Selamat Datang, Para Penjelajah!

Bersiaplah untuk menjelajahi dunia ciptaan imajinasi dari para pencipta dunia dari Indonesia. Dunia-dunia penuh petualangan, keajaiban dan tentunya konflik antara kebaikan dan kejahatan. Maju terus para penulis fantasi Indonesia! Penuhi Takdirmu!

Fantasy Worlds Indonesia juga adalah blog resmi dari serial novel, komik, game dan multimedia FireHeart dan Evernade karya Andry Chang yang adalah versi Bahasa Indonesia dari NovelBlog berbahasa Inggris Everna Saga (http://fireheart-vadis.blogspot.com) dan FireHeart Saga (http://fsaga.blogspot.com)

Rubrik Utama Fantasindo

15 December 2011

Vandaria Saga - Ratu Seribu Tahun



Vandaria Saga: Ratu Seribu TahunVandaria Saga: Ratu Seribu Tahun by Ardani Persada Subagio

My rating: 4 of 5 stars


Vandaria Saga

Pencipta Hikayat: Ami "Sang Ayah a.k.a. Big V-Daddy" Raditya



Perjalanan Ke Barat ala Vandaria

Review oleh: Andry Chang



Dalam kunjungan liputannya di Jagad Vandaria, Musafir dari Everna, si paparazzi antar dunia kali ini menemui narasumbernya, yaitu Ratu Narasoma dari Kerajaan Madra. Yang berjulukan Ratu Seribu Tahun (R-1K-T).



Kebetulan beliau (the 1000-year old girl) baru kedatangan tamu, seorang pejalan cakrawala lain bernama Hekhaloth (baca: hack-a-lot).



Sebagai hasil dua sesi "kongkow" itu, jadilah Narasoma melakukan perjalanan ke barat. Tentu saja dengan tiga tujuan:

1. Membebaskan Madra dari kungkungan Iblis Murugan.

2. Mengamalkan dan menyempurnakan ajaran Avesta Rahwan

3. Dan mengakhiri kutukan hidup abadi padanya. Dengan kata lain, seperti yang Nara katakan sendiri, "Aku bosan hidup."



Sang Musafir tentunya ikut serta sebagai peliput. "Untuk Buletin Vandaria di Facebook," katanya.



Nara hanya mengangguk-angguk saja lalu bicara pada Ixion, kudanya, "Ix, Fesbuk itu apa sih? Gue gak ngerti..."



Nah, dalam perjalanan ini Narasoma a.k.a. Volsung, Tong Sam Cong ala Vandaria mengangkat beberapa murid (yang jelas tersepona oleh keluhuran budinya), yaitu:



1. Ixion: Kuda titisan naga. Pemegang gelar Ph.D. Ilmu Kelistrikan. Julukannya: Ix-Man.

2. Vari: Tipikal gadis lugu-berlagu. Ia bagai kertas putih bersih yang siap dipenuhi Avesta. Tokoh orisinil ala V.

3. Kugo: Kera sakti (Sun Go Kong ala V) titisan Varaha (Hanuman ala V)

4. Hakka: Seekor Gorken (orc atau siluman piggy) yang minus di kecerdasan, plus di kekuatan dan bersifat ksatria. Cu Pat Kay ala V.

5. Gojoh: Pemburu yang punya pasukan roh pelindung yang disebut Terminus. Sah Ceng ala V.

6. Hekhaloth dan Markabah: Para juru bisik dan tukang sapu. Peran mereka hanya bicara, tak boleh banyak ikut campur dan main tangan. Hekhaloth beri bonus juga, si Ix-Man. Kegemaran? Jalan-jalan di cakrawala.

7. Murugan: Pada dasarnya ia iblis jahat, tapi twist dalam cerita membuatnya jadi tokoh yang paling menarik. Here, Muru, Muru! Fetch!



Dan tentu saja supaya ada konfliknya, ada pihak-pihak tertentu yang, demi kepentingan "keamanan negara" dan "kedamaian di Vandaria" berusaha menghalangi perjalanan Volsung ini. Tepatnya memaksa "si inang bencana" kembali untuk "terpenjara" di Madra. Forevah.



Inilah para antagonista!

1. Tritorch dan Lumina: Tri mengirim kera sakti dan Lumina sedikit bicara, dengan kata-kata yang menentukan segala.

2. Alhazad: Kejam pada musuh tapi mampu menghargai bawahannya hingga mereka rela mati nyengir untuknya. Tipikal pemimpin yang baik ala Sun Tzu.

3. Zagam! Pakai suara bas, serukan keras dan bergema. Zaagaam!

4. Delapan Yang Abadi plus para abdi 4 Raja Surga khususnya Alhazad dan Zagam: peran-peran pembantu yang menambah seru cerita.

5. Seraph: Ratu Frameless Edenion. Cameo dari saga mainstream. Nantikan sepak terjangnya di novel-novel V selanjutnya.

6. Rahwan: Rahwana ala V. Biang kerok pemicu masalah dalam kisah ini.



Berikut ini hal-hal yang membuat Sang Musafir terkagum-kagum:



- Ilustrasi-ilustrasi "kelas dewa" dari para "dewa gambar" Indonesia jelas memberi nilai tambah yang besar bagi karya ini. Sebagian berasal dari artwork untuk trading card game (TCG) Vandaria Wars.

Sebut saja nama-nama besar seperti: Is Yuniarto, Wenart Liang, Tatsu Maki, Ecky Oesjady dan Andre Pratama. Lihat artwork mereka dan *duh, Sang Musafir jadi iri...*



- Karakter Vari. Walaupun hanya terkesan tambahan, sesungguhnya perannya sangat penting sebagai penyeimbang dalam kelompok yang "sangar-sangar" ini. Lewat kelembutan, kerajinan dan ketulusan hatinya.



- Kisah R-1K-T ini sarat pesan moral, nasihat-nasihat praktis yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan tak lekang zaman.



- Adegan-adegan tarung yang cukup detail, hingga terasa benar serunya.



- Karakter Zagam yang sepak terjangnya kental dan kentara kebrutalan dan kekejamannya berhasil membangkitkan rasa sebal Sang Musafir. Justru ini makin menambah mutu penokohan di cerita ini sendiri.



- Secara umum, salah satu kekuatan utama novel ini adalah kedalaman karakter para tokoh utama mampu meninggalkan kesan hingga bisa jadi kegemaran dan membekas lama dalam ingatan pembaca.



Hal-hal yang membuat Sang Musafir tersandung-sandung:



- Sudah banyak adaptasi roman "Kera Sakti - Perjalanan Ke Barat" yang dibuat bahkan lebih populer dari hikayat orisinilnya sendiri. Sebut saja diantaranya Dragon Ball dan Gensomaden Saiyuki.

Yah, "Sun Go Kong" ala Vandaria itu sah-sah saja, karakter-karakter yang mirippun tak masalah.



Hanya saja, akan lebih keren kalau plot R-1K-T dimodifikasi sebeda mungkin dengan SGK, jadi tak terlalu mengingatkan pembaca akan CERITA di SGK itu. Dragon Ball adalah contoh bagus. Adaptasi "Ramayana" ala Vandaria dalam kisah Rahwan-Varaha juga jadi contoh modifikasi yang "jauh beda dengan aslinya".



- Satu pertanyaan: Rahwan menyebarkan agama dan Avesta, tapi kemudian jadi penjajah dengan dalih menggelar "perang suci".



Bukankah Raja Shalya dan rakyat Madra yang tahu persis Rahwan menyerang negeri mereka seharusnya berhenti jadi penganut "agama orang khilaf" itu? Bahkan Narasoma sepertinya tak tahu tentang "Rahwan Complex" itu hingga di akhir cerita ia baru sadar dan merevisi Avesta Rahwan menjadi Goldark?



Asumsi Musafir, mungkin Nara mendasari ajaran itu pada Sang Ibu, dan Rahwan hanya numpang nama dan jadi broadcaster saja. Satu lagi, ingat kalau "Perang Suci" tercatat dalam sejarah dunia nyata, walaupun tak seekstrim Agresi Rahwan sendiri. Tapi itu tak menghentikan orang menganut agama-agama terkait.



- Figur karakter Murugan mirip monster-iblis di serial anime yang sangat terkenal. Bahkan caranya "dipenjara" dalam tubuh Narapun mirip.



- Gojoh dalam cerita dideskripsikan sebagai pria "tampan", padahal di ilustrasinya kelihatan "tam-tu". Tua tapi tampan? Macam Sean Connery (007)-kah?



- Seperti di universe Vandaria pada umumnya, sorotan utama Sang Musafir selalu pada masalah kecocokan nama, penampilan dan budaya geografis yang sering campur-aduk. Contoh di kisah ini adalah nama Goldark sebagai pengganti nama negeri Madra yang sudah cenderung bernuansa India. Svarna mungkin lebih cocok.



