda bernama Bondan itu mengangguk.
“Oke, duduklah.” Wanita itu tersenyum, mencairkan suasana.
Dengan anggun Rania menghirup Iced Hazelnut Latte-nya. Ujarnya, “Nah, Bondan. Perlu kamu tahu, saya adalah seorang detektif swasta. Seorang klien menyewa saya untuk menyelidiki kasus pencurian Topeng Reog dari Museum Nasional.”
“Saya melihat beritanya di internet. Tapi, apa hubungan saya dengan kasus itu?”
“Kamu adalah tersangka utamanya, Bondan.”
Mata Bondan terbelalak bagai disambar petir.
“Saya? Yang benar saja mbak! Kalau saya pencurinya, saya pasti sudah sembunyi!”
“Bicara itu mudah,” ujar Rania. “Untuk meyakinkan yang berwajib kita butuh BUKTI, bukan hanya bicara. Data dari museum menunjukkan namamu ada di daftar tamu sebagai peneliti Topeng Reog, lengkap dengan nomor ponsel dan alamat e-mail pula. Bukan hanya sekali, tapi dua belas kali dalam dua bulan.”
“Ya, penelitian saya itu untuk bahan artikel di blog saya. Apa mbak sudah membacanya?”
“Baru sekilas. Ngomong-ngomong, apa yang membuatmu tertarik pada Reog?”
“Saya tertarik karena menurut saya, Topeng Reog adalah bukti misteri sebuah legenda yang selama ini tersimpan rapat. Agar tahu lebih banyak, saya bahkan pergi ke Ponorogo menemui si penemu topeng.”
“Wah, sampai sejauh itu? Apa saja yang diceritakannya padamu?”
“Kata petani itu, ia tak sengaja terperosok ke dalam lubang di perbukitan. Ternyata itu sebuah gua. Topeng itu ia temukan pada sebuah prasasti dalam gua itu. Di prasasti itu ada tulisan yang dipahat dalam aksara Jawa Kuno.”
“Terkutuklah orang yang memakai Topeng Reog, Pendekar Darah Hitam,” sela Rania sambil menggeser jarinya di layar smartphone-nya.
“Persis,” ujar Bondan. “Si penemu menganggap tulisan itu gertak sambal saja. Ia membawa pulang topeng itu lalu menyerahkannya ke Museum Nasional.”
Rania mengangguk, “Oke. Kalau begitu saya punya satu berita lagi untukmu. Si penemu topeng ditemukan tewas mengenaskan beberapa hari yang lalu. Kulit di sekujur jenazahnya merah darah dengan urat-urat hitam bertebaran.”
“G-gila…!” Wajah Bondan sontak pucat-pasi. “Orang itu pasti pernah memakai Topeng Reog, lalu kena kutukan…!”
“Nah, karena pencurian itu terjadi kemarin, tak mungkin si almarhum itu pelakunya. Lagipula, saya sempat menyelidiki tempat kejadian dan menemukan ini.”
Rania mengeluarkan sebuah kantong plastik kecil berisi serpihan bulu putih. “Hasil pengujian laboratorium masih lama, tapi saya berani menyimpulkan ini bukan bulu manusia.”
Keringat dingin menitik di dahi Bondan. “Mbak Rania,” ujarnya. “Kasus ini sudah melibatkan siluman dan alam gaib. Maaf deh, s-saya tak berani... eh... Permisi...”
Melupakan sopan-santun, si gimbal bangkit dan bergegas keluar dari kafe. Belum jauh ia berjalan, tiba-tiba seorang pria menariknya ke dalam gang yang sepi, kumuh dengan bau sampah yang pekat.
Pria berpenampilan preman bertubuh kekar itu bertanya, “Kau Bondan Prasetyo?”
Masih pucat, Bondan menjawab sekenanya, “Y-ya… Siapa kau?”
Preman itu malah menyeringai aneh. Ujarnya, “Oh, sebentar lagi kau akan tahu siapa aku. Tapi karena kau terlalu banyak tahu tentang Topeng Reog, kau harus MATI!”
Mendadak wajah si preman berubah merah dan dijalari urat hitam. Warok. Jantung Bondan serasa copot melihatnya.
Sang Warok menerjang maju dengan pisau lipat di tangan. Bondan yang tak bisa ilmu beladiri mundur menghindar, namun pisau sudah mengancam jantungnya.
Tiba-tiba terdengar letusan. Sang Warok tersurut mundur dengan luka tembak di lengan. Bondan menoleh ke belakang dan melihat penyelamat jiwanya, Rania yang tetap membidik dengan pistol semi-otomatisnya.
Gadis itu berseru lantang, “TAHAN, BUNG! Menyerahlah, kalau tidak peluru berikutnya akan bersarang di jantungmu!”
Lagi-lagi Warok itu menyeringai, wajahnya jadi makin menyeramkan. Ujarnya, “Coba saja… KALAU BISA!”
Ia melabrak lagi, gerakannya lebih cepat dari yang tadi. Pistol menyalak lagi, dan ia bersalto di udara menghindari peluru. Warok itu mendarat dan maju lagi, namun langkahnya terhenti seketika. Dirabanya darah hitam yang mengalir dari luka tembak di dadanya.
“Uhh… Bagaimana bisa?”
Untuk memastikan sebabnya, preman itu menatap Rania yang kini menggenggam dua pistol, lalu menggertakkan gigi dalam geram.
Anehnya, luka fatal itu tak merobohkannya. Warok itu malah lari secepat kilat ke dalam gang. Ia bahkan mengelak tembakan ketiga Rania seakan luka-luka tadi tak pernah ada.
“BERHENTI KAU!” seru Rania. Ia bergerak akan mengejar, namun urung niatnya mendengar suara riuh. Ia menoleh ke arah massa yang mulai berkerumun di depan gang karena mendengar letusan pistol tadi. Cepat disarungkannya pistol di balik blazer-nya.
Dengan sigap Rania berteriak pada massa penonton, “Tenang semuanya! Mas ini tadi dipalak preman! Sudah beres sekarang! Mohon bubar!”
Karena tak ada yang bisa ditonton lagi, massa membubarkan diri. Tak lama kemudian, tinggal Rania dan Bondan saja di gang itu.
“Nah, jelas kan? Si penemu topeng pasti sudah memberitahukan identitasmu pada mereka. Jadi suka atau tidak, kamu sudah terlibat, Bondan. Tak ada jalan lari atau sembunyi, bahkan rumah kamupun tak aman lagi,” ujar Rania pada Bondan yang keringat dinginnya makin deras.
“J-jadi, itu tadi… Warok?”
Rania mengangguk.
“Aduh, Gusti. Saya ini masih mahasiswa, jomblo pula, belum siap mati! Harus bagaimana ini, mbak?”
Rania menatap lawan bicaranya lekat-lekat dan berujar, “Satu-satunya jalan, kamu harus membantu saya mengungkap kasus ini. Selain mendapat bukti kamu tak bersalah, penelitianmu pasti akan tuntas dan nyawamu aman. Tenang saja, saya pasti melindungimu.”
Bondan terpekur sejenak. Ia menghela napas lalu berkata, “Baiklah Mbak Rania, saya akan membantu. Nampaknya memang tak ada pilihan lain.”
“Bagus. Kalau begitu kita akan ke Ponorogo, ke gua tempat topeng itu ditemukan. Firasat saya mengatakan ada lebih dari petunjuk di sana. Kamu masih ingat letaknya, kan?”
“Y-yah, kurang-lebih…” jawab Bondan, garuk-garuk kepala.
“Bagus. Temui saya jam empat nanti di Gambir. Kita berangkat sore ini juga dengan kereta api. Nah, saya permisi dulu. Siapkan dirimu dan jangan terlambat!”
Bondan tak menjawab. Ia hanya terpaku saja di tempat, memandangi gadis cantik yang melenggang pergi dengan anggunnya itu. Tubuhnya masih gemetar, trauma akibat kejadian tadi.
==oOo==



