Selamat Datang, Para Penjelajah!

Bersiaplah untuk menjelajahi dunia ciptaan imajinasi dari para pencipta dunia dari Indonesia. Dunia-dunia penuh petualangan, keajaiban dan tentunya konflik antara kebaikan dan kejahatan. Maju terus para penulis fantasi Indonesia! Penuhi Takdirmu!

Fantasy Worlds Indonesia juga adalah blog resmi dari serial novel, komik, game dan multimedia FireHeart dan Evernade karya Andry Chang yang adalah versi Bahasa Indonesia dari NovelBlog berbahasa Inggris Everna Saga (http://fireheart-vadis.blogspot.com) dan FireHeart Saga (http://fsaga.blogspot.com)

Rubrik Utama Fantasindo

19 November 2011

Vandaria Saga - Harta Vaeran



Kiri-kanan: Karin, Fukhoy'ri, Certeus, Saeliya, Karnthe

Vandaria Saga: Harta VaeranVandaria Saga: Harta Vaeran by Pratama Wirya Atmaja

My rating: 4 of 5 stars


Vandaria Saga - Harta Vaeran

Penulis: Pratama Wirya Atmaja

Pencipta Hikayat Vandaria: Ami Raditya

Jumlah halaman isi: 517

Penerbit: PT. Gramedia Pustaka Utama



Vaeran Iervaanah Menyambut Sang Musafir di Jagad Vandaria

Review oleh: Andry Chang



Nah, untuk penjelajahan kali ini, Sang Musafir dari Everna memilih ke Dunia Vandaria dan mulai dari kisah Harta Vaeran ini.



Mengapa Vandaria? Perlu dicatat, selama ini brand universe-saga ini dikenal cukup luas di Indonesia, walau sebatas kalangan pemerhati role-playing novel di forum online dan kalangan pemain adu kartu koleksi (trading card game). Namun secara kumulatif Vandaria telah memiliki fan base yg luas, solid, berpopulasi besar bahkan terorganisir.



Dan kini bagai sebuah dunia adidaya mereka "berekspansi" ke segmen-segmen pasar fantasi lainnya, dalam hal ini pembaca novel cetakan dan penggemar game elektronik.



Tentu saja kalangan umum baik penggemar novel fantasi atau bukan, termasuk pula Sang Musafir akan bertanya, "Apa itu Vandaria? Dunia fantasi macam apa itu? Dari mana kami para musafir harus mulai untuk mengenal dunia itu?" Selain website resmi www.vandaria.com, novel Harta Vaeran ini adalah jawabannya.



Mengapa Vaeran? Sebagai "orang asing" yang baru pertamakali datang di ranah fantasi yang kompleks dan penuh hikayat ini, novel ini bisa menjadi acuan perkenalan awal yang cukup informatif, dengan balutan cerita yang ringan dan menghibur.



Membuka halaman pertama cerita Harta Vaeran ini, Sang Musafir seakan diajak terbang oleh "pemandu interaktif" untuk sedikit tur perkenalan Dunia Vandaria. Masuk ke cerita, si "paparazzi antar dunia" ini diam-diam mengikuti perjalanan seorang pemburu harta karun bernama Karnthe Jahlnow untuk mencari Harta Vaeran yang konon sangat berharga, misterius dan berkekuatan gaib tiada tara.



Sekilas Karnthe nampak seperti tipikal remaja yang lugu, kurang pengalaman dan tidak terlalu cerdas. Namun seiring perjalanan cerita akan nampak kelebihannya yang utama, yaitu keberanian dan semangat kepemimpinan yang mampu mempersatukan tim. Ada juga kelebihan lainnya yaitu naluri – intuisi pencarian harta karun yang lebih ditonjolkan dalam tindakan-tindakan spontan yang di luar dugaan.



Lalu, alur perjalanan yang penuh bahaya dan pencarian petunjuk itu mengalir dengan gaya RolePlayLicious (Role Playing Novel): Mencari petunjuk, menghadapi bahaya, merekrut teman seperjalanan, melawan musuh tangguh dan mendapat barang bagus sebagai hadiahnya.



