Selamat Datang, Para Penjelajah!

Bersiaplah untuk menjelajahi dunia ciptaan imajinasi dari para pencipta dunia dari Indonesia. Dunia-dunia penuh petualangan, keajaiban dan tentunya konflik antara kebaikan dan kejahatan. Maju terus para penulis fantasi Indonesia! Penuhi Takdirmu!

Fantasy Worlds Indonesia juga adalah blog resmi dari serial novel, komik, game dan multimedia FireHeart dan Evernade karya Andry Chang yang adalah versi Bahasa Indonesia dari NovelBlog berbahasa Inggris Everna Saga (http://fireheart-vadis.blogspot.com) dan FireHeart Saga (http://fsaga.blogspot.com)

Rubrik Utama Fantasindo

04 May 2012

Festival Senandung Alam - Kristiyana Hary Wahyudi

Festival Senandung Alam
Cerpen Peri-Peri Xar & Vichattan
Karya: Kristiyana Hary Wahyudi 

 Frigus Acerbus (Wujud Asal)
Gambar Peri Sementara dari "Snowflake Fairy" karya Anne Stokes
www.annestokes.com


Mata Air Para Peri terlihat ramai menjelang berlangsungnya Festival Senandung Alam. Banyak peri datang berduyun-duyun dari barat dan selatan demi menyaksikan dan menikmati festival itu. Festival Senandung Alam adalah sebuah lomba menyanyi antar singgasana peri yang dilaksanakan setahun sekali di Mata Air, yang mana tahun lalu dimenangkan oleh Singgasana Air.


Bangsa peri memang gemar menyanyi dan suara mereka sangat merdu sehingga bangsa manusia sering menyangka bahwa hutan-hutan tempat tinggal bangsa peri benar-benar hidup dan pepohonannya bernyanyi. Bangsa peri hidup berkelompok sesuai singgasananya secara terpisah-pisah. Para peri api misalnya tinggal di Rawa Seribu di sebelah selatan. Para peri air, peri tanah dan peri tanaman berbagi tempat di belantara Cimea. Sedangkan para peri udara dan peri cahaya masing-masing mendiami Hutan Grim dan Mata Air Para Peri di hutan Eros. Oleh karena itulah Ratu Aurora Lucis memandang perlu dilaksanakan sebuah lomba menyanyi demi menjalin persatuan dan kesatuan bangsa peri.


Beberapa kontestan festival sudah tampak hadir di Mata Air. Ada Hydro Aqua, juara tahun lalu yang mendapatkan kesempatan tampil kembali tahun ini mempertahankan gelar juaranya yang mungkin akan bersaing ketat dengan Singgasana Udara yang juga akan menampilkan penyanyi solo. Mewakili Singgasana Api adalah penampilan kelompok duet “Volcano”. Sementara itu sebagai tuan rumah, Singgasana Cahaya akan menampilkan paduan suara “Pelangi Indah”dengan Radius Lucis, kontestan tahun lalu, sebagai dirigennya. Tidak seperti tahun lalu, tahun ini masing-masing singgasana boleh menampilkan solo, duet, trio, kelompok vokal atau paduan suara.


***


Malam itu, dari atas sebuah gundukan tanah di tepi Mata Air itu, yang sedianya besok dipakai sebagai pentas lomba, terdengar suara indah dari beberapa sosok kecil yang bercahaya kemilau warna-warni, menyanyikan lagu Senandung Alam.


... bagai embun menyejukkan pagi,
Kebahagiaan yang tak terbagi...


“Uhuk uhuk uhuk..”


“Stop! Stop! Stop!” bentak sesosok peri yang berdiri di depan sebuah kelompok paduan suara. “Lumina Lucis! Sejak dulu kau hanya membuat kekacauan saja!”


“Maafkan aku, aku tidak kuat mengambil nadanya. Terlalu tinggi bagiku,”jawab sesosok kecil yang berdiri di antara barisan terdepan kelompok paduan suara itu menahan batuknya


“Tidak ada alasan lagi, Lumina Lucis. Sudah tidak mungkin lagi diturunkan nadanya. Mungkin sebaiknya kau keluar saja dari kelompok ini.”