DreamAvatar Chara: Reog, Barong & Rania.
Made with DreamAvatar in www.tektek.org

Ponorogo.
Langkah-langkah pelan menapaki lereng perbukitan di Barat Daya Kota Ponorogo, Jawa Timur. Sesekali langkah itu terhenti. Bondan melayangkan pandangannya ke hamparan pepohonan dan pemukiman di sekitar, menghirup udara sejuk yang mengisi kembali semangatnya. Peluh membasahi tubuh, wajah dan rambutnya.
“Ayo cari terus, Bondan! Jangan berhenti sekarang! Kita harus menemukan gua itu sebelum gelap!” tegur Rania. Wanita itu bersepatu bot, menyisiri sisi bukit dengan gerakan yang masih lincah, penuh semangat.
Wajah Bondan ditekuk seribu. “Iya, mbak, iya!” ujarnya. “Hmm, rasanya jalannya sudah benar, tapi kok guanya tak kelihatan?”
“Tajamkan penglihatanmu! Cari lebih teliti!”
“Duuh... Mbak sih sudah terlatih, lha saya? Jangankan pencak silat, jogging saja saya ja... AAAAHHHH!!!”
Tiba-tiba Bondan terperosok dalam sebuah lubang yang tersamarkan rumput. Tubuhnya terus meluncur bagai di mainan luncuran. Tak lama kemudian ia terpelanting, jatuh tengkurap di permukaan tanah datar.
“Awwww...”
Sambil meringis Bondan menegadah, melihat mulut gua yang lebar dengan obor-obor menyala di sisi-sisi dindingnya. Tak salah lagi, ini Gua Warok yang dikunjunginya bersama si penemu topeng waktu itu.
Tiba-tiba sesuatu yang berat menimpa punggungnya, membuatnya meraung kesakitan. “Si beban” diam sejenak, lalu terangkat dan berlutut di depan si gimbal. Rania.
“Wah, maaf. Saya juga terperosok tadi. Kamu baik-baik saja, kan?”
Suara Bondan lirih, “Rasanya... tadi ada... tulang... yang bergeser...”
“Sini!” Dengan cekatan Rania menarik dan mendudukkan “pasien”-nya. Lalu ia memijat tubuh Bondan layaknya ahli pijat refleksi.
“Bagaimana, sudah lebih baik?”
“Ehhh... l-lumayan...”
“AWAS!” Dengan kasar Rania menarik Bondan berdiri dan menyiagakan kedua pistolnya. Belum sempat protes, Bondan langsung menyadari maksud tindakan itu.
Empat pria muncul di kejauhan, menghadang di lorong gua. Wajah mereka merah-hitam dan beringas. Bondan mengenali salah satunya, preman yang menyerangnya baru-baru ini.
Si preman berseru, “HABISI MEREKA!”
Para Warok menyerbu bersamaan.
Tembakan bergema. Satu timah panas bersarang di dahi salah satu Warok, menewaskannya seketika. Tiga lainnya lantas mengeroyok Rania.
Tiba-tiba Rania berseru, “Bondaan, terobos mereka!”
“Tapi, mbak…!” ujar si gimbal panik.
“CEPAT! Biar kutangani sendiri!”
Dengan wajah meringis Bondan lari. Suara-suara letusan pistol, teriakan dan baku-hantam makin sayup-sayup…
Disusurinya lorong-lorong gua yang bercabang-cabang bagai labirin. Tak henti Bondan menoleh kanan-kiri, jangan-jangan ada Warok lagi yang menyergap. Tak lama kemudian, kakinya melangkah dalam sebuah ruangan luas.
Mata Bondan lantas terpusat pada sebuah prasasti batu di tengah ruangan itu. Ada benda hijau yang tergeletak di atasnya. Topeng Reog. Rupanya pusaka itu telah kembali ke tempat asalnya.
Saat Bondan menghampiri prasasti itu, tiba-tiba sesosok pria bertubuh kekar bak binaragawan menghadangnya.
“Eit, jangan coba-coba sentuh topeng ini!” hardik pria itu.
Refleks, Bondan melangkah mundur sambil berujar, “Siapa kau?”
Pria tampan berambut panjang berombak itu menjawab sopan, “Namaku I Made Wardhana. Siapa namamu?”
“Aku Bondan. Mengapa aku tak boleh menyentuhnya?”
“Karena topeng itu terkutuk.”
“Bagaimana bisa kalau hanya menyentuhnya saja?”
“Sekali menyentuh, kau akan ingin memilikinya. Sekali kaumiliki, kau akan ingin memakainya.”
“Lantas apa yang akan kaulakukan dengan topeng itu?”
“Menguburkannya di gua ini.”
Si gimbal terperangah, “Haah? Untuk apa?”
“Agar tak ada orang lain yang menemukan topeng ini, menyalahgunakannya dan terkena kutukan Topeng Reog.”
“... Seperti si penemu topeng itu.”
“Persis. Sadarkah kau sekarang? Kutukan Topeng Reog bukan isapan jempol, Bondan! Topeng ini punya kekuatan gaib dahsyat, pembawa bencana! Kuakui, aku terpaksa bekerjasama dengan para Warok dan mencurinya dari museum. Aku lalu mencoba menghancurkannya dengan segenap tenaga, tapi gagal!”
“Ah, masa?” Dahi Bondan mengernyit tak percaya.
Made melanjutkan, “Kucoba pula meleburnya di kawah Gunung Merapi, tapi topeng itu malah melompat ke luar kawah, utuh tak bercacat! Jadi, terpaksa kuputuskan mematuhi pesan di prasasti dengan membawanya kemari, menguburnya dengan meruntuhkan gua ini, tak ada jalan lain!”