“Karnthe si Gila” ini tentu saja dibantu empat teman seperjalanan lainnya yang memiliki kemampuan yang saling mendukung satu sama lain, yaitu:



- Saeliya Aerankah: gadis penyihir tempur dari ras frameless (manusia gaib) yang emosian, blak-blakan dan cenderung agresif. Seolah segala sesuatu di dunia itu adalah medan perang yang harus dimenangkan.



- Fukhoy'ri (Ah Fuk – panggilan akrab dari Sang Musafir): pria setengah frameless yang berprofesi sebagai penyihir-pelindung dan pengumpul pengetahuan. Dia ini karakter favorit Sang Musafir karena memang tujuan beliau mengunjungi Vandaria sama-sama untuk mengumpulkan "pengetahuan". Asyiknya bertemu teman seprofesi...



- Certeus Kateriol: pria yang berprofesi sebagai pengelabu mata yang bermulut pedas. Segala keahliannya itu tampaknya bertolak belakang dari postur tubuhnya yang besar dan tampak kuat.



- Za'zestay Karin: wanita pedagang-pendekar yang cukup banyak akal dan keterampilan berpedang yang mumpuni. Tipikal wanita "gaul" yang gemar bicara ini-itu, ahli negosiasi.



Yah, karena ketahuan Certeus, akhirnya Musafir mengakui misi rahasianya itu. Sempat hampir disembah-sembah pula karena disangka Vanadis (dewa politheisme di Vandaria) – gara-gara “nickname” Musafir adalah Vadis… ayayayay…Yah, jadilah Musafir anggota ketujuh Tim Karnthe yang bertugas sebagai reporter dan penikmat. Lantas siapa si “anggota keenam”? Sang Musafir akan mengungkap si “Mr. O” itu di bawah.



Sepanjang petualangan ini, ada beberapa hal yang jadi catatan penting Sang Musafir, yang diarahkan untuk diklasifikasikan sebagai berikut:



Hal-hal yang Sang Musafir sukai dari Harta Vaeran:



Ilustrasi bergaya sketchy, enak dilihat dan sangat membantu “penyerapan” cerita. Ini termasuk penggambaran para karakter utama yang “hidup” dan menonjolkan sifat masing-masing.



Plotnya yang sederhana, mengalir dan fokus ke satu misi utama menjadikan kisah ini jadi enak dibaca. Tidak perlu dibesar-besarkan sampai level “menyelamatkan dunia” atau “menentukan aliran sejarah” dan sebagainya. Tak perlu pula melibatkan para penguasa negara, cukup sampai level walikota dan tetua lokal saja. Konsistensi konsep inilah yang patut diacungi dua jempol.



Disisipkannya gaya “semi-interaktif” dengan keberadaan satu “narator”, “sang maha tahu” atau “Mr. Omniscient” yang bertugas menjadi pemandu, menjabarkan flashback, berdialog dengan pembaca yang mungkin akan bertanya-tanya, “Mengapa bisa begini? Mengapa bisa begitu?” supaya suatu kejadian tampak lebih masuk akal bagi Sang Musafir itu sungguh asyik, membantu dan cukup unik. Walau mungkin ada pula dari kalangan pembaca umum yang malah tersandung-sandung saat mengarungi arus cerita yang maju-mundur seperti ini. Yah, kembali lagi ke masalah selera umum yang coba diwakili Sang Musafir…





Hal-hal yang mengganjal Sang Musafir dari Harta Vaeran:



Tokoh Za’zestay Karin sempat membuat Sang Musafir bingung. Karin mengaku berasal dari Kerajaan Ardelkay yang notabene, menurut footnotenya condong ke Ras Asia. Warna kulit Karin yang agak gelap mungkin saja sesuai dengan ciri Asia, namun namanya, wajah, penampilan serta gaya berpakaiannya lebih mirip ke gaya Conquistador atau penjelajah ala Spanyol. Mungkin ia adalah imigran yang tinggal di Ardelkay sebagai pedagang? Atau lebih bagusnya si Ah Fuk jadi dari Ardelkay dan si Karin dari kerajaan yang mirip Spanyol ala Vandaria? Yah, Musafir hanya bisa mengangguk dan ikutan saja.