Saran Sang Musafir untuk Sang Ratu Seribu Tahun:



- Walaupun bisa membayangkan perjalanan ke barat lewat Jalur Sutera dengan membandingkannya dengan Planet Bumi, akan lebih baik bila setidaknya ada peta singkat yang menjabarkan rute perjalanan Volsung dkk. Pembaca akan lebih terbantu visualisasinya dan lebih nikmat membacanya. Yumm!



- Sistem keterangan istilah dengan footnote sudah mantap. Mungkin bisa dipertimbangkan menambahkan Daftar Istilah di bagian akhir novel.



- Meskipun mudah ditebak, ada baiknya mencantumkan nama tokoh dalam ilustrasi khusus tokoh. Misalnya: (Tritorch by Is Yuniarto, Amazu dan Baxilios oleh Ecky Oesjady)



- Saran-saran lainnya, termasuk untuk proyek-proyek novel Vandaria Saga pada umumnya dapat dilihat di Resensi Andry Chang untuk Harta Vaeran. Tak perlu siaran ulangan, toh?



Dengan kaki pegal dan hati heboh setelah perjalanan pulang-pergi dari timur ke barat, Murugan "Muru-Muru" mengantar Sang Musafir kembali ke base-campnya di Dunia Everna.



Muru bertanya, "Nah, bagaimana menurutmu tentang cerita ini, wahai pelancong dimensi (Level dewa yang lebih tinggi dari pejalan cakrawala)?"



Sang Musafir mengangkat dua jempolnya sambil berujar, "Top markotop, Gan! Seru abis! Titip salam buat Ardani si Pejalan Cakrawala, terima kasih untuk hiburan yang berkesan ini. Lain kali saya akan mampir lagi ke Vandaria, Gan."



Muru-Gan pamit, lalu berbalik pergi sambil bergumam, "Dasar anak Kaskus..."



Untuk tahu lebih banyak tentang Vandaria, kunjungi website www.vandaria.com dan www.facebook.com/vandaria





View all my reviews

Detail:
Paperback, 584 halaman
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama, Agustus 2011
ISBN13: 9789792274325
Edisi Bahasa Indonesia

08 December 2011

Aksarayana - Story E-Magazine


Aksarayana - Way of the Words

Aksarayana E-Magazine adalah majalah digital dengan format .pdf yang bisa di-download siapa saja secara gratis. E-Magazine ini terbit sebulan sekali. Isinya adalah karya dari kontributor: artikel, cerita pendek, cerita bersambung, resensi buku dan lain sebagainya.

Tema yang diutamakan untuk tiap karya tetap dari genre fiksi fantasi, meskipun tidak menutup kemungkinan tema lain juga bisa dimuat.

Majalah ini dibuat dengan format seperti ini untuk memudahkan penyebaran sekaligus untuk disimpan dan dibaca.

Untuk informasi lebih lanjut dan membaca majalah ini (juga mengunduhnya), silakan kunjungi situs Aksarayana di:
http://www.aksarayana.com/

Contoh Edisi-Edisi Awal Aksarayana:
Volume 1: Oktober 2011 - Fantasy Unleashed!
Contoh cerpen: Sang Kolektor, Tentang Luis, Dongeng Pare yang Pahit

Volume 2: November 2011 - Dark Fantasy
Contoh cerpen: Suara, Adolescentula, Tunisia

Volume 3: Desember 2011 - Superheroes
Contoh cerpen: Reog, The Pantomime

Update: 17 Februari 2012
Volume 4: Januari 2012 - Dunia Baru

Update awal: sampai saat ini semua edisinya disajikan GRATIS!
Selamat berfantasi-ria di Aksarayana!

07 December 2011

Panah Matahari


Sumber gambar: Memanah Sembilan Matahari (Mitos China)
From link: The Sun: Top Seven Myths


PanahMatahari
oleh Melody Violine

Melihatanak panah merah itu menancap di atap rumahku, duniaku serasa mauruntuh.

“Lan...”Yao berusaha meraihku dengan sebelah tangannya yang tidak sedangdipakai menahan babi hutan di bahunya, tapi aku berlarimeninggalkannya. “Lan!” Yao memanggilku lagi, tapi tak kuhiraukandia. Ini perkara keluargaku, bukan dia, meskipun sudah pastikeluarganya punya andil dalam hal ini.

Sepasangkakiku yang mungil berlari cepat menuruni tanah landaian,meninggalkan tepi hutan dan mengarah ke kampung kami. Sedikitbuah-buahan kurus yang berhasil kukumpulkan hari initerbuncang-buncang di dalam kantongku yang terbuat dari kulit lembu.Tanah terasa panas ketika aku menyeberangi salah satu ladang; sudahlama kering dan dipenuhi sisa tanaman mati.

Akuterus berlari, tidak menoleh ke belakang untuk melihat apakah Yaomengejarku. Juga aku tidak mendongak untuk melihat Sang Matahari yangmenyengat punggungku. Kami memang tidak dibolehkan menatap SangMatahari di kala siang, hanya dibolehkan saat terbit dan terbenamuntuk berdoa kepadanya. Menatap Matahari ketika berada tinggi dilangit sama dengan membangkang. Ingin sekali ini aku mendongak, tapiaku masih memohon belas kasihnya, semoga bukan rumahku, semoga bukanrumahku...

19 November 2011

Vandaria Saga - Harta Vaeran



Kiri-kanan: Karin, Fukhoy'ri, Certeus, Saeliya, Karnthe

Vandaria Saga: Harta VaeranVandaria Saga: Harta Vaeran by Pratama Wirya Atmaja

My rating: 4 of 5 stars


Vandaria Saga - Harta Vaeran

Penulis: Pratama Wirya Atmaja

Pencipta Hikayat Vandaria: Ami Raditya

Jumlah halaman isi: 517

Penerbit: PT. Gramedia Pustaka Utama



Vaeran Iervaanah Menyambut Sang Musafir di Jagad Vandaria

Review oleh: Andry Chang



Nah, untuk penjelajahan kali ini, Sang Musafir dari Everna memilih ke Dunia Vandaria dan mulai dari kisah Harta Vaeran ini.



Mengapa Vandaria? Perlu dicatat, selama ini brand universe-saga ini dikenal cukup luas di Indonesia, walau sebatas kalangan pemerhati role-playing novel di forum online dan kalangan pemain adu kartu koleksi (trading card game). Namun secara kumulatif Vandaria telah memiliki fan base yg luas, solid, berpopulasi besar bahkan terorganisir.



Dan kini bagai sebuah dunia adidaya mereka "berekspansi" ke segmen-segmen pasar fantasi lainnya, dalam hal ini pembaca novel cetakan dan penggemar game elektronik.



Tentu saja kalangan umum baik penggemar novel fantasi atau bukan, termasuk pula Sang Musafir akan bertanya, "Apa itu Vandaria? Dunia fantasi macam apa itu? Dari mana kami para musafir harus mulai untuk mengenal dunia itu?" Selain website resmi www.vandaria.com, novel Harta Vaeran ini adalah jawabannya.



Mengapa Vaeran? Sebagai "orang asing" yang baru pertamakali datang di ranah fantasi yang kompleks dan penuh hikayat ini, novel ini bisa menjadi acuan perkenalan awal yang cukup informatif, dengan balutan cerita yang ringan dan menghibur.



Membuka halaman pertama cerita Harta Vaeran ini, Sang Musafir seakan diajak terbang oleh "pemandu interaktif" untuk sedikit tur perkenalan Dunia Vandaria. Masuk ke cerita, si "paparazzi antar dunia" ini diam-diam mengikuti perjalanan seorang pemburu harta karun bernama Karnthe Jahlnow untuk mencari Harta Vaeran yang konon sangat berharga, misterius dan berkekuatan gaib tiada tara.



Sekilas Karnthe nampak seperti tipikal remaja yang lugu, kurang pengalaman dan tidak terlalu cerdas. Namun seiring perjalanan cerita akan nampak kelebihannya yang utama, yaitu keberanian dan semangat kepemimpinan yang mampu mempersatukan tim. Ada juga kelebihan lainnya yaitu naluri – intuisi pencarian harta karun yang lebih ditonjolkan dalam tindakan-tindakan spontan yang di luar dugaan.



Lalu, alur perjalanan yang penuh bahaya dan pencarian petunjuk itu mengalir dengan gaya RolePlayLicious (Role Playing Novel): Mencari petunjuk, menghadapi bahaya, merekrut teman seperjalanan, melawan musuh tangguh dan mendapat barang bagus sebagai hadiahnya.