Bondan terdiam. Dahinya mengerut tanda terjadinya kontradiksi dalam benaknya.
Melihat gelagat ini, Made bicara lagi, “Coba pikir, tilik hati nuranimu! Mana yang lebih penting, bukti legenda atau nyawa manusia? Apalah artinya sebuah bukti kalau itu jadi pembawa bencana bagi umat manusia? Nah, tolong jangan halangi aku. Kalau tak mau membantu, silakan tinggalkan tempat ini.”
“ENAK SAJA kau mengatasnamakan umat manusia!” hardik Bondan tiba-tiba. “Apa buktinya Topeng Reog pembawa bencana? Apa dasar legendanya? Apa kau bertindak karena hasutan Warok semata? Bung Made, tujuanmu itu terdengar baik dan mulia, tapi kau menghalalkan segala cara! Kau mencuri, Warok mengancam dan mencoba membunuhku. Katakan, apa itu tindakan terhormat, tindakan ksatria? Ooh, aku tahu sekarang, kau sendiri juga sudah mencoba memakai Topeng Reog, tapi topeng itu menolakmu, ya kan?”
“OMONG KOSONG! Mustahil aku menginginkan topeng itu! Persetan dengan kehormatan! Walaupun aku akan dihujat sepanjang zaman, setidaknya kebenaran dan kebaikan umat manusia ditegakkan!” Nada bicara Made meninggi, harga dirinya terusik.
Bondan mengangkat bahu, “Yah, kalau itu jalan yang kaupilih, silakan saja, toh aku tak kuasa mencegahmu. Tapi camkan ini. Dalam kamusku, segala maksud baik yang tak dilandasi rasa kehormatan takkan pernah membuahkan hasil yang baik.”
Sebuah suara tiba-tiba merasuki benak Bondan. Aha, seorang pembela kehormatan. Akhirnya aku menemukan orang yang sepikir-sejiwa denganku. Pewarisku.
“Hah? Siapa kau? Tunjukkan dirimu!” hardik Bondan tiba-tiba.
Mau tahu siapa aku? Pakailah topeng itu.
“Tunjukkan dulu dirimu!”
“Hei bung, kau tak apa-apa?” Made menegur Bondan.
“Tenangkan dirimu, Bondan. Biar kuambil alih di sini.” Sebuah suara wanita bergema lantang dari arah jalan masuk.
Bondan dan Made menoleh ke arah wanita itu. Tubuhnya luka-luka, tapi ia tetap berdiri tegak mengacungkan kedua pistolnya.
“Hmph, ada lagi orang yang suka ikut campur! Siapa kau?!” seru Made.
Wanita itu menjawab, “Rania Giselda, detektif swasta.”
“Puih! Apa urusanmu dengan satu topeng itu?”
“Klienku menugaskanku untuk mengusut kasus ini, jadi harus kutuntaskan,” ujar Rania dengan ketenangan layaknya seorang profesional. “Sebaliknya, pengusaha sukses dan terkenal sepertimu seharusnya mengerti, Made Wardhana. Semulia apapun tujuanmu, caramu sudah salah. Kau kutahan karena melawan hukum dan keadilan.”
Di depan todongan pistol, Made malah menggertakkan gigi.
Rania menambahkan, “Para Warok sudah kulumpuhkan. Kalau kau melawan, nasibmu akan seperti mereka.”
“Hmph. Maaf saja, Nona Rania, tapi kebenaran tak selalu bersisian dengan keadilan. Jadi, sebagai pejuang kebenaran, aku harus melawanmu.” Sebentuk aura emas terpancar dari tubuh Made.
Sepasang pistol Rania memuntahkan empat peluru.
Dengan mudah Made melompat kesana-kemari, menghindari keempatnya. Ia bahkan menyeruak secepat kilat, menghantamkan tinju dahsyat di tubuh Rania. Walhasil wanita itu terlontar, membentur dinding dan roboh di lantai gua.
Melihat keperkasaan Made itu, Bondan gemetar dan bergerak mundur. Tak disadarinya, ia bersandar di prasasti.
Suara misterius itu berbisik lagi, Ayo pewarisku, kenakan topengnya.
Made berbalik untuk menghalau. Terlambat, tangan Bondan terlanjur melepas topeng itu dari prasasti.
Terpaksa si pria besar berseru, “Sadarlah, Bondan! Percayalah padaku! Kembalikan topeng itu pada tempatnya!”
Dia bohong, Bondan. Dia hanya ingin melenyapkanku, itu saja.
Bondan menggeleng. “Kau bohong, Made! A-aku akan memakainya!” Tatapannya kosong, jelas ia mulai kerasukan.
“SADARLAH!”
KENAKAN!
Seakan ada suatu kekuatan menggerakkan tangan Bondan, menempelkan topeng itu di wajahnya.
Tiba-tiba Bondan merasakan sulur-sulur akar menjalar di seluruh tubuh dan leher, kecuali rambutnya Kuku-kuku hitam memanjang dari kesepuluh jari tangannya. Ia beralihrupa jadi manusia pohon berbatang hijau.
Si manusia pohon memiringkan kepalanya ke samping, menatap tajam Made sambil bicara, “Akulah Reog. Reog adalah aku. Kau tak pantas jadi lawanku.”
“Itukah menurutmu? Baik, biar wujud tarungku yang mengimbangimu,” ujar Made. Tangannya membuka kancing kemeja batiknya, memperlihatkan sebentuk kalung berliontin kepala singa emas di depan dadanya.
Liontin itu berpendar cerah dan membesar, membentuk zirah emas. Tak hanya itu, bulu-bulu singa putih muncul bagai mantel yang menutupi seluruh tubuh Made. Sebentuk topeng emas menutupi wajahnya dan rambut panjangnya berubah pirang, mengembang bagai surai singa.