“Tolong, berikan aku kesempatan sekali lagi. Aku akan berusaha lebih baik lagi. Aku tidak akan mengecewakanmu!”kata Lumina memohon.


“Sudah berkali-kali latihan, kau selalu saja berbuat salah dan memohon hal yang sama. Ini adalah latihan terakhir kita karena besok kita siap tidak siap harus berkompetisi di festival. Jika sampai hari ini kita tidak bisa kompak, kita pasti akan kalah. Mengerti?”


“Tapi..,” Kata-kata peri itu telah menyakiti hati Lumina dan membuatnya menangis.


“Paduan suara pada dasarnya mengutamakan kekompakan. Jika kau tidak bisa kompak dengan kawan-kawanmu, lebih baik kau keluar saja daripada kau merusak kelompok ini.”


Tiba-tiba saja seorang peri cahaya lain datang mendekat. “Kau terlalu keras pada mereka, Radius. Itu tidak baik.”


“Luxia! Lihat anak ini, sudah berulang kali ia melakukan kesalahan yang sama. Terbatuk-batuk saat latihan dengan alasan nadanya ketinggian...”


“Kalau begitu turunkan saja nadanya”


“Tidak bisa, Luxia. Itu sudah terlalu rendah bagi yang lain. Memang kusadari warna suara anak ini berbeda sendiri, tetapi ia memaksakan diri untuk menyanyi di nada tinggi.”


“Baiklah. Kata Luxia. Aku hanya ingin kelompok paduan suara ini memberikan yang terbaik untuk Singgasana Cahaya. Dan maafkan aku, anak manis,”Luxia menggelengkan kepalanya. “Tahun depan aku pasti akan mengikutsertakanmu, tetapi tahun ini...”


“Aku tahu,” Lumina menganggukkan kepala. Ia sangat kecewa, tetapi ia mengerti bahwa warna suaranya menjadi penghalang dalam penampilan kelompoknya. “Maafkan aku juga, Radius, aku telah membuatmu marah karena kesalahan-kesalahan yang aku perbuat selama latihan. Dan kepada kawan-kawan semua, aku pasti mendukung kalian, jadi tampilkanlah yang terbaik untuk singgasana kita.”


***


Keesokan harinya, suasana Mata Air Para Peri bertambah ramai. Gundukan tanah yang akan digunakan sebagai tempat pentas itu pun sudah dihiasi bunga berwarna-warni yang berpadu dengan cahaya yang dipendarkan dari tubuh-tubuh mungil para peri yang terbang melayang-layang di tempat itu.


Rupanya ada beberapa kontestan yang baru saja hadir dan mendaftarkan diri kepada panitia. Singgasana Tanaman datang dengan kelompok band “Bunga Bersemi”-nya di mana sang pimpinan singgasana menjadi penyanyi utamanya. Dan yang menghebohkan adalah Singgasana Bumi diwakili oleh Trio Cimea, yang personelnya berasal dari tiga singgasana yang berbeda.


“Sudah kudaftarkan kalian, dan diperbolehkan oleh pihak panitia,”kata sesosok peri berjubah cokelat kepada tiga peri di depannya.


“Syukurlah kalau begitu. Terima kasih, Terranum,” kata salah satu lawan bicaranya yang  berpakaian hijau dan berhiaskan bunga-bunga kecil bermekaran pada pakaiannya.


“Jangan berterima kasih kepadaku. Tetapi berterima kasihlah kepada panitia,”jawab Terranum tanpa ekspresi.


“Masih ada beberapa jam untuk kita latihan sekali lagi sebelum festival dimulai,”sahut sosok peri lain yang bernuansa biru transparan. “Tapi sebaiknya kita istirahat sejenak dulu, karena kita pasti lelah habis perjalanan jauh. Atau kita latihan dulu baru istirahat sebelum pentas?”