“Karnthe si Gila” ini tentu saja dibantu empat teman seperjalanan lainnya yang memiliki kemampuan yang saling mendukung satu sama lain, yaitu:



- Saeliya Aerankah: gadis penyihir tempur dari ras frameless (manusia gaib) yang emosian, blak-blakan dan cenderung agresif. Seolah segala sesuatu di dunia itu adalah medan perang yang harus dimenangkan.



- Fukhoy'ri (Ah Fuk – panggilan akrab dari Sang Musafir): pria setengah frameless yang berprofesi sebagai penyihir-pelindung dan pengumpul pengetahuan. Dia ini karakter favorit Sang Musafir karena memang tujuan beliau mengunjungi Vandaria sama-sama untuk mengumpulkan "pengetahuan". Asyiknya bertemu teman seprofesi...



- Certeus Kateriol: pria yang berprofesi sebagai pengelabu mata yang bermulut pedas. Segala keahliannya itu tampaknya bertolak belakang dari postur tubuhnya yang besar dan tampak kuat.



- Za'zestay Karin: wanita pedagang-pendekar yang cukup banyak akal dan keterampilan berpedang yang mumpuni. Tipikal wanita "gaul" yang gemar bicara ini-itu, ahli negosiasi.



Yah, karena ketahuan Certeus, akhirnya Musafir mengakui misi rahasianya itu. Sempat hampir disembah-sembah pula karena disangka Vanadis (dewa politheisme di Vandaria) – gara-gara “nickname” Musafir adalah Vadis… ayayayay…Yah, jadilah Musafir anggota ketujuh Tim Karnthe yang bertugas sebagai reporter dan penikmat. Lantas siapa si “anggota keenam”? Sang Musafir akan mengungkap si “Mr. O” itu di bawah.



Sepanjang petualangan ini, ada beberapa hal yang jadi catatan penting Sang Musafir, yang diarahkan untuk diklasifikasikan sebagai berikut:



Hal-hal yang Sang Musafir sukai dari Harta Vaeran:



Ilustrasi bergaya sketchy, enak dilihat dan sangat membantu “penyerapan” cerita. Ini termasuk penggambaran para karakter utama yang “hidup” dan menonjolkan sifat masing-masing.



Plotnya yang sederhana, mengalir dan fokus ke satu misi utama menjadikan kisah ini jadi enak dibaca. Tidak perlu dibesar-besarkan sampai level “menyelamatkan dunia” atau “menentukan aliran sejarah” dan sebagainya. Tak perlu pula melibatkan para penguasa negara, cukup sampai level walikota dan tetua lokal saja. Konsistensi konsep inilah yang patut diacungi dua jempol.



Disisipkannya gaya “semi-interaktif” dengan keberadaan satu “narator”, “sang maha tahu” atau “Mr. Omniscient” yang bertugas menjadi pemandu, menjabarkan flashback, berdialog dengan pembaca yang mungkin akan bertanya-tanya, “Mengapa bisa begini? Mengapa bisa begitu?” supaya suatu kejadian tampak lebih masuk akal bagi Sang Musafir itu sungguh asyik, membantu dan cukup unik. Walau mungkin ada pula dari kalangan pembaca umum yang malah tersandung-sandung saat mengarungi arus cerita yang maju-mundur seperti ini. Yah, kembali lagi ke masalah selera umum yang coba diwakili Sang Musafir…





Hal-hal yang mengganjal Sang Musafir dari Harta Vaeran:



Tokoh Za’zestay Karin sempat membuat Sang Musafir bingung. Karin mengaku berasal dari Kerajaan Ardelkay yang notabene, menurut footnotenya condong ke Ras Asia. Warna kulit Karin yang agak gelap mungkin saja sesuai dengan ciri Asia, namun namanya, wajah, penampilan serta gaya berpakaiannya lebih mirip ke gaya Conquistador atau penjelajah ala Spanyol. Mungkin ia adalah imigran yang tinggal di Ardelkay sebagai pedagang? Atau lebih bagusnya si Ah Fuk jadi dari Ardelkay dan si Karin dari kerajaan yang mirip Spanyol ala Vandaria? Yah, Musafir hanya bisa mengangguk dan ikutan saja.



Para pemburu harta karun lain mungkin akan iri melihat Karnthe yang beruntung (atau lebih tepatnya, berintuisi kuat). Ia berjodoh dengan para pendekar handal dengan keterampilan yang “lengkap” sesuai profesi mereka. Sekilas tim Karnthe ini jadi kelihatan “sempurna” dan “Dream Team”, padahal dalam ceritanya tak jarang mereka juga sering menemukan jalan buntu. Yah, berhubung Sang Musafir pernah membuat cerita yang segenre dengan tim yang bisa dibilang “sempurna” pula, beliau justru sangat memaklumi hal ini.



Lantas muncul ganjalan berikutnya, yaitu cara menemukan para anggota tim ini. Nampaknya mereka nyaris selalu muncul pertama kali di waktu yang tepat, tempat yang tepat dan kebutuhan yang tepat pula. Misalnya Ah Fuk muncul saat Karn perlu “ekstra otak” untuk menterjemahkan batu petunjuk. Lalu si Saeliya pas sekali pernah menjadi rekan Certeus yang kebetulan ada di kota tempat ia diperlukan. Dan si Karin yang muncul saat tim Karnthe menemukan jalan buntu. Untunglah ganjalan ini diredakan dengan penjelasan bahwa si Karn punya intuisi yang bagus dalam mengenali bakat dan isi hati seseorang. Selebihnya, tinggal ikuti ceritanya.



Sepanjang cerita, Sang Musafir selalu bertanya-tanya, siapa itu Vaeran Iervaanah? Sesakti apakah frameless yang satu itu? Apa saja sepak terjangnya selama ini? Apa saja dan seberapa besarkah jasanya bagi Dunia Vandaria hingga ia layak menyandang gelar “legendaris”? Dan apakah beliau punya andil dalam salah satu kisah epik Vandaria lainnya? Satu-persatu pertanyaan itu dijawab seiring perkembangan cerita, kecuali mungkin untuk pertanyaan terakhir yang mungkin sudah dijabarkan oleh penulis tapi entah terlewatkan atau terlupakan oleh Sang Musafir ini. Glossary, please!





Adegan-adegan yang paling Sang Musafir kenang dari Harta Vaeran:



Di Bab 20, taktik menghadapi frameless dengan kata-kata “tidak” atau bernada negatif adalah solusi brilyan yang memanfaatkan sifat dasar frameless yang angkuh dan pantang ditolak, dikritik atau disanggah.



Solusi di Bab 11 yang sengaja “menambahkan” satu hutan ajaib yang penuh pohon berdaun merah-hijau-biru, dimana daun-daun itu bisa jadi bahan peledak bisa jadi adalah berkah dari Wirya, Sang Vanadis Keempatbelas. Kadang perlu solusi “luar biasa” atau “ajaib” untuk meledakkan jalan buntu dalam masalah luar biasa pula. Dalam ranah fantasi, ajaib itu halal, toh?



Di Bab 14 ada pertarungan yang cukup seru dengan “si penyair baik”. Lebih lagi saat si penyair itu bercerita tentang bakatnya yang tak dihargai umum tapi sangat dihargai oleh Vaeran (walau akhirnya “dikerjai” pula jadi arwah penasaran). Rasanya enak kalau ada yang menghargai karya kita yang kadang tidak ikut selera “mainstream”, tapi tetap saja kita harus berhati-hati pada sanjungan siapapun.





Hal-hal yang Sang Musafir usulkan untuk Vaeran Iervanaah dan hartanya:



Dari cerita memang sudah mantap, namun akan lebih keren bila Harta Vaeran dibuat terdiri dari satu set, yang terdiri dari perlengkapan perang Vaeran: pedang, tongkat sihir, kalung, buku sihir dan sabuk. Kelima relikui itulah yang disebar ke tempat-tempat rahasia, yang rupanya harus dilengkapi sebagai kunci dan petunjuk untuk mendapatkan relikui Genggaman Vaeran, batu bertuah yang jadi harta keenam. Jadi tim Karnthe tidak melulu menemukan “batu petunjuk” (atau sesekali harta kekayaan) saja. Bisa jadi batu-batu petunjuk itu ditemukan bersama dengan kelima relikui kunci itu.



Yah, mungkin ini akan terdengar lebih berbau RPGlicious, tapi setidaknya setiap sepak terjang, setiap tahapan yang dilalui tim Karnthe itu membuahkan sesuatu yang lebih “value-added”. Misalnya bisa diatur Karnthe dapat kalung, Saeliya tongkat sihir, Ah Fuk buku, Karin kalung dan Certeus sabuk sepanjang perjalanan – bukan diberikan sekaligus di babak akhir cerita.