Para pemburu harta karun lain mungkin akan iri melihat Karnthe yang beruntung (atau lebih tepatnya, berintuisi kuat). Ia berjodoh dengan para pendekar handal dengan keterampilan yang “lengkap” sesuai profesi mereka. Sekilas tim Karnthe ini jadi kelihatan “sempurna” dan “Dream Team”, padahal dalam ceritanya tak jarang mereka juga sering menemukan jalan buntu. Yah, berhubung Sang Musafir pernah membuat cerita yang segenre dengan tim yang bisa dibilang “sempurna” pula, beliau justru sangat memaklumi hal ini.



Lantas muncul ganjalan berikutnya, yaitu cara menemukan para anggota tim ini. Nampaknya mereka nyaris selalu muncul pertama kali di waktu yang tepat, tempat yang tepat dan kebutuhan yang tepat pula. Misalnya Ah Fuk muncul saat Karn perlu “ekstra otak” untuk menterjemahkan batu petunjuk. Lalu si Saeliya pas sekali pernah menjadi rekan Certeus yang kebetulan ada di kota tempat ia diperlukan. Dan si Karin yang muncul saat tim Karnthe menemukan jalan buntu. Untunglah ganjalan ini diredakan dengan penjelasan bahwa si Karn punya intuisi yang bagus dalam mengenali bakat dan isi hati seseorang. Selebihnya, tinggal ikuti ceritanya.



Sepanjang cerita, Sang Musafir selalu bertanya-tanya, siapa itu Vaeran Iervaanah? Sesakti apakah frameless yang satu itu? Apa saja sepak terjangnya selama ini? Apa saja dan seberapa besarkah jasanya bagi Dunia Vandaria hingga ia layak menyandang gelar “legendaris”? Dan apakah beliau punya andil dalam salah satu kisah epik Vandaria lainnya? Satu-persatu pertanyaan itu dijawab seiring perkembangan cerita, kecuali mungkin untuk pertanyaan terakhir yang mungkin sudah dijabarkan oleh penulis tapi entah terlewatkan atau terlupakan oleh Sang Musafir ini. Glossary, please!





Adegan-adegan yang paling Sang Musafir kenang dari Harta Vaeran:



Di Bab 20, taktik menghadapi frameless dengan kata-kata “tidak” atau bernada negatif adalah solusi brilyan yang memanfaatkan sifat dasar frameless yang angkuh dan pantang ditolak, dikritik atau disanggah.



Solusi di Bab 11 yang sengaja “menambahkan” satu hutan ajaib yang penuh pohon berdaun merah-hijau-biru, dimana daun-daun itu bisa jadi bahan peledak bisa jadi adalah berkah dari Wirya, Sang Vanadis Keempatbelas. Kadang perlu solusi “luar biasa” atau “ajaib” untuk meledakkan jalan buntu dalam masalah luar biasa pula. Dalam ranah fantasi, ajaib itu halal, toh?



Di Bab 14 ada pertarungan yang cukup seru dengan “si penyair baik”. Lebih lagi saat si penyair itu bercerita tentang bakatnya yang tak dihargai umum tapi sangat dihargai oleh Vaeran (walau akhirnya “dikerjai” pula jadi arwah penasaran). Rasanya enak kalau ada yang menghargai karya kita yang kadang tidak ikut selera “mainstream”, tapi tetap saja kita harus berhati-hati pada sanjungan siapapun.





Hal-hal yang Sang Musafir usulkan untuk Vaeran Iervanaah dan hartanya:



Dari cerita memang sudah mantap, namun akan lebih keren bila Harta Vaeran dibuat terdiri dari satu set, yang terdiri dari perlengkapan perang Vaeran: pedang, tongkat sihir, kalung, buku sihir dan sabuk. Kelima relikui itulah yang disebar ke tempat-tempat rahasia, yang rupanya harus dilengkapi sebagai kunci dan petunjuk untuk mendapatkan relikui Genggaman Vaeran, batu bertuah yang jadi harta keenam. Jadi tim Karnthe tidak melulu menemukan “batu petunjuk” (atau sesekali harta kekayaan) saja. Bisa jadi batu-batu petunjuk itu ditemukan bersama dengan kelima relikui kunci itu.