“Kau membuatku bingung, Voda,” ujar peri hijau tadi. “Pasti Geo dan Terranum juga bingung dengan ucapanmu tadi. Aku pikir sebaiknya kita istirahat saja. Bagaimana Geo? Terranum?” Terranum mengangguk tetapi Geo diam saja.


“Geo! Kau kenapa? Sejak kita berangkat tadi kau tampak tak bersemangat?” Tanya Terranum memperhatikan saudaranya yang tampak termenung.


“Kau masih grogi?” Voda mendekatkan dirinya kepada Geo. “Bersemangatlah, Geo! Aku dan Flora akan mendampingimu di pentas nanti.”


“Ya, Geo. Jangan kuatir, kami tak akan meninggalkanmu. Kita akan bernyanyi bersama.” ujar Flora menanggapi tetapi Geo masih saja murung dan tidak membuka mulutnya.


“Benar, Geo,” tegas Voda. “Kita adalah satu tim. Kau harus kuat supaya penampilan kita tidak mengecewakan nanti.”


Aku hanya berpesan: jangan merasa kalah sebelum berlomba,”sahut Terranum. Tampilkanlah yang terbaik untuk singgasana kita, untuk bangsa peri di hutan Cimea.”


***


Sementara itu di sebuah tempat di dekat mata air itu, terjadi sebuah kegaduhan. Nyala-nyala api kecil membakar semak-semak di sekitarnya hingga menarik perhatian para peri untuk melihat apa yang sedang terjadi. Dua sosok peri merah berapi tampak saling bertengkar.


“Kau telah mengkhianatiku, Eldur!”kata salah satunya yang berukuran lebih kecil. “Untuk apa kita latihan bersama setiap hari kalau ternyata pada akhirnya kau akan tampil solo.”


“Sekali lagi aku tidak tahu, Pyro. Atar baru saja memberitahuku beberapa saat yang lalu. Katanya kau hanya menjadi cadangan saja.”


“Di mana dia sekarang? Aku akan mencarinya dan menuntut pertanggungjawabannya.”


“Dia bersama Ignis sedang mendaftarkan diriku ke pihak panitia. Kuharap kau tetap bisa menahan emosimu di tempat ini, Pyro,” bisiknya sambil melirik ke arah kerumunan peri cahaya yang sejak tadi menonton pertengkaran mereka.


“Aku tahu. Tapi aku merasa waktuku terbuang sia-sia untuk latihan. Dan Atar harus membayarnya. Selamat tinggal.” Kemudian Pyro segera melesat meninggalkan Eldur di tempat itu menerjang para peri yang menonton pertengkaran mereka.


“Apa yang kalian lihat?”Roman muka Eldur berubah menjadi mengerikan di depan para peri cahaya yang mengerumuninya. “Pergi semua dari sini!” katanya membuat mereka kocar-kacir dengan hempasan percikan lidah-lidah api kecil sebagai tanda kekesalannya.


***


“Kau tidak apa-apa, kan Lumina?”


“Ya, Niteo. Kuharap kalian bisa ampil baik tanpaku,”jawab Lumina menahan tangis di matanya.


“Aku tahu kau kecewa. Tetapi aku yakin penampilan kami nanti akan menjadi obat kekecewaanmu.”


“Kuharap begitu. Berjuanglah kawan-kawan. Aku akan mendukung kalian dari sini.”


Riuh suara tepuk tangan para penonton festival yang didominasi oleh peri-peri cahaya menghiasi Mata Air saat kontestan tuan rumah maju sebagai peserta pertama, mengiring Paduan Suara “Pelangi Indah”menempatkan diri di atas pentas. Dan mereka pun mulai menyanyikan lagu “Senandung Alam”dengan megahnya disertai dengan pertunjukan cahaya warna-warni pelangi yang dipendarkan dan dibiaskan oleh tubuh mereka.


“Mari kita bernyanyi bersama
Senandung alam penuh irama
Muka berseri dan bersahaja
Antar mentari menuju senja...”