Jadi, “Perburuan Pedang” di Bab 17 bisa dimodifikasi sebenarnya adalah untuk salah satu dari set Harta Vaeran itu, tidak terkesan “numpang lewat asal Karnthe dapat modal”. Pedang pertama si Karin sebenarnya sudah bagus, kok, tapi mungkin kurang ampuh untuk melawan naga.



Bagus, tak masalah dan tak selalu perlu ada adegan “cin-lok” (cinta bersemi di lokasi), jodoh-jodohan dan romansa dalam kisah yang satu ini. Walaupun kelihatannya Certeus dan Karin bisa jadi pasangan serasi… (Jitak Sang Musafir! Memangnya saya ini paparazzi buat infotainment antar-duniakah? Fan service untuk pembaca wanita?)





Hal-hal yang Sang Musafir usulkan untuk penulis dan proyek Vandaria pada umumnya:



Seperti pengalaman Sang Musafir sendiri, mungkin cukup sulit untuk menambahkan peta dunia yang rinci dalam novel, komik, dan sebagainya. Ini mengingat Vandaria adalah dunia fantasi yang luas, kompleks dan selalu berubah-ubah nama tempat, apalagi nama-nama kerajaannya yang bangun dan runtuh sangat sering. Akan lebih membantu pembaca bila setidaknya diselipkan satu peta singkat yang langsung berhubungan dengan cerita. Misalnya, rute perjalanan tim Karnthe, termasuk kota-kota dan tempat-tempat penting yang mereka lalui.



Sistem keterangan dunia dan istilah yang dicantumkan pada footnote sangat membantu para musafir mendapatkan gambaran tentang Dunia Vandaria. Sang Musafirpun menggunakan metode ini dalam karya-karya awalnya.



Di sisi lain ada baiknya mencoba sistem Daftar Istilah (Glosarium) untuk menampung istilah-istilah ala fantasi yang bertebaran, agar pembaca dapat mengakses informasi kapan saja dan terpusat di satu tempat, yaitu bagian belakang buku. Sang Musafir kini mencoba sistem Glosarium Alfabetis (saking banyaknya istilah).



Selain Glosarium Alfabetis, Sang Musafir juga mencoba menerapkan footnote sebagai penampung side-story, deskripsi atau penjelasan panjang-lebar atau flashback. Mungkin Wirya dan Tim Kreatif Vandaria bisa menerapkan metode itu pula di novel-novel berikutnya.



Terbitkan satu buku khusus mengenai perkenalan Vandaria, dimana Hikayat Vandaria, para pahlawan (dan penjahat) besar, religi, geografi dan lain sebagainya dijabarkan secara sistematis. Bisa juga itu menjadi sisipan, catatan belakang atau buklet dalam buku Kumpulan Cerpen atau salah satu novelnya.



Pemanfaatan network produk dengan contohnya menyisipkan Trading Card Game, poster, postcard atau merchandise dalam novel / komik / majalah / CD game atau bonus CD game pada novel edisi khusus yang diterapkan Vandaria itu sudah hebat. Orientasi multimedia yang saling mendukung itulah yang diharapkan menjadi inspirasi dan pembelajaran bagi para world-builder lainnya termasuk Sang Musafir sendiri.



Istilah frameless bilamana di-Indonesiakan bisa jadi nirfana (nir-fa-na) atau malah nirvana (juga dipakai sebagai nama negeri besar di Vandaria di era kekuasaan “Raja Tunggal, hey!”



Nah, di akhir perjalanan dinas ke Vandaria kali ini, Sang Musafir bersalam-kompak dengan si “Mr. O” yang ternyata adalah Vaeran sendiri yang sengaja memonitor batu-batu petunjuknya dari alam sana, lalu mampir untuk mengamati dan memberi penjalasan pada para musafir yang mampir mengikuti petualangan ini.



Sungguh sebuah salam perkenalan yang manis dari Vaeran, yang dengan meyakinkan mengundang lebih banyak musafir melancong ke Dunia Vandaria. Ini cerita “feel-good” yang menyegarkan, patut dikoleksi sebagai acuan untuk menyelami epik-epik Hikayat Vandaria lainnya. Dan untuk Wirya, selamat dan semoga masukan Sang Musafir ini bisa membantu untuk melanjutkan sukses di karya-karya berikutnya.



Vaeran Iervaanah menunggu kunjungan musafir-musafir berikutnya ke Vandaria.



Situs resmi Vandaria Saga: http://www.vandaria.com

Facebook: http://www.facebook.com/vandaria







View all my reviews

14 November 2011

Nyanyian Alam


Nature Sorceress / Singer example - tentative image, extracted from this source

Nyanyian Alam
Andry Chang
Catatan: Isi cerita ini dipindahkan dalam bentuk kumpulan cerpen "Kristalisasi" Vandaria Saga. Terima kasih sudah mendukung cerita ini dan Fyanei hingga terbit dalam bentuk cetak!
- Andry Chang (Update 24 Maret 2012)
Website Vandaria Saga: http://www.vandaria.com

Fyanei si Penyanyi Pohon
Ilustrasi oleh Yohan Power



Latar Belakang Cerita

Diawali dari sebuah ide, “Bagaimana jika potensi ancaman dan bahaya bagi makhluk hidup datang dari alam sendiri, akibat interaksi makhluk hidup dengan alam?” saya memilih tema pelestarian alam sebagai latar belakang kisah ini. Unsur keajaiban dan sihir terinspirasi dari metode pertanian dan perkebunan, yaitu menggunakan musik agar tanaman tumbuh lebih subur. Inspirasi dan mekanisme penerapan “nyanyian alam” menghadapi bencana tanah longsor berasal dari sebuah game yang sangat populer dan melibatkan tanaman. Saat meramu karakterisasi Fyanei, tokoh utama cerita, saya teringat pada sebuah berita lama tentang seorang anak desa yang mendadak terkenal karena memiliki batu ajaib yang berkhasiat menyembuhkan penyakit (penyembuhan alternatif). 

Melalui kisah Fyanei ini saya mencoba menyampaikan pesan tentang teladan seorang pahlawan sejati yang tidak mencari ketenaran, apalagi kekuasaan dengan menggunakan bakatnya. Di samping itu, kita harus berusaha sekuat tenaga untuk menjaga keseimbangan alam dan mencegah bencana, serta contoh sikap dan tindakan yang benar bilamana bencana alam tak terhindarkan lagi. Kesemuanya itu menjadikan “Nyanyian Alam” kisah yang unik, menghibur sekaligus mendidik tepat di tengah hingar-bingarnya pergolakan di Jagad Vandaria.


Vandaria Saga: Kristalisasi

Semesta Vandaria memendam beragam kisah menawan. Bisikan Sang Angin menuntun Evander Evrard dalam duelnya sebagai komandan Isfaris. Vaeran tidak segan-segan menghukum manusia-manusia penyebab Padamnya Bintang-Bintang Vaeran sendiri, hingga seorang pejalan cakrawala memutuskan untuk campur tangan. Sebulan sekali, Hamon menyaksikan anak manusia dijadikan bahan baku Batu Filsuf di Kastel Deimos. Suatu pagi pada Musim Gugur, murid Akademi Sihir Holstok bernama Lena terbangun dan mendapati seekor naga bening dalam kamarnya.

Dengan Nyanyian Alam, Fyanei berusaha menyelamatkan desanya dari longsor. Gael Grifon berguru kepada seorang frameless tua yang sinis demi menjadi manusia penyihir di Padang Hijau Atap Merah. Tiga buah Relik Agung Gallizur dicari untuk menghadapi jenderal Deimos keji dan salah satunya telah dipegang Athalos, pemuda misterius yang hilang ingatan. Di Bawah Bulan Separuh kota perdagangan Zarkand, seorang pencuri bertekad mengambil kembali kristal miliknya. Beri Kami Damai adalah tugas terakhir Arvena, seorang penyair yang sering membohongi rakyat dengan syair kepahlawanan. Pentagon menghadirkan masa lalu lima tokoh yang akan memegang kunci nasib Benua Elir.

Tiga zaman, tiga benua, sepuluh kisah yang mengkristal dalam satu semesta Vandaria...


“Cerita-cerita fantastis karya penulis muda Indonesia yang mengalir dalam satu semesta unik, semesta Vandaria. Harus baca!”
—Sunny Gho Founder MAKKO; Managing Director Imaginary Friends Studios

“Masukilah labirin dunia Vandaria dengan kisah-kisah petualangan yang variatif.”
—Shienny M.S, Penulis Tetralogi Fantasi Ther Melian

“Seperti halnya kristal, kumpulan goresan cerita ini juga memiliki keindahan dari berbagai sisi sudut pandang.”
—FA Purawan, Pengarang Garuda-5 Utusan Iblis; Juara I Fantasy Fiesta 2011; Pengasuh Fikfanindo.blogspot.com

05 November 2011

Topeng Monyet

Sumber foto Topeng Monyet dari artikel ini (Link)

“Sarimin pergi ke pasar.”

