Cover depan - "Zirahnya keren, bung!" celoteh Sang Musafir |
Pandaya Sriwijaya
Karya: Yudhi Herwibowo
Luckty Review (oleh Luckty Giyan Sukarno)
Kebenaran pertama adalah hidup itu penderitaan. Kehidupan penuh dengan penderitaan. Kebenaran kedua adalah penyebab penderitaan. Kebenaran ketiga adalah siapa pun dapat menghentikan penderitaan. (hlm. 71)
Bayak Kungga tiba-tiba sudah menggerakkan parang di tangannya, memotong tangan ketiga bayi itu. Darah memuncrat seiring pecahnya tangisan bayi itu. Aren Suwa meraung histeris. Ia berusaha menggapai bayinya, tetapi suaminya mencoba menenangkannya.
Karena kuingin engkau menjadi orang yang istimewa di hari esok. (hlm. 11)
Bayi itu nantinya bernama Tunggasamudra, salah satu dari dua pandaya yang terpilih. Tunggasamudra dalam pikiran saya tidak sama dengan apa yang tergambarkan di cover. Kumisnya sungguh mengganggu.. ( ´Д`)y━・~~
Pandaya yang satunya lagi, adalah Agiriya. Seorang perempuan cantik dengan hati yang keras. Tampilan di cover sudah pas dengan imajinasi saya, sayangnya rajah kupu-kupu yang terdapat di pipinya tak terlihat. Agiriya ini lahir dengan aroma wangi bunga di tubuhnya. Ia merupakan putri bungsu Dapunta Ih Yatra, penguasa Datu Muara Jambi.
Selain Tunggasamudra dan Agiriya, tokoh sentral dalam buku ini adalah Dapunta Cahyadawasuna. Dapunta Cahyadawasuna ini merupakan anak dari Dapunta Sanjarsemita yang merupakan seorang pemimpin bijaksana, mampu menyelesaikan permasalahan dengan sangat bijak. Menundukkan perampok hanya dengan kata-kata atau menundukkan serangan gajah liar dengan meditasi hanyalah beberapa contoh kebijaksanaan yang ada padanya. Dan Dapunta Cahyadawasuna ini mewarisi sifat ayahnya itu. Diangkat menjadi seorang dapunta saat usianya baru mencapai lima belas tahun, usia yang sangat muda untuk menjadi seorang pemimpin.
Sesuai tanah kelahirannya, penulis buku ini, Mas Yudhi memilih mengambil setting Palembang jaman dahulu kala. Sriwijaya, di tengah ancaman kerajaan tetangga dan kedatuan-kedatuan yang mulai berkhianat, masih menggenggam ambisi menguasai Bhumi Jawa. Untuk itulah diperlukan pengawal istana kerajaan untuk membentuk kekuatan kerajaan yang kuat. Kali ini tidak hanya satu, tapi ada dua pandaya yang terpilih.
Pandaya adalah gelar bagi orang yang terpilih untuk bergabung menjadi pengawal istimewa Kerajaan Sriwijaya. Ini merupakan gelar bagi para pendekar yang akan diberikan apabila pendekar tersebut berhasil mengalahkan semua pendekar lainnya dalam pertandingan.
Pandaya adalah sebuah impian. Ini merupakan sebuah kesempatan emas bagi orang-orang dari kalangan jelata yang bermimpi menjadi orang terhormat. Juga merupakan peluang bagi para pendekar untuk menunjukkan kehebatan ilmu mereka dan menjadi yang terbesar di antara semuanya.
Salut banget ama penulisnya yang mampu menciptakan banyak sekali tokoh dengan berbagai karakter. Saya aja ampe bolak-balik bacanya buat memastikan ini tokoh yang mana yang sedang diceritakan. Alangkah baiknya jika setiap tokoh utama (Dapunta Cahyadawasuna, Tunggasamudra, dan Agiriya yang menjadi inti pokok cerita dalam buku ini) dibuat font yang berbeda, jadi pembaca bisa paham jika bab tersebut menjelaskan kehidupan tokoh yang mana. Ada juga Kara Baday, pemimpin Bajak Laut Semenanjung Karang. Nama bajak laut paling berani di sepanjang muara besar. Merampok perahu-perahu kecil. Merampok perahu-perahu para saudagar kaya dan juga sambau-sambau Sriwijaya.