“Wow, penampilan mereka keren sekali!” gumam Voda yang menonton festival itu di sisi Mata Air bersama kedua kawannya. “Aku jadi kuatir apakah penampilan kita nanti bisa mengungguli penampilan mereka.”


“Voda, kau jangan bicara begitu. Kau jangan mengecilkan hati Geo!”sahut Flora.


“Oh, maafkan aku. Tetapi aku tidak yakin kita penampilan bisa lebih bagus daripada mereka. Atau ada yang lebih bagus lagi daripada mereka? Tidaaaak!”


“Sebaiknya kau tidak perlu mendengarkan kata-katanya, Geo,”ujar Flora kepada Geo yang berdiri tanpa komentar di sebelahnya. “Selalu saja membingungkan....”


“Lihat. Mereka sudah selesai bernyanyi!”seru Voda sembari ikut serta menyumbangkan tepukan tangan untuk kelompok paduan suara itu. Semua penonton, terutama para peri cahaya sepertinya sangat puas melihat penampilan wakil dari Singgasana Cahaya itu.


***


“Sebelum kita panggil kontestan nomor urut dua, kita perkenalkan dulu dewan juri kita hari ini,”seru sesosok peri cahaya yang menjadi pembawa acaranya. “Lima pimpinan singgasana peri sudah hadir di sini. Beri tepuk tangan yang meriah untuk Terranum Humus, Ignis Flamma, Unda Aqua, Ventusia  Flamman dan... Luxia Lucis.” Sekali lagi suara riuh tepuk tangan kembali terdengar menyambut kelima pimpinan singgasasana peri itu berdiri di tempatnya. “Oleh karena pimpinan Singgasana Tanaman, Sero Plantoria menjadi kontestan festival ini, maka posisinya di dewan juri digantikan oleh Ratu Peri.. Aurora Lucis... Beri tepuk tangan untuk ratu kita yang tercinta ini...”


“Wow, cantik sekali ratu peri kita, Flora! Baru kali ini aku melihatnya,” gumam Voda sambil ia bertepuk tangan. “Kabarnya, selain cahaya, beliau juga menguasai unsur-unsur yang lain, ya?”


“Kita seharusnya bersyukur, Geo, kita adalah kontestan terakhir. Karena kita bisa melihat dan menilai penampilan kontestan lain sebelumnya, sehingga kita bisa memotivasi diri kita supaya lebih baik daripada mereka,” kata Flora menasihati Gero yang sejak tadi murung terus tanpa memperhatikan kata-kata Voda.


“Lihat, Flora! Sekarang gilirannya Sero!” seru Voda setengah melonjak.


“Eh? Mana? Mana?” Akhirnya Flora terpengaruh dengan kata-kata Voda dan ia pun dengan segera memalingkan pandangannya ke arah pentas.


Sero Plantoria tampil bersama kelompok band-nya, membawakan lagu “Senandung Alam”secara akustik dengan iringan tiga alat musik perkusi dari bilah-bilah bambu dan kayu yang disusun berjejer dalam sebuah kolom, menghasilkan musik yang merdu ketika dipukul. Dengan nuansa rancak, wakil Singgasana Tanaman itu berhasil membuat penonton riang bertepuk tangan sepanjang lagu dinyanyikan.


“Mari kita bernyanyi bersama
Senandung alam penuh irama...”


***


Pyro melihat festival itu dari tempat yang lebih jauh dengan sembunyi-sembunyi. Ia sangat kesal karena tidak jadi berduet dengan kawannya, Eldur. Dan beberapa saat sebelum festival dimulai, ia sempat beradu pendapat dengan Atar, pelatihnya, sampai-sampai ia diusir oleh pihak panitia.


“Aku mau lihat apakah Eldur bisa menyanyi tanpa aku atau tidak.” gumamnya di antara semak-semak..


“Tidaaaak.. ku yakin tidaak,”sahut sesosok peri berwarna putih dari belakangnya, membuat Pyro terkejut.