Suara itulah yang sayup-sayup terdengar di jalan kecil itu, tenggelam dalam hiruk-pikuk kendaraan dan orang berlalu-lalang.

Di depan sebuah ruko duduklah seorang pria tua yang sedang sibuk menarik-ulur rantai. Wajah keriputnya tampak lesu setelah didera panas matahari sepanjang hari itu.

“Sarimin jualan buah di pasar.” Rupanya ialah yang berseru tadi.

Seekor kera terbelenggu di ujung rantai, memanggul pikulan kayu mainan dan berjalan dengan lincahnya. Tak hanya itu, ia bahkan meloncat lewat ring yang dipegang pak tua. Si kera lalu menaruh pikulan di atas sebuah sepeda motor mainan dari kayu, menaikinya dan mengayuhnya selayaknya pengendara sungguhan.

Tak seorangpun penonton menyaksikan ini. Orang-orang yang lewat berlalu begitu saja tanpa menoleh. Bahkan anak-anak yang selalu nonton gratis malah berkerumun di warnet tak jauh dari sana.

Tak lama, pak tua menyimpan kembali semua peralatannya. Ia lalu bersandar di dinding sambil menghitung uang recehan di telapak tangannya.

“… Dua ribu empat ratus. Lagi-lagi hari sepi ya, Sarimin,” ujarnya pada kera di pangkuannya itu.

“Iya. Puasa lagi deh kita.”

Kera itu… bicara.

Mungkin pak tua punya keahlian bicara lewat perut, tepatnya bicara tanpa menggerakkan bibir seolah-olah benda atau makhluk di dekatnyalah yang bicara.

Sayang, tak pernah pak tua mengecap panggung hiburan dengan atraksi ventriloquist dipadu keahlian akrobatik keranya itu. Bisa jadi karena ia kurang rupawan, tak cukup berbakat bicara untuk menarik hati penonton, kurang memodali peralatan yang lebih enak dilihat dan segudang alasan lainnya yang, tentu saja, mengada-ada. Jadilah ia hidup sebatang kara, melarat dan renta bersama kera di sisinya, satu-satunya sahabatnya.

Dengan tersenyum pak tua merogoh saku celana lusuhnya, mengambil sebuah pisang yang sudah terkupas kulitnya dan isinya tinggal sepertiga. Langsung saja si kera meraih pisang itu dan memakannya sampai tak bersisa.

“Bukan kita. Saya,” ujar pak tua, membelai hewan itu penuh kasih selayaknya anaknya sendiri. “Ayo, kita pulang.”

Saat pak tua hendak bangun, tiba-tiba sesosok pria menghadang tepat di depannya. “Eit, tunggu dulu!” hardiknya, lalu menggosok dua jari tepat di wajah pak tua. “Biasa, setoraan!”

“Ampun, bang. Yang ada aja nggak cukup buat makan. Besok aja ya.”

“Aah, basi! Dari dulu juga bilangnya gak cukup. Gak bisa! Siapa suruh nongkrong di sini, daerah kekuasaan gue, Brutus! Kasi duit, kalo nggak, gue BERI!”

Tiba-tiba Brutus melayangkan tinjunya. Pak tua menjerit, “AMPUUN!” sambil memejamkan mata. Sesaat kemudian, ia tak merasakan apa-apa. Dibukanyalah matanya, menatap bogem mentah si pemuda sangar tepat di ujung hidungnya.

Melihat pak tua berdiri mematung dan gemetar, si preman mendengus, “Hee, diam aja! Mau nantang gue, hah? Beneran…”

Tiba-tiba pak tua merengkuh dadanya. Wajahnya meringis, lalu ia membungkuk.

“Eh? Apaan lu? Pura-pura sakit? Emangnya gue bisa dikibulin tipuan murahan begitu? HUH!” Didorongnya tubuh renta itu hingga membentur tembok dan terduduk di trotoar.

“Bah, langsung teler dia. Payah!”

Segelintir orang yang kebetulan lewat melihat aksi brutal itu, namun mereka malah menjauh buru-buru. Rupanya Brutus sangat ditakuti di daerah itu. Karena itulah, pria yang sekujur tubuhnya penuh tato itu melenggang santai, menghampiri pak tua.

Saat tangannya terjulur untuk merogoh saku, tiba-tiba si kera meloncat ke pangkuan majikannya, mencakar-cakar menyeringai, memperlihatkan taring-taringnya yang panjang nan runcing. “Eeh! Monyet sialaan!”

Mendadak sebuah seruan bergema, “PENGECUT!”

Si preman terpaku lalu menengok kiri-kanan sambil berteriak, “SIAPA ITU! CARI MATI LU! Siapa yang pengecut!”

“Ya kamu! Pengecut! Beraninya menyiksa yang lemah.”

Brutus menoleh lagi, wajahnya langsung pucat dan bicaranya tergagap, “L-lu yang ngomong?”

“Tolong… Tolong… Jantung…” giliran kera itu bicara terbata-bata.

Bibir si kera tak bergerak saat bicara. Brutus yang cukup jeli melihat ini tersenyum sinis.

“Huh, Cuma bicara lewat perut saja. Gertakan basi!”

Sambil berujar, si preman menyeruak maju dan menyingkirkan si kera dengan tangan kekarnya. “Minggir, lu!” teriaknya.

Kini tangannya sibuk merogohi kantung celana lusuh pak tua dan mengeluarkan uang recehan dari sana.

“Gile, bener-bener kere nih orang! Biar mati aja! Rugi gue ngurusin dia!”

Pak tua terus tertunduk, tak bergerak sama sekali. Pasrah, mungkin?

Tak peduli, si preman bangkit berdiri dan bersiap hendak pergi. Tubuh ringkih pak tua tiba-tiba limbung dan jatuh di trotoar, tergeletak seperti boneka rusak.

Pak tua telah meregang nyawa.

Saat Brutus melangkah meninggalkan tempat itu, tiba-tiba si kera menerjang ke arahnya. Dengan refleks ia menghindar. Si kera langsung menerjang lagi dengan lincahnya.

“Monyet gila! Biar lu gue kirim nyusul majikan lu!”

Brutus melepaskan serangkaian tendangan dan tinju dan semuanya hanya mengenai udara.

Mendadak si kera menerjang secepat kilat tepat kea rah wajah si preman. Sebelum bisa menghindar, kera itu terlanjur membenamkan taring-taringnya di lehernya.

Sambil berteriak kesakitan, Brutus malah menarik paksa hewan itu hingga lukanya malah melebar. Habislah sudah. Karena satu kesalahan si kekar roboh tertelungkup. Darah kentalnya mulai menggenang di trotoar.

Dengan sisa tenaganya Brutus menegadah, menatap ke tubuh renta tak bernyawa di depannya, yang sesaat lagi akan ia susul ke akhirat.

Pandangannya melamur. Dengan setitik kesadaran dan nafas yang tersisa dilihatnya si kera berdiri tepat di depannya dengan mulut berlumuran darah. Hewan itu… bicara, “Rasakan balasanmu, bodoh. Kau kira tadi itu majikanku yang bicara lewat perut?”


Cerpen oleh : Andry Chang
Jakarta, September 2011

28 October 2011

Maven - Daftar Tempat-Tempat Penting

"Jangan PERNAH bicara seperti itu tentang IBUmu!" Adair bangkit dari singgasananya,

26 October 2011

The Arabian Nights



The Arabian Nights
Kisah-Kisah Fantastis 1001 Malam
Penerbit: BukuKatta
Penyadur: Andrew Lang
Penterjemah: Titik Andarwati
Editor: Anton WP

Penerbit Katta
Villa Bukit Cemara No.1, Mojosongo, Solo
E-Mail: bukukatta-at-yahoo-co-id
Website: www.bukukatta.com
Blog: http://bukukatta.blogspot.com


1001 Malam Sang Musafir Menjelajah Negeri 1001 Malam

Anda mungkin bertanya, apa judul review ini agak "lebay"? Jawabannya, ya dan tidak. Ya, mungkin "1001 Malam" adalah waktu yang berlebihan untuk membaca senarai kisah fantasi klasik ini.