Yah, mungkin ini akan terdengar lebih berbau RPGlicious, tapi setidaknya setiap sepak terjang, setiap tahapan yang dilalui tim Karnthe itu membuahkan sesuatu yang lebih “value-added”. Misalnya bisa diatur Karnthe dapat kalung, Saeliya tongkat sihir, Ah Fuk buku, Karin kalung dan Certeus sabuk sepanjang perjalanan – bukan diberikan sekaligus di babak akhir cerita.



Jadi, “Perburuan Pedang” di Bab 17 bisa dimodifikasi sebenarnya adalah untuk salah satu dari set Harta Vaeran itu, tidak terkesan “numpang lewat asal Karnthe dapat modal”. Pedang pertama si Karin sebenarnya sudah bagus, kok, tapi mungkin kurang ampuh untuk melawan naga.



Bagus, tak masalah dan tak selalu perlu ada adegan “cin-lok” (cinta bersemi di lokasi), jodoh-jodohan dan romansa dalam kisah yang satu ini. Walaupun kelihatannya Certeus dan Karin bisa jadi pasangan serasi… (Jitak Sang Musafir! Memangnya saya ini paparazzi buat infotainment antar-duniakah? Fan service untuk pembaca wanita?)





Hal-hal yang Sang Musafir usulkan untuk penulis dan proyek Vandaria pada umumnya:



Seperti pengalaman Sang Musafir sendiri, mungkin cukup sulit untuk menambahkan peta dunia yang rinci dalam novel, komik, dan sebagainya. Ini mengingat Vandaria adalah dunia fantasi yang luas, kompleks dan selalu berubah-ubah nama tempat, apalagi nama-nama kerajaannya yang bangun dan runtuh sangat sering. Akan lebih membantu pembaca bila setidaknya diselipkan satu peta singkat yang langsung berhubungan dengan cerita. Misalnya, rute perjalanan tim Karnthe, termasuk kota-kota dan tempat-tempat penting yang mereka lalui.



Sistem keterangan dunia dan istilah yang dicantumkan pada footnote sangat membantu para musafir mendapatkan gambaran tentang Dunia Vandaria. Sang Musafirpun menggunakan metode ini dalam karya-karya awalnya.



Di sisi lain ada baiknya mencoba sistem Daftar Istilah (Glosarium) untuk menampung istilah-istilah ala fantasi yang bertebaran, agar pembaca dapat mengakses informasi kapan saja dan terpusat di satu tempat, yaitu bagian belakang buku. Sang Musafir kini mencoba sistem Glosarium Alfabetis (saking banyaknya istilah).



Selain Glosarium Alfabetis, Sang Musafir juga mencoba menerapkan footnote sebagai penampung side-story, deskripsi atau penjelasan panjang-lebar atau flashback. Mungkin Wirya dan Tim Kreatif Vandaria bisa menerapkan metode itu pula di novel-novel berikutnya.



Terbitkan satu buku khusus mengenai perkenalan Vandaria, dimana Hikayat Vandaria, para pahlawan (dan penjahat) besar, religi, geografi dan lain sebagainya dijabarkan secara sistematis. Bisa juga itu menjadi sisipan, catatan belakang atau buklet dalam buku Kumpulan Cerpen atau salah satu novelnya.



Pemanfaatan network produk dengan contohnya menyisipkan Trading Card Game, poster, postcard atau merchandise dalam novel / komik / majalah / CD game atau bonus CD game pada novel edisi khusus yang diterapkan Vandaria itu sudah hebat. Orientasi multimedia yang saling mendukung itulah yang diharapkan menjadi inspirasi dan pembelajaran bagi para world-builder lainnya termasuk Sang Musafir sendiri.



Istilah frameless bilamana di-Indonesiakan bisa jadi nirfana (nir-fa-na) atau malah nirvana (juga dipakai sebagai nama negeri besar di Vandaria di era kekuasaan “Raja Tunggal, hey!”



Nah, di akhir perjalanan dinas ke Vandaria kali ini, Sang Musafir bersalam-kompak dengan si “Mr. O” yang ternyata adalah Vaeran sendiri yang sengaja memonitor batu-batu petunjuknya dari alam sana, lalu mampir untuk mengamati dan memberi penjalasan pada para musafir yang mampir mengikuti petualangan ini.