Terperangah, Reog berujar, “Kau…”
“Siapapun yang kaupikir itu, aku bukan dia. Aku adalah pewaris Barong, satwa suci pelindung kebenaran dan perlambang kebaikan. Sudah tugasku menghentikanmu, Reog, hei penebar bencana,” ujar siluman adidaya dalam legenda Bali itu sambil menunjuk tepat ke wajah lawan.
“Oh ya? Memangnya kau mampu?” ejek Reog.
“Kita lihat saja!”
Teriring raungan dahsyatnya, Barong menyerbu maju.
Reog tak mau kalah dan maju pula. Ia bergerak layaknya ahli akrobat, melompat, menukik, menyerang secepat kilat dari sudut-sudut tak terduga. Cakar hitamnya berkelebat, disambut tinju Barong yang menerpa bagai gunung runtuh.
Cakar-cakar darah hitam berhasil menorehkan luka di tubuh Barong. Namun siluman itu tak tampak melemah. Tiga tinjunya malah menghantam lawan hingga terpelanting dan jatuh terduduk.
Melihat kesempatan, Barong melesatkan tinju lagi yang hanya menghantam udara kosong. Ia menegadah, Reog sudah melompat tinggi di atasnya. Terlambat, cakar pamungkas terjun, mendera punggung lawan dengan kekuatan berlipat ganda.
Kali ini Baronglah yang bertekuk lutut.
“Sudah kubilang tadi, kau tak pantas! Saatnya kau mati,” ujar Reog sambil menerjang untuk menghabisi lawan.
“Kau salah besar!”
Di luar dugaan Barong bangkit, kembali berdiri kokoh. Dua tinjunya memalu tanah, menimbulkan gempa yang membuat pijakan Reog goyah. Serentetan tinju Barong memberondong tubuh lawannya bagai hantaman ribuan godam.
Saat deraan reda Reog tumbang, terkapar tak berdaya di tanah.
Barong berdiri tegak dan berseru lantang, “Habis kau, Reog. Hanya nerakalah tempat yang pantas bagimu.”
Siluman singa putih itu mengulurkan tangan untuk melepas Topeng Reog. Tiba-tiba sebuah peluru api menghunjam bahu kanannya.
Barong meraung kesakitan, lalu menoleh ke arah datangnya tembakan.
Rania berdiri di sana dengan pistol teracung, masih berasap. Sambil menyeringai ia berujar, “Salah. Kaulah yang tamat, Barong. Tapi sebelum itu aku akan sangat menikmati menyiksamu.”
Peluru api kedua menembus lengan kiri Barong.
Menyadari tubuhnya makin lemah dan mustahil menang, Barong berseru, “Sial! Itu bukan peluru biasa! Awas, tunggu pembalasanku!” Ia melarikan diri, berhasil mengelak peluru api ketiga dan keempat.
Rania tak mengejar. Ia menarik pelatuk berkali-kali, tak ada peluru melesat. Dengan pandangan kabur Bondan menatap cincin mirah Rania, yang berpendar lalu berangsur padam.
Sesaat kemudian, Rania Giselda berlutut di depan Bondan sambil tersenyum. Ujarnya, “Akulah pewaris Rangda, pemilik Cincin Api Gaib. Karena kau sudah bangkit, Reog, bagaimana kalau mulai sekarang kita bekerjasama?”
Rangda, penyihir terkuat dalam legenda Bali? Ratu para Leak? Perlambang kejahatan? Pengemban kekuatan tergelap? Musuh abadi Barong, pelindung kebenaran?
Ya, tepat sekali. Dia telah berjasa mempersatukan kita, jadi mulai sekarang Rangda adalah sekutu kita.
“Tidak! Tidak! Enak saja! Aku ini orang bebas! Takkan kubiarkan kau, Rangda atau siapapun memperbudakku! Aku tak su…”
Bondan yang tubuhnya dijajah Reog ingin berontak, namun pandangannya makin lamur dan segalanya jadi gelap.
==oOo==
Beberapa minggu kemudian…
Sesosok pria ceking berambut gimbal berdiri di puncak gedung, beratapkan bulan purnama dan langit malam. Dialah Bondan. Matanya menatap ke kejauhan. Wajah tirusnya bagai ditekuk seribu.
Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Bondan melihat nama penelpon di layarnya, “Rangda”. Ia menghela napas, mendekatkan ponsel di telinganya dan berucap malas, “Ya.”
“Aha. Tugas baru? Rinciannya? Baik. Akan kulaksanakan. Ya.”
Bondan menatap dan menekan-nekan tombol ponselnya sejenak, lalu ditutupnya dan dimasukkannya kembali ke saku celananya. Ia lalu merogoh jaketnya dan menatap topeng di tangannya. Topeng yang persis dengan replikanya yang kini tersimpan aman di Museum Nasional.
“Saatnya beraksi lagi,” ujarnya.
Lalu didekatkannyalah topeng itu ke wajahnya, wujudnya berubah menjadi manusia pohon. Ditatapnya bulan lalu ia meraung keras, meratapi takdir yang menyertai kesaktiannya ini.
Ya, inilah sosok yang disebut penjahat, pengkhianat kaumnya, sang terkutuk.
Tak seorangpun bisa menduga apa tindakan dia sebentar lagi.
Saat ini, hanya satu hal yang pasti.
Seorang pendekar super telah terlahir kembali.
Reog.