“Siapa kau? Aku tidak kenal kau.”


“Kau tidak kenal aku? Seharusnya aku yang tidak kenal kau.” Pyro berusaha mengendalikan emosinya dan tidak mengacuhkan peri asing tersebut. Tetapi peri udara itu berkata, “Tahun lalu aku mewakili singgasanaku di festival itu.”


“Tapi kalah, kan? Jadi kau tidak terkenal seperti Hydro Aqua.”


“Oh, aku dulu rencana akan.. duet dengan Aria, yang sebentar lagi ... tampil. Tetapi karena sesuatu, Aria tiba-tiba.. tidak bisa tampil. Akhirnya aku tampil solo. Rasanya berbeda dengan... saat latihan. Aku tidak bisa meenyanyi dengan baik karena ada sesuatu yang hilang... Hasilnya aku... tidak menang..”


“Kau menyinggung aku, ya?”


“Hah? Buat apa menyinggungmu? Nasibmu sama dengankuuu? ” Pyro tidak menjawab. Ia tampak berang mendengar cerita peri asing itu. “Aha!!! Itu Aria!!” Tiba-tiba peri udara itu bersorak. “Ia kuberi kesempatan tampil solo tahun ini. Rencana kami akan bergantian tampil solo setiap tahunnya,” katanya melanjutkan ceritanya lalu terbang melesat mendekati pentas meninggalkan Pyro di semak itu.


***


Aria Flamman tampil menyanyikan lagu “Senandung Alam” dengan sangat baik dan tidak mengecewakan sehingga setelah mendapat tepuk tangan meriah dari penonton setelah ia mengakhiri lagunya dengan hembusan angin segar ke arah mereka.


“Wah, bagus juga penampilan Aria! Sangat anggun, dengan tarian pusaran anginnya.”


“Bagaimana jika dibandingkan paduan suara kita tadi, Lumina?” tanya Niteo di sebelahnya.


“Sangat bagus. Kau dan kawan-kawan sudah menjadi obat kekecewaanku,” jawab Lumina melemparkan senyuman.


“Tapi aku lihat, kau masih memendam kegelisahan. Ada apa, Lumina?”


“Sebenarnya aku hanya ingin menyanyi, Niteo. Seandainya mereka memberiku kesempatan menyanyi, meski tidak dilombakan, aku akan melakukannya...” Lumina memandang jauh ke langit, berharap kesempatan itu datang kepadanya.


“Sudahlah, jangan dipikirkan Lumina! Lihat, berikutnya yang akan tampil adalah juara tahun lalu, Hydro Aqua.”  


Gemuruh tepuk tangan kembali memenuhi tempat itu menyambut sang juara tahun lalu menyanyikan lagu “Senandung Alam”. Tetapi entah mengapa tiba-tiba saja Hydro Aqua tampil tidak maksimal. Ia lebih sering lupa lirik lagu dan salah mengambil nada dasar, sehingga setelah menyanyi di atas pentas, Hydro berkata, “Maafkan aku. Kurasa tahun ini bukan tahunku lagi.” Hal itu sangat mengecewakan semua peri yang menonton festival itu, terutama Singgasana Air.


***


“Yah, kok begitu sih, penampilannya?” gerutu Voda ikut kecewa setelah melihat penampilan wakil singgasananya. “Apa mungkin dia sedang ada masalah?”


“Mungkin juga, Voda. Tapi setidaknya penampilan kita nanti bisa lebih baik daripada penampilannya meskipun kita tidak tampil mewakili singgasana kita masing-masing.” Flora tersenyum melihat Geo yang mulai melemparkan senyumannya kepada mereka berdua. Geo terlihat lebih sumringah sekarang, seolah-olah menemukan kepercayaan dirinya kembali.


“Kita mungkin bisa mengalahkan Hydro, Tetapi mustahil kita bisa mengalahkan Aria atau paduan suara Singgasana Cahaya tadi yang tampil sangat bagus. Aku jadi pesimis.”