Tapi tidaklah berlebihan kalau "Arabian Nights" adalah salah satu kisah klasik yang paling sering dibaca berulang-ulang oleh Musafir dari Everna ini. Wajar saja, karena kisah-kisah ini merupakan sumber inspirasi bagi beliau dan banyak penulis terkenal dalam berkarya. Seperti sumur dari Mata Air Singa yang tak ada habis-habis airnya, tak bosan-bosannya dinikmati lagi dan lagi.

Rangkaian kisah ini juga sarat pesan moral yang mendidik. Walau penyampaiannya terlalu "ajaib" untuk jadi contoh, namun kejadian di dunia nyata dan zaman modern tak terlalu beda dan masih sejalan dengan setting Arab abad pertengahan ini.
Contoh, ada cerita-cerita tentang "akal mengatasi krisis" (Sheherazad, Ali Kogia, Ali Baba) dan "akal mengatasi sihir" (Nelayan vs. Jin, Sinbad si Pelaut, Kuda Ajaib).
Juga ada tentang "perilaku-perilaku aneh dan menyimpang dan cara menyikapinya" (Barmesid, Si Bongkok) sampai yang serba "ajaib" (Aladdin, 2 Wanita Yang Dengki Pada Adiknya).

Dari segi narasi dan cerita-cerita yang dipilih dalam senarai ini, kebetulan Sang Musafir punya buku pembanding, yaitu:

Stories From the Arabian Nights
The Commercial Press, Limited 1917 (18th Edition, 1927)

Andrew Lang rupanya menyadur gaya narasi dongeng yang setali tiga uang dengan versi klasik (dalam hal ini versi di "Stories"), tanpa banyak memodifikasinya dan lebih mendramatisir setiap adegannya seperti pada film-film bertema 1001 Malam yang sudah banyak beredar.

Tentu saja tak perlu sampai merombak besar-besaran plotnya seperti film Aladdin versi Disney dan Sindbad versi Hollywood. Sang Musafir menganggap contoh adaptasi yang "pas" justru di versi film seri televisinya, "The Arabian Nights".

Dari segi "kelengkapan" cerita, Sang Musafir menemukan beberapa cerita di "Stories" yang tak termasuk dalam versi Andrew Lang ini, yaitu:
1. Kisah Pangeran Ahmed (Tiga Pangeran): Kebesaran jiwa seorang pangeran menghadapi kekalahan beruntun.
2. Kisah Kogia Hasan Alhabbal: Rejeki seseorang tak melulu datang karena punya modal, tapi lebih ke faktor2 lain seperti keberuntungan, ketrrampilan dan kemampuan membaca peluang.
3. Kisah Ali Baba dan 40 Penyamun: Budak cerdik yang menyelamatkan jiwa satu keluarga dan tentang menyikapi keberuntungan tanpa ketamakan. Ini salah satu kisah yang paling populer, apalagi dengan sebutannya, "Open Sesame!"
4. Kisah Abu Hassan si Pemimpi: Bagaimana bila mimpi-mimpi terliarmu jadi nyata?
5. Kisah Pangeran Zeyn Alasnam: Tentang harta paling berharga dan pilihan antara janji, cinta dan kepentingan pribadi.
6. Akhir Kisah Sheherazad: Apa yang terjadi setelah lewat 1001 malam?

Sedangkan cerita-cerita yang ada di "Stories" juga di versi Andrew Lang diantaranya adalah Sindbad dan Aladdin yang paling terkenal itu. Juga ada: Nelayan dan Jin, Kuda Ajaib, Ali Kogia, Tiga Wanita Bersaudara dan Barmesid vs Saudara Keenam Si Tukang Cukur.

Jadi, walaupun 270 halamanpun mustahil menampung seluruh "Hikayat 1001 Malam" yang lengkapnya sampai 4 buku, pilihan ceritanyalah yang menjadi faktor penentu bagi pembaca: apakah dia akan memilih kumcer "terbaik" atau "terlengkap".

Salah satu nilai tambah di versi Lang ini adalah dari segi narasinya. Sang Musafir terinspirasi oleh alurnya yang nyaris semuanya sambung-menyambung dan bercabang-cabang, persis trik asli Sheherazad untuk mengakhiri malam di tengah2 cerita berikutnya, di momen yang mulai membuat penasaran.

Di sisi lain, paragraf-paragraf yang rapat-rapat pada layoutnya dengan ukuran font yang lumayan pas sedikit menimbulkan kesan "perlu 1001 malam untuk tuntas membaca buku ini". Hal ini bisa tak jadi kendala, asalkan kita memaklumi kebijakan penerbit dan mengacu pada jumlah halaman yang "hanya" 270, juga cerita-ceritanya yang esensinya adalah kumpulan cerpen.

Dalam "1001" ini bertaburan pula istilah-istilah yang khas Arab dan negeri-negeri Islam yang cukup familier di mata pembaca di Indonesia, di antaranya:
Wazir Agung: Grand Vizier, Perdana Menteri
Sufi: Orang kudus yang membaktikan diri untuk agama
Fakir: Gelandangan. Ada yang jadi pengemis, ada juga yang punya ilmu atau keahlian mirip sihir.
Khalifah: Kedudukan setara Sultan, Syeh (Shah) atau Raja. Pemimpin suatu negeri.
Tanpa daftar istilah, faktor konteks dan familiaritas inilah yang membantu pembaca langsung memahami istilah-istilahnya.

Setelah kenyang berpetualang, Sang Musafir mendapat banyak tambahan inspirasi dari kisah-kisah 1001 Malam ini, khususnya faktor-faktor apa saja yang pada dasarnya wajib ada dalam cerita-cerita pendek yang berbobot: Pesan moral/logika, fenomena unik, logika/puzzle dan yang terpenting: Konflik/krisis/masalah DAN solusinya.

Sementara trik2 fantasinya memperluas wawasan kita dan memacu pengembangan ide-ide baru, dari sisi penulis. Dan dari sisi pembaca, bila anda ingin lebih mendalami dan menyukai genre fantasi, kisah klasik ini jadi salah satu "bacaan wajib" yang terlalu berharga untuk dilewatkan, seperti tumpukan harta 7 turunan dalam sarang penyamun.

Akhir kata, "Close, Sesame!" Dan "Open, Fantasy!"

21 October 2011

Hikayat Everna

Sejarah dan Hikayat Everna dari Zaman ke Zaman

Everna World Map - Continents Overview
Updated: August 14, 2011


Chronicles of Everna

A Brief Overview of History, Legends and Ages

Andry Chang

English Version

http://fireheart-vadis.blogspot.com

Indonesian Language Version

http://fantasindo.blogspot.com

English Version

Welcome to Terra Everna!

Whenever you see the world map of Everna or the blue planet from space, you might ask, “Is this Earth?”

Actually, the core concept of Everna is Earth in an alternate dimension, a similar yet different world that you can never reach with spacecrafts or scientific means, no matter how advanced they are.

One of the differences between Earth and Everna is, most of the myths, legends and tales of fantasy on Earth are history, myth and legends in Everna.

The location and spread of continents and cultures of the nations in Everna is similar to Earth, of course with different names as follows:

  1. Irea: A continent similar to Asia on Earth. This largest continent consists of several regions as follows:

- Al-Kalam: A region similar to Middle-East on Earth.

- Orien: A region similar to Earth’s Far East including China, Japan and Korea.

- Antasara: A region similar to Australia, Indonesia and South East Asia.

- Arcapada: A region similar India, Pakistan, Bangladesh and Ceylon.

  1. Myrconia: A continent similar to America on Earth.

  1. Ubanga: A continent similar to Africa on Earth.

  1. Frigia: A continent similar to Antarctica or North Pole on Earth.

  1. Aurelia: A continent similar to Europe on Earth.

Being as old as Earth, Everna has gone through ages and phases in history:


I. First World – Prehistoric Age

Since The Almighty Source ignited the first spark of life and shaped Everna for eons, living beings have been evolving towards perfection to survive the ever-changing world.

And then humans emerged, the most advanced species with neo-cortex brain and conscience, far superior and more intelligent than all other beings. Therefore, The Source entrusted the care of Everna in their hands.

Thus humans evolved further, and a few of them even overcame the boundaries of nature, even natural death.

They were called GODS.

Thus godly dwellings were established: Asgard on top of Yggdrasil, the Tree of Life; Olympus on the floating islands above the mount; Shangri-la, the hidden city and Nirvana, the floating city forever covered in clouds.

In awe of these marvels, humans worshipped the gods instead of The One Source. The Creator was enraged, yet he changed his mind about destroying the world. Instead, he let the gods struggle for absolute supremacy so humans would finally realize that the gods were not perfect and not worthy of worship.

The climax of that struggle was Ragnarok, an almighty war between te gods, later involving devils and monsters.

On the end of that war, the Devil King named Surt was finally defeated. As he fell, Surt ignited the fire from the sky and underground, causing a chain reaction that set the whole world ablaze, destroying almost all life on Everna. It was the first doomsday that ended the Prehistoric Age.