--------------------------

REOG
Versi Revisi - Jakarta, 11 Oktober 2011
Cerpen ini diikutsertakan dalam Lomba Cerpen Fantasy Fiesta 2011
Untuk keterangan lebih lanjut tentang Fantasy Fiesta, kunjungi situs http://www.kastilfantasi.com

Penyelenggara:
- Kastil Fantasi (http://www.kastilfantasi.com)
- Adhika Pustaka (http://www.adhika-pustaka.com)

--------------------------

Untuk keterangan lebih lanjut tentang legenda Reog, Warok, Barong dan Rangda silakan kunjungi beberapa sumber berikut ini:

Legenda Reog Ponorogo dan Warok - Blog Arie Saksono
Legenda Barong versus Rangda - Blog VANtheyologist
Barong & Rangda - Balinese Two Opposites (Baliaround.com)

Reog Ponorogo - Wikipedia Bahasa Indonesia
Barong (Mitologi Bali) - Wikipedia Bahasa Indonesia
Rangda (Mitologi Bali) - Wikipedia Bahasa Indonesia

Data tentang pistol semi-otomatis di Wikipedia
Pistol Ragil: Beretta 92 Compact (Wikipedia)

----------------

REOG adalah salah satu episode dalam
 Serial ADILAGA: Liga Pahlawan Legenda karya Andry Chang

Entri cerpen ini di situs-situs lain dapat dilihat di:

- Komikoo.com
- Wattpad.com
Kemudian.com

Entri Fantasy Fiesta 2011 di KastilFantasi.com
http://kastilfantasi.com/2011/07/reog/

18 June 2011

Ther Melian: Chronicle - Preview



Setelah rahasia identitas Aelwen diungkap Rion, Vrey terombang-ambing di antara dua pilihan yang sama menyakitkannya. Memaafkan Aelwen, walaupun dusta yang telah ditumpuknya dan membuat hati Vrey terluka, atau menyerahkan seseorang yang telah menjadi sahabatnya selama tiga tahun kembali pada nasib yang membuat Aelwen melarikan diri dari masa lalunya.

Sementara itu, Valadin bertekad menuntaskan misinya, apa pun akibatnya. Dia harus menaklukkan Templia-Templia yang tersisa untuk mendapatkan Relik Elemental sambil terus berupaya menghindari kecurigaan bangsanya sendiri. Tapi semua itu tidak sebanding dengan kenyataan pahit yang menanti Valadin. Dia harus kembali berhadapan dengan Vrey untuk merebut kembali Relik Safir.