“Jangan begitu, Voda. Ayo kita bangkit!” Kata-kata itu terlontar dari mulut Geo. Peri tanah itu membuat kedua kawannya terkejut dan bingung.


“Geo?” Kemudian terdengarlah sorak-sorai dari ketiga sahabat itu. Mereka melonjak-lonjak kegirangan seolah-olah menemukan kembali sesuatu yang telah lama hilang.


“Sudah! Tenang! Aku punya ide,” cetus Geo.


***


Selanjutnya yang tampil adalah kontestan perwakilan Singgasana Api. Eldur ternyata berduet dengan pelatihnya, Atar Flamma. Dan hal ini membuat Pyro semakin emosi.


“Sialan, si Atar! Rupanya dia hanya ingin mendepakku saja dan dan menggantikan posisiku. Semoga penampilan mereka buruk. Lebih buruk daripada Hydro.”


Dan benar. Meskipun penampilan mereka sangat meraiah dengan pertunjukan kembang api, penampilan kedua wakil Singgasana Api itu tidak memuaskan. Atar dan Eldur benar-benar tidak bisa menyatu. Ketika seharusnya menyanyi bersahut-sahutan, Atar lebih sering berimprovisasi dan Eldur tidak bisa menyesuaikan diri. Tarian mereka pun sering tidak kompak. Dan Atar tampak sangat mendominasi penampilan itu.


Setelah selesai tampil, berkatalah Eldur di atas pentas itu. “Aku minta maaf kepada kalian semua karena penampilanku tidak maksimal hari ini. Sebenarnya Atar bukan pasangan duetku, melainkan Pyro Flamma. Kuharap aku diberi kesempatan kedua untuk tampil bersama Pyro. Tidak dinilai pun tidak mengapa.”


Kata-kata Eldur memancing emosi Atar. Tetapi Atar menahan emosinya dan lebih memilih untuk segera berlalu meninggalkan tempat itu dengan kekecewaan yang mendalam atas penampilan kelompok duetnya tadi. Penonton pun ikut kecewa atas penampilan itu.


***


“Baiklah. Sambil menunggu keputusan dewan juri mengenai permintaan Eldur, kita sembut penampilan selanjutnya..,” seru sang pembawa acara dengan menari-nari memendarkan cahaya warna-warni di atas pentas. “Keikutsertaan pertama dari Singgasana Bumi, sebuah trio yang merupakan kolaborasi apik dari tiga singgasana berbeda :  Trio Cimea!”


Meskipun sambutan penonton tidak seriuh penampilan sebelumnya, Sang Ratu tampak berdiri memberikan tepuk tangannya kepada trio tersebut. Beriringan, Flora Plantoria, Geo Humus dan Voda Aqua memasuki pentas. Terranum juga ikut berdiri bertepuk tangan menyambut mereka, dan membuat Geo semakin percaya diri.


“Sebenarnya wakil dari Singgasana Bumi adalah kawan kami, Geo Humus yang sangat pemalu ini, tetapi kami ingin menemaninya tampil di sini untuk menyanyi... Oh tidak, kami memang membentuk trio sebelumnya karena kami bersahabat..,” ujar Voda di atas pentas.


“Kami mengundang beberapa dari kalian yang ingin bernyanyi bersama kami di atas pentas ini. Masing-masing satu dari Singgasana Cahaya, Singgasana Api dan Singgasana Udara. Silakan kemari, supaya kepercayaan diri saudara Geo bertambah,” potong Flora. “Dari Singgasana Cahaya?”


“Ada!” jawab sesosok peri cahaya di ujung sana. “Ayo, Lumina! Bergabunglah bersama mereka! Ini kesempatanmu!”


“Tapi Niteo..” Niteo mendorong Lumina hingga tampil ke atas pentas membuat Radius dan Luxia heran. “Maaf, semuanya. Aku, Lumina Lucis, sebenarnya adalah anggota Paduan Suara Pelangi Indah, tetapi karena sesuatu hal aku tidak bisa tampil bersama kelompokku. Jadi berikan aku kesempatan untuk menyanyi bersama mereka.”