Sungguh sebuah salam perkenalan yang manis dari Vaeran, yang dengan meyakinkan mengundang lebih banyak musafir melancong ke Dunia Vandaria. Ini cerita “feel-good” yang menyegarkan, patut dikoleksi sebagai acuan untuk menyelami epik-epik Hikayat Vandaria lainnya. Dan untuk Wirya, selamat dan semoga masukan Sang Musafir ini bisa membantu untuk melanjutkan sukses di karya-karya berikutnya.



Vaeran Iervaanah menunggu kunjungan musafir-musafir berikutnya ke Vandaria.



Situs resmi Vandaria Saga: http://www.vandaria.com

Facebook: http://www.facebook.com/vandaria







View all my reviews

14 November 2011

Nyanyian Alam


Nature Sorceress / Singer example - tentative image, extracted from this source

Nyanyian Alam
Andry Chang
Catatan: Isi cerita ini dipindahkan dalam bentuk kumpulan cerpen "Kristalisasi" Vandaria Saga. Terima kasih sudah mendukung cerita ini dan Fyanei hingga terbit dalam bentuk cetak!
- Andry Chang (Update 24 Maret 2012)
Website Vandaria Saga: http://www.vandaria.com

Fyanei si Penyanyi Pohon
Ilustrasi oleh Yohan Power



Latar Belakang Cerita

Diawali dari sebuah ide, “Bagaimana jika potensi ancaman dan bahaya bagi makhluk hidup datang dari alam sendiri, akibat interaksi makhluk hidup dengan alam?” saya memilih tema pelestarian alam sebagai latar belakang kisah ini. Unsur keajaiban dan sihir terinspirasi dari metode pertanian dan perkebunan, yaitu menggunakan musik agar tanaman tumbuh lebih subur. Inspirasi dan mekanisme penerapan “nyanyian alam” menghadapi bencana tanah longsor berasal dari sebuah game yang sangat populer dan melibatkan tanaman. Saat meramu karakterisasi Fyanei, tokoh utama cerita, saya teringat pada sebuah berita lama tentang seorang anak desa yang mendadak terkenal karena memiliki batu ajaib yang berkhasiat menyembuhkan penyakit (penyembuhan alternatif). 

Melalui kisah Fyanei ini saya mencoba menyampaikan pesan tentang teladan seorang pahlawan sejati yang tidak mencari ketenaran, apalagi kekuasaan dengan menggunakan bakatnya. Di samping itu, kita harus berusaha sekuat tenaga untuk menjaga keseimbangan alam dan mencegah bencana, serta contoh sikap dan tindakan yang benar bilamana bencana alam tak terhindarkan lagi. Kesemuanya itu menjadikan “Nyanyian Alam” kisah yang unik, menghibur sekaligus mendidik tepat di tengah hingar-bingarnya pergolakan di Jagad Vandaria.


Vandaria Saga: Kristalisasi

Semesta Vandaria memendam beragam kisah menawan. Bisikan Sang Angin menuntun Evander Evrard dalam duelnya sebagai komandan Isfaris. Vaeran tidak segan-segan menghukum manusia-manusia penyebab Padamnya Bintang-Bintang Vaeran sendiri, hingga seorang pejalan cakrawala memutuskan untuk campur tangan. Sebulan sekali, Hamon menyaksikan anak manusia dijadikan bahan baku Batu Filsuf di Kastel Deimos. Suatu pagi pada Musim Gugur, murid Akademi Sihir Holstok bernama Lena terbangun dan mendapati seekor naga bening dalam kamarnya.

Dengan Nyanyian Alam, Fyanei berusaha menyelamatkan desanya dari longsor. Gael Grifon berguru kepada seorang frameless tua yang sinis demi menjadi manusia penyihir di Padang Hijau Atap Merah. Tiga buah Relik Agung Gallizur dicari untuk menghadapi jenderal Deimos keji dan salah satunya telah dipegang Athalos, pemuda misterius yang hilang ingatan. Di Bawah Bulan Separuh kota perdagangan Zarkand, seorang pencuri bertekad mengambil kembali kristal miliknya. Beri Kami Damai adalah tugas terakhir Arvena, seorang penyair yang sering membohongi rakyat dengan syair kepahlawanan. Pentagon menghadirkan masa lalu lima tokoh yang akan memegang kunci nasib Benua Elir.