Kali selanjutnya, mereka harus memilih; mengenang masa lalu yang manis, atau saling bertarung demi masa depan yang diimpikan masing-masing. Kejar-mengejar dan pertarungan kedua belah pihak tak terelakkan lagi, KISAH mereka pun berlanjut...


Editor’s Note
- Lanjutan dari buku pertama, Ther Melian: Revelation.
- Ceritanya semakin menarik dengan begitu banyak rahasia yang terkuak satu per satu. Alurnya yang menarik dan membuat penasaran membuat cerita ini sulit diletakkan sebelum halaman terakhir


Spesifikasi Buku
ID: 188111141
ISBN: 9786020002279
Editor: Desy
Target Pengguna: umum dan penyuka cerita fantasi
Harga: Rp. 74.800
Ukuran: 12.5 X 19.5 Cm
Cover: Soft Cover
Tebal: 520
Terbit: 22-Jun-11
Media: NOVEL
Kelompok: FIKSI
Kategori: FANTASI



Ther Melian - Rion vs Karth by ~vadis on deviantART

Sumber artikel: http://www.elexmedia.co.id/forum/index.php?topic=20964.0

08 June 2011

Lomba Komik Animonster 2011


Ngomik Yuk! 3
Dapatkan hadiah total Rp 30 juta!
Setelah lama dinanti-nantikan dan atas permintaan dari para pembaca, Animonster kembali menggelar lomba membuat komik “Ngomik Yuk! 3”.

Ini saatnya bagi kalian untuk unjuk bakat!

Persyaratan:
1.Komik dibuat sebanyak 10-20 halaman + 1 halaman cover.

2.Karya harus original, dilarang menjiplak karya orang lain. Karya yang menjiplak akan didiskualifikasi.

3.Karya belum pernah dipublikasikan sebelumnya di media manapun dan belum pernah dilombakan.

4.Tema cerita bebas, rating Semua Umur, tidak mengandung unsur SARA dan pornografi.

5.Komik dibuat di kertas A4.

6.Media bebas, bisa tradisional maupun digital. Untuk media tradisional tidak diperkenankan menggunakan pensil, harus menggunakan tinta.

7.Komik bisa dibuat dalam format hitam putih maupun berwarna.


Lampiran yang harus dikirimkan:

1.Komik asli, bukan berupa fotokopi. Untuk komik yang dibuat dalam format digital, wajib dikirimkan dalam bentuk file yang sudah dikopi dalam CD, disertai hasil print out. Semua komik yang masuk ke redaksi akan menjadi hak milik redaksi dan tidak bisa dikembalikan.

2.Konsep cerita dan sinopsis singkat yang diketik tidak lebih dari 1 halaman A4 dengan ukuran spasi multiple, font Arial, size 10.

3.World environment dalam komik [contoh: dunia nyata, antah berantah, dll]

4.Daftar karakter dalam komik.

Kirimkan komik dan lampirannya ke
Redaksi Animonster,
Jl. Ranggamalela no 3, Dago-Bandung 40116
paling lambat tanggal 30 Agustus 2011.

Beri kode “Ngomik Yuk! 3” di pojok kiri atas amplop, yang sudah ditempel dengan salah satu kupon “Ngomik Yuk! 3” yang terdapat di rubrik Monster Quiz edisi 147, 148 dan 149.

Semua komik yang masuk ke Redaksi Animonster akan dimuat dalam situs www.wayangforce.com, dan penilaian akan dilakukan dengan sistem voting. Pengumuman pemenang akan dicantumkan di Animonster 151 terbit bulan September 2011.


Sumber artikel:
http://www.facebook.com/ANIMONSTERMAGZ
http://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=154642571269093&id=120973164593489

03 June 2011

Ther Melian: Revelation - Review



Paperback, 448 pages
Terbit April 27th 2011
Penerbit: Elex Media Komputindo
ISBN13-9789792798661
Bahasa Indonesia
Website: http://www.facebook.com/thermelian



Pembukaan Perjalanan Sang Musafir di Ther Melian

“Untuk mendapatkan sesuatu yang kamu dambakan, kamu harus kehilangan sesuatu yang berharga bagimu. Itulah aturan main dunia ini.”

Itulah kata sambutan dari Vrey, tokoh utama serial ini. Dialah pemandu Sang Musafir dalam perjalanan “babak pembukaan” di Benua Ther Melian ini, memenuhi undangan Sang Pencipta, Mahadewi Calista a.k.a. Shienny M.S.

Kesan pertama beliau tentu saja dari cover “undangan” itu dengan efek warna berkilap dan cukup berdaya saing. Menurutnya, bila warna cover lebih kontras akan lebih menarik kalau dilihat dari jarak jauh. Sinopsis di cover belakang juga menarik, menjanjikan kisah petualangan dua tokoh utama dengan tujuan yang berbeda-beda, mengarungi arus nasib yang pada akhirnya mempertemukan mereka... serta penggenapan tema pokok di atas.

Sambil menyimak sepak terjang Vrey dan sahabatnya, Aelwen, Sang Musafir sempat merenungkan kata sambutan Vrey yang bermakna filosofis itu dan membahasnya dengan seorang sahabat. Hasilnya, beliau berpendapat dengan kata lain,

“Semakin besar sesuatu yang diinginkan, semakin mahal dan berharga pula harga yang harus dibayar untuk mendapatkannya.”