II. First World – Ice Age

Surt’s folly made The Source act, unleashing a long winter to extinguish the fire. However, it lasted a thousand years and more.

During this period, an Ice Goddess named Frei Val’shka became absolutely almighty. She gathered the survivors of Ragnarok and established an empire on which she reigned one thousand and twenty four years.

At the end of this age, The Source sent a man, Vazar and a demigoddess, Marvella to search for the Eternal Fire Ruby and Yggdrasil Seed and fight against Frei Val’shka’s tyranny.

At last, Frei Val’shka’s reign ended in defeat, and the Yggdrasil Seed was planted in the future site of Elf Kingdom of Thyrine. Yggdrasil grew rapidly, starting a new spring that ended the winter – and Ice Age – in Terra Everna.


III. Second World – Renewal Age

In this newly restored world, The Source incarnated into three entities of Trinity:

- Vadis: God of Light and Positive Force

- Adair: God of Darkness and Negative Force

- Enia: Goddess of Nature and Neutral Force

During this Renewal Age that lasted a thousand years or so, the Trinity channeled the human evolution into making new races, among them were:

  1. Elf: A demigod race with superior magic and intelligence and everlasting natural lifespan.

  1. Orc: A demidevil race with superior physical, brute strength.

  1. Dwarf: A mini-demihuman race with superior stamina.

  1. Goblin: A mini-demidevil race that was either extremely savage or intelligent.

  1. Gnome: A mini-demihuman race shorter than dwarves. They had superior intelligence and mastered technologies ahead from their time. They were often called “halflings” or “hobbits”.

  1. Faerie: A mini-demigod race with various shape and size, often have wings like dragonflies or butterflies, and lived in their own solitary “world” more magical than the elf kingdom.

Also some minority races as described in the glossary.

During the Recovery Age, a conflict occurred between Vadis and Adair. Enia tried to end the war in peace and sacrificed herself, merging herself into the Core of Everna. Finally Vadis ascended to heaven and Adair descended to hell – typical Evernan afterworlds.


IV. Second World – Civilization Age

The emergence of new civilizations marked the beginning of this era. Empires rose, expanded and fell.

Human race became more populous and widespread. Yet they grew more oblivious to Vadis. Some nations even went back to worshipping the gods from the First World, believing that they still had influence in this age.

During this time Vordac the Dark Prince rebelled against his father Adair, yet he was defeated and imprisoned. A thousand years later, Arachus, Lord of the Underworld in Everna freed Vordac.

Centuries later, the Ice Goddess Frei Val’shka was freed from the Eternal Fire Ruby. She gathered a new force to re-create a new Ice Age so she could reign in the entire Everna again. A hero named Lesnar Geine rose to fight her. Vordac unexpectedly aided Lesnar and finally vanquished Frei Val’shka again, imprisoning her in her own citadel for centuries to come.


V. Second World – Middle Age or Prior Magic Age

Civilizations became more advanced, and in this age magic and alchemy became more widespread and widely practiced than science and technology.

Even the center of Vadisian Religion in Valanis also served as the largest magic academy and research center in Aurelia.

Conflicts were also frequent: Nations against nations, kingdoms against kingdoms, and on the peak of it all, Forces of Light versus the Dark Forces. The culprit and leader of the Dark Forces was none other than Vordac, the Dark Overlord.

Some of the Dark Forces’ campaigns during the Magic Age:

1. Took Sylvania, Land of Everlasting Night from the Vampires.

2. With the Gremion orcs as their allies, the Drak Forces conquered Aurelia from Slyvania to Borgia. In Myrcalia, the Capital of Arcadia a sudden reinforcement from Sage the Fireheart thwarted the Dark Army. A vampire hero, Gairon of Crypton even sent Vordac to his demise.

3. Vordac’s spirit entered the Deathblade Kraal’shazar and later possessed Mildred Urganon. With his father Mandrach Urganon they conquered Borgia and Arcadia. They planned a two-way conquest with Arachus in Sylvania, yet the Forces of Light led by Antoine the Avenger infiltrated Arcadia and vanquished the father-son tyrants.

4. Once again, Vordac tried to re-emerge in the world and found a new host. Again, the Dark Forces swept across Aurelia only to fail because of a woman’s heroic determination. The Forces of Light struck back and raided Kraal’thragon, the main stronghold of the Dark Forces in Sylvania. Cornered, Vordac unleashed the ultimate force to bring cataclysm like Surt did in the First World. The second apocalypse was averted, yet this considered as a mark – the end of the Second World Era.


VI. Third World – Transition Age or Latter Magic Age

During this age, the usage of magic was gradually diminished upon more and more scientific inventions Humans further dominate the world, pushing other races especially elves into seclusion.

The climax was the prolonged war between “magic” and “science”. Remnants of the Dark Forces seized this opportunity to strike again. So once again human and other races including elf, orc and goblin joined forces and fought back.

Yggdrasil, the Tree of Life corrupted by the Dark Forces was finally destroyed, and the Thyrinian elves staged an exodus to find a new natural domain in other continents, marking the end of this Transition Age.


VII. Third World – Modern Age

Humans further dominated the world, pushing other races into the brink of extinction. Technology became more advanced. Magic was further decimated into oblivion, only practiced in secret and discreet.

The Dark Forces were gone, yet forces of evil still lingered sporadically, presenting a latent danger that forever was a part of existence of Terra Everna.





HIKAYAT EVERNA

Indonesian Language Version


Selamat datang di Terra Everna!

Saat melihat bentuk planet dan peta dunianya, anda mungkin akan berkata, “Apakah ini Bumi?”

Jawabannya adalah, konsep dasar Dunia Everna adalah Bumi dalam dimensi yang berbeda, dimensi antah-berantah yang tak dapat dijangkau dengan wahana ruang angkasa secanggih apapun.

Salah satu perbedaan yang mencolok antara Bumi dan Everna adalah banyak yang di Bumi dianggap sebagai mitos, legenda dan kisah fantasi adalah sejarah dan peristiwa nyata di Everna.

Letak benua-benua dan penyebaran kebudayaan tiap bangsa di Everna hampir sama dengan di Bumi, tentu saja dengan penamaan yang berbeda-beda sebagai berikut:

  1. Benua Irea: Benua mirip Asia di Bumi. Benua terbesar ini terbagi lagi menjadi beberapa jazirah sebagai berikut:

- Jazirah Al-Kalam: Mirip wilayah dan budaya Timur Tengah di Bumi.

- Jazirah Orien: Mirip wilayah dan budaya Timur Jauh di Bumi, termasuk China, Jepang dan Korea.

- Jazirah Antasara: Mirip Australia, Indonesia dan Asia Tenggara di Bumi.

- Jazirah Arcapada: Mirip India, Pakistan, Bangladesh dan Sri Lanka di Bumi.

  1. Benua Myrconia: Benua mirip Amerika di Bumi.

  1. Benua Ubanga: Benua mirip Afrika di Bumi.

  1. Benua Frigia: Benua mirip Kutub Utara di Bumi.

  1. Benua Aurelia: Benua mirip Eropa di Bumi.

Adapun zaman-zaman yang menandai berkembangnya Dunia Everna sejak penciptaannya adalah sebagai berikut:


I. Dunia Pertama – Zaman Prasejarah

Sejak Sang Sumber menyalakan energi kehidupan pertama dan membentuk Everna selama milyaran tahun lamanya, para makhluk berevolusi menjadi makin dan makin sempurna.

Hingga terciptalah manusia yang berakal budi. Kecerdasan mereka yang jauh melebihi segala makhluk lainnya membuat Sang Sumber membiarkan manusia mengelola dunia.

Evolusi terus berlanjut, dan manusia berkembang makin sempurna. Bahkan segelintir dari mereka berhasil mengatasi hambatan-hambatan alamiah, bahkan kematian alami.

Sebutan bagi mereka adalah DEWA.

Kota-kota dewata seperti Asgard di puncak Pohon Hayat Yggdrasil, Olympus yang terapung di atas puncak gunung, Shangri-la yang tersembunyi dalam lindungan lima gunung, Nirwana dan Kahyangan yang berupa pulau-pulau di langit yang selalu terselubung awan, dan sebagainya bermunculan, dan manusia beralih menyembah para dewa ini alih-alih Sang Sumber. Sang Pencipta murka, namun niatnya memusnahkan kehidupan diurungkannya.

Sebaliknya, ia membiarkan para dewa berebut kekuasaan dan saling bentrok supaya manusia sadar yang mereka sembah itu tidak sepenuhnya suci dan sempurna.