Jangan percaya apa yang kukatakan kepadamu sampai kamu mengkaji dengan kebijaksanaanmu sendiri secara cermat dan teliti apa yang kukatakan. (hlm. 69)
Dari sekian banyak tokoh yang ada dalam buku ini, tokoh favorit saya adalah Magra Sekta:
Kau tak harus mencintaiku. Kau juga tak harus peduli kepadaku. Aku tahu sekali siapa diriku. Hanya saja yang ingin aku lakukan adalah bisa terus melindungimu. (hlm. 388)
Beberapa kalimat favorit dalam buku ini:
- Garis hidup seseorang tidaklah selalu seperti garis lurus. (hlm. 11)
- Segala sesuatu yang besar, tentu saja selalu memiliki resiko yang besar juga. (hlm. 118)
- Karena kadang kemarahanlah yang bisa mencelakakan kita.. (hlm. 82)
- Seharusnya kau jangan selalu diam. Dengan selalu diam, orang akan semakin menghinamu. (hlm. 85)
- Siapa pun ia, kita harus tetap menolong orang yang membutuhkan pertolongan. Berbuat baik itu merupakan sebuah tindakan beruntun yang memang harus dilakukan setiap orang. (hlm. 75)
Ada keganjilan yang agak fatal saat menemukan kalimat ini, masak iya lirik lagu ini udah ada pas jaman dulu kala..?!? ('⌣'┐) (┌'⌣')┌ ('⌣'┐) (┌'⌣')┌
Kucoba-coba melempar monyet.. monyet kulempar, singa kudapat.. (hlm. 135)
Jika dalam novel Untung Surapati kita akan menemukan pohon upas, di buku ini kita akan menemukan khasiat bunga kusang. Sayang sekali saat googling bunga tersebut tidak ada, jadi penasaran ama bentuk bunganya:
Bunga Kusang, bunga yang dapat memabukkan bagi yang menghirup serbuknya. Bunga Kusang sangat sulit dicari. Hanya ada di Muara Jambi dan itu pun jumlahnya tak banyak. (hlm. 424)
Seandainya dicetak ulang, alangkah baiknya jika jenis font dan spasi antar kalimat diubah menjadi nyaman saat membacanya. Untuk ukuran mata saya yang lumayan banyak minusnya ini, agak capek juga pas bacanya.. ƪ(▿‾┐) ƪ(‾▿‾)ʃ (┌‾▿)ʃ
Untuk penikmat sejarah Indonesia, tentu wajib baca buku ini. Salah satu karya terbaik dari puluhan buku yang ditulis Mas Yudhi, penulis yang amat produktif.. (ʃƪ´▽`) (´▽`ʃƪ)!
Nanti pada akhirnya kau akan menemukan jalan yang membuatmu paling merasa nyaman. Jalan yang paling membuatmu begitu tenteram, hingga kau tak lagi ingin berpaling. Ikuti jalan itu, ikuti… (hlm. 448)
Trailer Buku Pandaya Sriwijaya:
http://pandayasriwijaya.blogspot.com/2011/07/video-pandaya-sriwijaya.html
Wuih, dibuat blognya secara khusus:
http://pandayasriwijaya.blogspot.com
Keterangan Buku:
Judul : Pandaya Sriwijaya
Penulis : Yudhi Herwibowo
Penyunting : R. H. Widada
Desain sampul : Maya
Pemeriksa aksara : Morieen Gloree, Yayan R. H.
Penata aksara : Bowo
Penerbit : Bentang Pustaka
Terbit : 2009
Tebal : xiv + 456 hlm.
ISBN : 978-979-1227-70-4
Komentar Sang Musafir:
Nah ini dia, novel sejarah yang membahas tentang Sriwijaya. Mungkin bukan pertamakalinya, tapi memang masih terasa unik dan menambah wawasan.
Sumber Artikel: Facebook Note
http://www.facebook.com/notes/luckty-giyan-sukarno/review-pandaya-sriwijaya/10151097889612693
No comments:
Post a Comment