Pada kenyataannya, ada segelintir orang yang sangat beruntung mendapatkan keinginannya tanpa harus bersusah-payah dan berkorban banyak. Lebih banyak lagi orang yang kurang beruntung bahkan impiannya kandas dengan pengorbanan yang luar biasa besar. Ada yang menempuh jalan pintas, menghalalkan segala cara agar sukses dan ada pula yang sukses berkat kemampuannya work hard dan work smart.

“Semakin besar kapasitas, kemampuan dan kekuatan, semakin besar pula kemungkinan datangnya keberuntungan.”

Jadi kesimpulannya, aturan main di atas hanya berlaku bilamana faktor keberuntungan dan kenyataan masih belum pasti – yang rupanya jelas berlaku bagi kedua tokoh utama: Vrey dan Valadin.

“Ada harga bagi segala sesuatu, kecuali yang Tuhan sediakan secara gratis.”

Oke, cukup filosofinya dan kembali berpetualang. Dari segi cerita, plot buku satu dari tetralogi Ther Melian ini tergolong cukup sederhana dan – istilah Sang Musafir – RPGlicious. Setiap tokoh dan setiap kelompok harus menjalani berbagai proses dan tahapan, melakukan berbagai perjalanan dan petualangan untuk mencapai tujuan masing-masing.

Kalangan pencinta fantasi akan terpukau dengan alur yang seru, menegangkan, penuh aksi dan sihir serta hewan-hewan unik seperti komodo, shadhavar, nymph dan sebagainya.

Sementara “Golongan Dunia Nyata” dihibur dengan kisah persahabatan dan hubungan antar manusia – antar ras yang alami, dinamis dan dramatis serta nilai-nilai yang dapat direnungkan dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Contoh: Bagaimana cara menghadapi orang yang mata duitan dan serba perhitungan? Tanya Vrey, Aelwen dan Rion.

Plot di buku satu ini tampaknya didominasi oleh permainan nasib dan takdir oleh Mahadewi Calista. Setiap langkah para tokohnya dan alur peristiwa disusun dengan rapi dan detail hingga mudah dipahami pembaca umum, istilahnya “believable”. Para pembaca yang lebih kritis mungkin akan menemukan hal-hal yang terkesan “dipaksakan” atau sengaja diatur agar pertemuan di babak akhir bisa terjadi dan teori pada tema cerita berlaku – yang paling jelas ada di Bab Sembilan. Sekali lagi, mengingat ini cerita fantasi, pengaturan-pengaturan itu dianggap logis dan nggak butuh penjelasan ilmiah dan bukti secara alamiah. Justru permainan takdir inilah yang membuat cerita jadi epik.

Meminjam semboyan dari film layar lebar “Kentut”, ada perbedaan setipis kertas antara “kebenaran” dan “kebetulan”.

Namun terkadang, ada kesan saat sang tokoh utama mendapat kesulitan, jalan keluarnya sudah tersedia atau datang sendiri menghampirinya. Sang Musafir mengaku sering memakai metode ini untuk menghindari penceritaan yang bertele-tele. Efeknya, pembaca diharapkan siap berlapang dada, menerima ini sebagai bumbu yang menambah semarak alur cerita, nggak melulu harus hasil usaha. Contoh kasus ini ada di Bab Delapan.




Ther Melian Chara Fan Sketch 1 by ~vadis on deviantART

(Keterangan Gambar) The Main Conflicting Characters (L-R, T-B):
- Eizen the Magus
- Aelwen the Acolyte
- Rion the Ranger
- Laruen the Ierre
- Ellanese the Vestal
- Karth the Shazin
- Vrey the Thief
- Valadin the Eldynn

Selama petualangan yang mengasyikkan ini, Sang Musafir bertemu dan mengamati sepak-terjang kedelapan tokoh sentral Ther Melian ini, yaitu:

  1. Vrey – Tipikal pencuri, banyak akal dan agak licik. Ia terobsesi pada sesuatu yang membuat gadis dari ras Vier-Elv (Elv campuran) ini rela meninggalkan “rumah” dan “keluarga”-nya – dan yang ternyata menuntut harga yang lebih mahal lagi. Salah satu hobinya adalah membuat semboyan, di antaranya, “Bagi seorang pencuri, nggak ada benteng yang nggak bisa ditembus!”

  1. Valadin – Ambisi dan cita-citanya yang sangat tinggi untuk “mengubah nasib bangsanya” memang menuntut harga yang teramat mahal. Eldynn dari ras Elv yang sangat tampan ini sudah menyadari resikonya, tapi nggak menyangka harus membayar harga yang lebih mahal lagi dari itu. Tipikal tipe pemimpin yang cukup handal sebagai penengah dan pengambil keputusan dalam kelompoknya.

  1. Aelwen – Gadis manusia sahabat Vrey ini sangat cerdas, ringan tangan dan setia kawan, berbekal sihir penyembuhan sebagai Acolyte. Namun rupanya ia memendam banyak rahasia – terutama yang menyangkut masa lalunya.

  1. Ellanese – Elv yang sangat cantik dan aristokratis, seorang Vestal (pendeta wanita) yang mahir sihir penyembuhan dan perlindungan. Ia ada hati pada Valadin yang menurutnya paling ideal baginya daripada pria-pria lain yang status dan reputasinya “kalah kelas” darinya. Sikapnya yang angkuh dan cenderung diskriminatif itu membuatnya kadang terkesan menyebalkan.