Klimaksnya, terjadi perang maha dahsyat antara dewa, iblis dan monster yang disebut Ragnarok. Di penghujung perang, Raja Iblis bernama Surt berhasil dikalahkan. Tindakan terakhir Surt sebelum menemui ajal adalah meledakkan api dari langit dan bawah tanah, memicu reaksi berantai yang memusnahkan nyaris seluruh kehidupan di Everna. Itulah kiamat yang mengakhiri Era Prasejarah.


II. Dunia Pertama – Zaman Es

Kenekadan Surt membuat Sang Sumber bertindak, mengerahkan hujan es berkepanjangan, mengakibatkan musim dingin yang berlangsung selama seribu tahun lebih untuk memadamkan api abadi.

Selama masa ini, seorang Dewi Es bernama Frei Val’shka menjadi maha kuasa tak terbatas. Ia mengumpulkan para manusia yang selamat dari Ragnarok dan membangun kekaisaran dimana ia berkuasa sebagai dewi dan Maharaninya selama seribu dua puluh empat tahun.

Di akhir masa ini, kembali Sang Sumber turun tangan. Ia mengutus seorang manusia, Vazar dan wanita setengah dewi, Marvella untuk mencari Relik Api Abadi dan Bibit Pohon Hayat, Yggdrasil dan melawan tirani Frei Val’shka.

Akhirnya Frei Val’shka tumbang, dan benih Pohon Hayat berhasil ditanam di tempat berdirinya Kerajaan Elf Thyrine kelak. Yggdrasil tumbuh amat pesat dan makin besar menjulang, menerbitkan musim semi akbar yang mengakhiri musim dingin abadi di Terra Everna sekaligus Era Dunia Pertama.

Catatan: Zaman Es Frei Val’shka ini adalah Zaman Es Kedua. Zaman Es Pertama terjadi di Era Prasejarah.


III. Dunia Kedua – Zaman Pemulihan

Di dunia baru ini, Sang Sumber berinkarnasi menjadi tiga perwujudan:

- Vadis, Dewa Terang, Matahari dan Energi Positif

- Adair, Dewa Kegelapan, Bulan dan Energi Negatif

- Enia, Dewi Alam dan Energi Netral

Selama Zaman Pemulihan yang berlangsung kira-kira dua ribu tahun ini, selain manusia muncullah pula ras-ras baru diantaranya:

  1. Elf: Ras setengah dewa yang berkekuatan sihir superior dan hidup alami abadi.

  1. Orc: Ras manusia siluman yang berkekuatan fisik superior.

  1. Kurcaci: Ras manusia kerdil yang dikaruniai daya tahan tubuh superior.

  1. Goblin: Ras manusia siluman bertubuh kerdil, cenderung buas seperti hewan namun ada pula goblin yang cerdas yang kebanyakan menjadi ahli artefak.

  1. Gnome: Ras manusia kerdil yang lebih pendek dari kurcaci, namun memiliki kecerdasan lebih dan menguasai teknologi yang lebih maju dari zaman dimana mereka hidup. Disebut pula Halfling dan Hobbit.

  1. Faerie: Ras manusia ajaib bersayap seperti capung atau kupu-kupu, besarnya bisa seukuran manusia biasa atau jempol tangan pria dewasa. Mereka biasa hidup di negeri terasing yang serba sihir, lebih ajaib dari negeri elf.

Selama Zaman Pemulihan ini terjadi bentrokan antara Vadis dan Adair. Enia berusaha mendamaikan keduanya dan akhirnya melebur dalam inti Everna. Akhirnya Vadis terangkat ke surga dan Adair mengelola neraka – alam akhirat yang khusus dalam Dimensi Everna.


IV. Dunia Kedua – Zaman Peradaban

Setelah Zaman Pemulihan, muncullah peradaban-peradaban dan kekaisaran-kekaisaran yang mendominasi dunia.

Di awal zaman ini Sang Pangeran Kegelapan, Vordac berontak terhadap ayahnya, Adair. Ia kalah dan terpenjara. Baru seribu tahun kemudian ia dibebaskan oleh Arachus, Penguasa Dunia Fana Bawah Tanah di Everna.

Sementara itu manusia makin tersebar, dan mereka makin melupakan Vadis. Bangsa-bangsa tertentu bahkan kembali menyembah dewa-dewa dari Zaman Dunia Pertama, percaya mereka masih berpengaruh dalam kehidupan.

Salah satu dari para dewa ini adalah Frei Val’shka. Ia terbebas dari penjara Relik Api Abadi dan menggalang kekuatan demi mengembalikan Zaman Es agar ia bisa menguasai Everna. Seorang pahlawan bernama Lesnar Geine bangkit melawan. Vordac membantu tanpa diminta dan akhirnya Frei Val’shka tumpas, kembali terpenjara dalam istananya sendiri.


V. Dunia Kedua – Zaman Pertengahan

Peradaban manusia makin maju. Di zaman ini sihir dan alkimia lebih mendominasi kehidupan daripada sains dan teknologi, hingga zaman ini disebut pula Zaman Sihir.

Bahkan pusat Agama Vadis di Valanis merangkap jadi pusat pengembangan sihir dan akademi sihir terbesar di Benua Aurelia – dan dunia.

Di masa ini pula kerap kali terjadi prahara. Negara berperang melawan negara, kerajaan melawan kerajaan, dan Laskar Terang melawan Laskar Kegelapan yang pemimpinnya tak lain dan tak bukan adalah Vordac, Sang Penguasa Mutlak Kegelapan.

Sepak terjang Vordac selama Zaman Sihir ini diantaranya:

  1. Merebut Sylvania, Negeri Malam Abadi dari kaum vampir dan membangun Kerajaan Kegelapan.

  1. Bersekutu dengan para orc menjajah Benua Aurelia dari Sylvania ke Borgia. Namun di Myrcalia, Ibukota Arcadia serangan mendadak dari pasukan Sage si Hati Api membuat Laskar Kegelapan kocar-kacir, kalah total. Vordac malah menemui ajalnya di Celc, di tangan Gairon dari Crypton, pahlawan kaum vampir.

  1. Roh Vordac merasuki Pedang Iblis Kraal’shazar dan memperalat Mildred Urganon. Bersama ayahnya Mandrach Urganon mereka menjajah Borgia dan Arcadia. Bersama Arachus di Sylvania mereka merencanakan penjajahan dua arah. Sebelum rencana itu rampung, Laskar Terang pimpinan Antoine si Pembebas menyusup ke Arcadia dan menggagalkan rencana ayah-anak Urganon itu.

  1. Vordac kembali berusaha bangkit dan menemukan inang baru. Kembali Laskar Kegelapan menyerang Benua Aurelia dan gagal karena keteguhan hati seorang wanita. Laskar Terang menyerang balik, menyerbu Kraal’thragon, markas utama Laskar Kegelapan di Sylvania. Terdesak, Vordac melepas kekuatan pamungkas untuk menciptakan kiamat seperti saat di Dunia Pertama. Akhirnya kiamat kedua berhasil dicegah, namun peristiwa ini dianggap sebagai pertanda berakhirnya Zaman Dunia Kedua.

VI. Dunia Ketiga – Zaman Peralihan

Pada permulaan zaman ini penggunaan sihir masih marak, namun perlahan mulai terdesak seiring penemuan-penemuan baru yang makin banyak bermunculan.

Manusia makin mendominasi dunia, mendesak ras-ras lainnya terutama kaum elf yang sepenuhnya tergantung pada sihir dan menolak teknologi hingga mereka makin tersingkir.

Puncak konfliknya adalah perang berkepanjangan antara “sihir” dan “sains”. Laskar Kegelapan yang ternyata tak pernah sepenuhnya tumpas memancing di air keruh. Manusia dan ras-ras lain termasuk elf, orc dan goblin sekali lagi bersatu. Pohon Hayat Yggdrasil yang dicemari Laskar Kegelapan akhirnya musnah dan para elf hijrah mencari pemukiman baru yang masih alami di benua-benua lain, menandai berakhirnya Zaman Sihir Peralihan ini.


VII. Dunia Ketiga – Zaman Modern

Dominasi manusia makin nyata, teknologi makin canggih dan maju. Sihir makin terpinggirkan bahkan hingga beroperasi hanya di “wilayah tersembunyi”. Semakin sedikit pula manusia yang menguasai sihir.

Walau Laskar Kegelapan sudah tidak ada, kekuatan gelap tentu masih ada dan kebanyakan tersamarkan, berbaur dalam kehidupan sehari-hari, menjadi bahaya laten yang selalu menguntit hingga akhir segala zaman.


Updated: August 12, 2011
Important Note: Everna is previously named "Eternia"

Berita Antar Dunia

Pusat Berita Dunia-Dunia