Tiga zaman, tiga benua, sepuluh kisah yang mengkristal dalam satu semesta Vandaria...


“Cerita-cerita fantastis karya penulis muda Indonesia yang mengalir dalam satu semesta unik, semesta Vandaria. Harus baca!”
—Sunny Gho Founder MAKKO; Managing Director Imaginary Friends Studios

“Masukilah labirin dunia Vandaria dengan kisah-kisah petualangan yang variatif.”
—Shienny M.S, Penulis Tetralogi Fantasi Ther Melian

“Seperti halnya kristal, kumpulan goresan cerita ini juga memiliki keindahan dari berbagai sisi sudut pandang.”
—FA Purawan, Pengarang Garuda-5 Utusan Iblis; Juara I Fantasy Fiesta 2011; Pengasuh Fikfanindo.blogspot.com

05 November 2011

Topeng Monyet

Sumber foto Topeng Monyet dari artikel ini (Link)

“Sarimin pergi ke pasar.”

Suara itulah yang sayup-sayup terdengar di jalan kecil itu, tenggelam dalam hiruk-pikuk kendaraan dan orang berlalu-lalang.

Di depan sebuah ruko duduklah seorang pria tua yang sedang sibuk menarik-ulur rantai. Wajah keriputnya tampak lesu setelah didera panas matahari sepanjang hari itu.

“Sarimin jualan buah di pasar.” Rupanya ialah yang berseru tadi.

Seekor kera terbelenggu di ujung rantai, memanggul pikulan kayu mainan dan berjalan dengan lincahnya. Tak hanya itu, ia bahkan meloncat lewat ring yang dipegang pak tua. Si kera lalu menaruh pikulan di atas sebuah sepeda motor mainan dari kayu, menaikinya dan mengayuhnya selayaknya pengendara sungguhan.

Tak seorangpun penonton menyaksikan ini. Orang-orang yang lewat berlalu begitu saja tanpa menoleh. Bahkan anak-anak yang selalu nonton gratis malah berkerumun di warnet tak jauh dari sana.

Tak lama, pak tua menyimpan kembali semua peralatannya. Ia lalu bersandar di dinding sambil menghitung uang recehan di telapak tangannya.

“… Dua ribu empat ratus. Lagi-lagi hari sepi ya, Sarimin,” ujarnya pada kera di pangkuannya itu.

“Iya. Puasa lagi deh kita.”

Kera itu… bicara.

Mungkin pak tua punya keahlian bicara lewat perut, tepatnya bicara tanpa menggerakkan bibir seolah-olah benda atau makhluk di dekatnyalah yang bicara.

Sayang, tak pernah pak tua mengecap panggung hiburan dengan atraksi ventriloquist dipadu keahlian akrobatik keranya itu. Bisa jadi karena ia kurang rupawan, tak cukup berbakat bicara untuk menarik hati penonton, kurang memodali peralatan yang lebih enak dilihat dan segudang alasan lainnya yang, tentu saja, mengada-ada. Jadilah ia hidup sebatang kara, melarat dan renta bersama kera di sisinya, satu-satunya sahabatnya.

Dengan tersenyum pak tua merogoh saku celana lusuhnya, mengambil sebuah pisang yang sudah terkupas kulitnya dan isinya tinggal sepertiga. Langsung saja si kera meraih pisang itu dan memakannya sampai tak bersisa.

“Bukan kita. Saya,” ujar pak tua, membelai hewan itu penuh kasih selayaknya anaknya sendiri. “Ayo, kita pulang.”

Saat pak tua hendak bangun, tiba-tiba sesosok pria menghadang tepat di depannya. “Eit, tunggu dulu!” hardiknya, lalu menggosok dua jari tepat di wajah pak tua. “Biasa, setoraan!”

“Ampun, bang. Yang ada aja nggak cukup buat makan. Besok aja ya.”

“Aah, basi! Dari dulu juga bilangnya gak cukup. Gak bisa! Siapa suruh nongkrong di sini, daerah kekuasaan gue, Brutus! Kasi duit, kalo nggak, gue BERI!”