  1. Karth – Elv dari klan Shazin (mata-mata, penyusup rahasia). Ia ramah, suka terus terang dan blak-blakan. Ia juga suka bercanda dan menggoda Laruen. Jadi ada kesan, tanpa Karth kelompok Valadin akan jadi serba serius – dan cenderung membosankan. Saat berlaga ia berubah menjadi seperti hantu dan bayangan: tak terlihat, dingin dan kejam.

  1. Laruen – Seorang Vier-Elv pencinta alam yang punya bakat berkomunikasi dengan hewan khususnya elang kesayangannya, Peregrine. Ia sangat membenci manusia terutama mereka yang menodai keseimbangan dan kelestarian alam.

  1. Eizen – Elv Magus (penyihir) yang amat kuat. Sangat terobsesi pada kekuatan dan motivasinya adalah ingin mendapatkan kekuatan bagi dirinya sendiri. Seperti pendapat Laruen, ia kuat, berbahaya dan nggak bisa ditebak. Karakter misterius.

  1. Rion – Manusia yang berprofesi sebagai Ranger (pemandu hutan). Ia tak banyak bicara dan sangat pelit dengan uangnya. Tokoh yang paling “membumi” ini hampir selalu berpikir bagaimana cara mendapat lebih banyak uang dari satu pekerjaan. Hei, sadar, bung, ada hal-hal lain yang lebih penting daripada uang.

Satu kesamaan dari kedelapan tokoh sentral ini adalah tampang mereka rata-rata cantik dan tampan. Kecuali Rion yang dekil, kostum-kostum dalam ilustrasi mereka juga didetail sedemikian indahnya. Efeknya, para tokoh ini jadi punya fan-base masing-masing yang pasti merasa “sayang” bila tokoh-tokoh idolanya itu “dimatikan”.

Satu lagi poin plus dari penokohan adalah setiap tokoh itu punya "sisi baik" dan "sisi buruknya" masing-masing. Walaupun rata-rata mengklaim diri sebagai pengikut pihak "kebaikan", tapi tindakan mereka bisa dibilang kejahatan hanya karena perbenturan kepentingan dan cita-cita. Yang baikpun bisa jadi kejam, yang jahatpun masih bisa beramah-tamah dan membantu dengan tulus. Hanya mungkin Eizen yang harap saja bukan seperti yang Sang Musafir perkirakan untuk seri-seri selanjutnya: kandidat biang kerok (alias musuh utama).

Nah, apa tadi ada yang merasa gaya bahasa Sang Musafir kali ini nggak begitu formal? Itu karena gaya inilah yang banyak dipakai dalam beberapa dialog. Sang Musafir merasa ini wajar-wajar saja agar tingkat formalitas dan keakraban antar tokoh-tokoh tersebut ketara banget, juga tingkat budi pekerti tokoh-tokoh tertentu. Setidaknya gaya dialog ini belum menjurus ke “gue-elo” atau slengean, gitu loh...

Sebagai catatan akhir, Sang Musafir melihat banyak pembaca – termasuk dirinya sendiri – yang rupanya sukses dibikin penasaran dengan finale “Revelation” ini yang benar-benar drastis. Kabar baiknya, kita nggak perlu tunggu lama-lama. Strategi Elex yang nampak ambisius untuk Ther Melian ini sepertinya akan mampu memuaskan para fans dalam rentang waktu penerbitan yang terbilang singkat untuk sebuah tetralogi.

Yah, bagaimanapun jadinya nanti, dengan sabar Sang Musafir menunggu lanjutan serial Ther Melian ini, kembali bertemu dengan Vrey, Valadin dan kawan-kawannya dalam kisah petualangan yang naga-naganya bakal diwarnai twist-twist yang lebih seru, lebih mengejutkan dan lebih membuat penasaran.

Salam penuh harap buat Voltress!



----------------------------



Tetralogi Ther Melian

Buku I: Revelation, Buku II: Chronicle, Buku III: Discord, Buku IV: Genesis


Sinopsis Revelation:



Vrey, pencuri andal anggota komplotan Kucing Liar,
terbiasa menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keinginannya.

Valadin, Elvar terhormat yang menjalani hidupnya sebagai seorang Eldynn,
kesatria suci yang bersumpah melindungi sesamanya.

Kisah mereka terjalin di Ther Melian,
sebuah benua tropis kecil yang diselimuti kabut dan misteri.

Vrey memburu harta legendaris yang diimpikan setiap pencuri. Sedang Valadin menjalankan misi rahasia untuk mengembalikan kejayaan bangsanya.
Pencarian masing-masing membawa mereka dalam petualangan yang luar biasa, dan pada akhirnya mempertemukan mereka....

Apakah yang akan terjadi selanjutnya?

Akankah mereka berakhir sebagai teman atau musuh?

Inilah PEMBUKAAN dari kisah mereka....

Editor’s Note:

Merupakan kisah fantasi lokal, yang ceritanya berpusat pada sebuah benua bernama Ther Melian yang karakteristiknya mirip dengan Indonesia; seperti terletak di khatulistiwa, dengan hutan, tanaman, dan satwa khas Indonesia (komodo).

Dunia Ther Melian didiami berbagai ras, dengan berbagai satwa mistis, dan bentang alam yang memukau (dilengkapi peta). Ceritanya tentang seorang gadis pencuri dan seorang kesatria Elvar yang rela mengobankan apa pun untuk mencapai apa yang mereka impikan. Ini adalah buku pertama dari tetralogi Ther Melian.



Review Ther Melian di Goodreads.com
- Versi Sang Musafir
- Versi Dewi Kirana

Berita Antar Dunia

Pusat Berita Dunia-Dunia