“Selamat datang di atas pentas, peri cantik,” sambut Flora. “Dari Singgasana Api?”


Tiba-tiba melesat sosok merah berapi mendarat di atas pentas. “Aku. Pyro Flamma. Aku ingin menyanyi bersama...,” katanya sambil matanya sibuk mencari-cari Eldur di kerumunan penonton. “...kelompok baruku.” Kata-kata Pyro membakar semangat para penonton yang membalasnya dengan gemuruh tepuk tangan.


“Selamat datang, Pyro, sambut Flora lagi. “Dari Singgasana Udara?”


“Aku dataaang!” sesosok peri berwarna putih tampil ke atas pentas. “Anemos Flamman, sudah mengecewakan semua tahun lalu. Akan tampil lebih baik bersama kelompok ini meskipun bukan singgasanakuuuu.” Gemuruh tepuk tangan pun kembali terdengar sampai-sampai menelan suara Anemos yang melengking itu.


Kemudian Flora meminta waktu sebentar untuk berdiskusi dengan kelompok barunya. “Lumina, warna suaramu hampir sama dengan warna suaraku, kita ambil nada segini...” Lumina menganggukkan kepala sambil tersenyum. “Pyro, warna suaramu hampir sama dengan Voda, ambil nada segini...”


“Baik,” jawab Pyro.


“Geo, kau tetap di suara rendah sesuai dengan waktu kita latihan dulu, dan kau Anemos, lebih baik kau memperkuat bagian reff dan kanon bersahut-sahutan. Aku harap kau lebih berpengalaman dan bisa berimprovisasi lebih baik.”


Semua setuju dan mereka pun bernyanyi bersama. Menghadirkan aura kegembiraan, kebersamaan dan kekeluargaan di Mata Air itu.


Mari kita menyanyi bersama...
Senandung alam penuh irama...
.Muka berseri dan bersahaja
Antar mentari menuju senja..


Bagaikan embun menyejukkan pagi
Kebahagiaan yang tak terbagi
Ceriakan dunia dengan nyanyian,
Senandung alam serta senyuman...


Meskipun tidak sebagua penampilan Paduan Suara Pelangi Indah, kelompok vokal itu berhasil meraih hati masyarakat peri yang menonton. Mereka bersorak gembira setelah Geo dan kawan-kawannya selesai menyanyikan lagu. Sang Ratu, berdiri sepanjang penampilan mereka, menikmati penampilan mereka dengan sangat haru.


Pada akhirnya, Sang ratu mengumumkan bahwa pemenang festival itu adalah Paduan Suara Pelangi Indah pimpinan Radius Lucis. Tetapi sang ratu berkata, “Pada kesempatan ini, aku akan memberikan penghargaan khusus kepada kelompok vokal terakhir tadi sebagai para pahlawan persatuan. Mereka telah menyingkirkan ego singgasana masing-masing dan bersatu memperkuat singgasana lain. Itu adalah hal yang sangat baik dan patut diteladani.”


***


Itulah sekelumit dari kisah “Enam Sekawan” yang sangat terkenal dan sering diceritakan oleh bangsa peri. Keberadaan dan pertemuan mereka di festival itu menjadi awal penyatuan singgasana peri karena setelah itu, Aurora Lucis memberi mandat kepada seluruh bangsa peri untuk bermigrasi ke Mata Air Para Peri dan menetap di sekitar hutan Eros.


Enam Sekawan itu sekarang telah tiada. Setelah kejatuhan Aurora Lucis, mereka berenam terbunuh dalam pertempuran melawan kekuasaan kegelapan. Tetapi nama mereka masih terekam di memori para peri sebagai pahlawan persatuan.

------------------------
Juara Pertama
Lomba Cerpen Peri Xar & Vichattan
Sumber Artikel: Facebook https://www.facebook.com/note.php?note_id=465618654969

No comments:

Berita Antar Dunia

Pusat Berita Dunia-Dunia