Tiba-tiba Brutus melayangkan tinjunya. Pak tua menjerit, “AMPUUN!” sambil memejamkan mata. Sesaat kemudian, ia tak merasakan apa-apa. Dibukanyalah matanya, menatap bogem mentah si pemuda sangar tepat di ujung hidungnya.

Melihat pak tua berdiri mematung dan gemetar, si preman mendengus, “Hee, diam aja! Mau nantang gue, hah? Beneran…”

Tiba-tiba pak tua merengkuh dadanya. Wajahnya meringis, lalu ia membungkuk.

“Eh? Apaan lu? Pura-pura sakit? Emangnya gue bisa dikibulin tipuan murahan begitu? HUH!” Didorongnya tubuh renta itu hingga membentur tembok dan terduduk di trotoar.

“Bah, langsung teler dia. Payah!”

Segelintir orang yang kebetulan lewat melihat aksi brutal itu, namun mereka malah menjauh buru-buru. Rupanya Brutus sangat ditakuti di daerah itu. Karena itulah, pria yang sekujur tubuhnya penuh tato itu melenggang santai, menghampiri pak tua.

Saat tangannya terjulur untuk merogoh saku, tiba-tiba si kera meloncat ke pangkuan majikannya, mencakar-cakar menyeringai, memperlihatkan taring-taringnya yang panjang nan runcing. “Eeh! Monyet sialaan!”

Mendadak sebuah seruan bergema, “PENGECUT!”

Si preman terpaku lalu menengok kiri-kanan sambil berteriak, “SIAPA ITU! CARI MATI LU! Siapa yang pengecut!”

“Ya kamu! Pengecut! Beraninya menyiksa yang lemah.”

Brutus menoleh lagi, wajahnya langsung pucat dan bicaranya tergagap, “L-lu yang ngomong?”

“Tolong… Tolong… Jantung…” giliran kera itu bicara terbata-bata.

Bibir si kera tak bergerak saat bicara. Brutus yang cukup jeli melihat ini tersenyum sinis.

“Huh, Cuma bicara lewat perut saja. Gertakan basi!”

Sambil berujar, si preman menyeruak maju dan menyingkirkan si kera dengan tangan kekarnya. “Minggir, lu!” teriaknya.

Kini tangannya sibuk merogohi kantung celana lusuh pak tua dan mengeluarkan uang recehan dari sana.

“Gile, bener-bener kere nih orang! Biar mati aja! Rugi gue ngurusin dia!”

Pak tua terus tertunduk, tak bergerak sama sekali. Pasrah, mungkin?

Tak peduli, si preman bangkit berdiri dan bersiap hendak pergi. Tubuh ringkih pak tua tiba-tiba limbung dan jatuh di trotoar, tergeletak seperti boneka rusak.

Pak tua telah meregang nyawa.

Saat Brutus melangkah meninggalkan tempat itu, tiba-tiba si kera menerjang ke arahnya. Dengan refleks ia menghindar. Si kera langsung menerjang lagi dengan lincahnya.

“Monyet gila! Biar lu gue kirim nyusul majikan lu!”

Brutus melepaskan serangkaian tendangan dan tinju dan semuanya hanya mengenai udara.

Mendadak si kera menerjang secepat kilat tepat kea rah wajah si preman. Sebelum bisa menghindar, kera itu terlanjur membenamkan taring-taringnya di lehernya.

Sambil berteriak kesakitan, Brutus malah menarik paksa hewan itu hingga lukanya malah melebar. Habislah sudah. Karena satu kesalahan si kekar roboh tertelungkup. Darah kentalnya mulai menggenang di trotoar.

Dengan sisa tenaganya Brutus menegadah, menatap ke tubuh renta tak bernyawa di depannya, yang sesaat lagi akan ia susul ke akhirat.

Pandangannya melamur. Dengan setitik kesadaran dan nafas yang tersisa dilihatnya si kera berdiri tepat di depannya dengan mulut berlumuran darah. Hewan itu… bicara, “Rasakan balasanmu, bodoh. Kau kira tadi itu majikanku yang bicara lewat perut?”


Cerpen oleh : Andry Chang
Jakarta, September 2011

Berita Antar Dunia

Pusat Berita Dunia-Dunia