Zodiaz: Sang Penyembuh by
Easter PatriciaMy rating:
2 of 5 stars (revised)
Hmm, lama sudah saya, Sang Musafir menunggu untuk posting review ini di Goodreads padahal Zodiaz sudah habis saya baca sejak lama...
Secara obyektif, setidaknya saya bisa sedikit-banyak belajar dari Easter Patricia tentang teknik dasar penulisan, terutama saat mendeskripsikan tokoh dan mendramatisir suasana. Ada rasa misteri yang menantang kita untuk menduga-duga dan menebak-nebak: Siapa, mengapa, apa yang akan terjadi setelahnya dan bagaimana hasil akhirnya nanti? Inilah mungkin faktor-faktor yang paling menarik dalam "Zodiaz - Sang Penyembuh" ini.
Menyangkut selera, sejujurnya saya kurang begitu menikmati rasa "sinetron klise" di bab-bab awal, dan selera perfeksionis-idealis saya terganggu dengan campursari suasana modern-school dan unsur2 fantasi yang old-skool. Oke, mungkin masih bisa saya tolerir mengingat satu game terbesar yang pernah dibuat: Final Fantasy VIII yang menggabungkan fantasi dengan sci-fi futuristik dengan background yang mirip dengan ini. Namun flow ceritanya itulah yang membuat saya merasa seperti makan sushi rasa rendang - hey, mungkin itu ide unik juga buat restoran! - yang mana saya - secara pribadi - bukan penggemar sinetron Indonesia.
Para pembaca lain mungkin akan menyukai suguhan drama dilema percintaan yang berlangsung beberapa bab ini, tapi mungkin sayalah yang tak sabar sambil terus berpikir "What is the main conflict? When will it start? Apakah konflik utamanya hanya masalah pilih-pilih cowok?" Untunglah, sebelum saya bosan ada rasa "misteri" menyeruak masuk dan ada pula ketegangan. Dan ada nuansa apocalyptic juga (omg, again?).
Dilihat dari struktur cerita pula, adanya penjelasan panjang-lebar tentang sesuatu (buku pintar Tn. Magnus) yang mungkin adalah bagian cerita yang sedang "dibaca" oleh tokoh itu sebagai informasi penting agak sedikit mengganggu flow cerita (Sekali lagi, introspeksi diri saya sendiri). Ada baiknya detailnya jangan terlalu banyak, dan beberapa penjelasan yang berbau "glossary" bisa dipindahkan ke belakang dan dibuat seolah si tokoh sedang membacakan informasi paling pentingnya sebagai bahan merundingkan solusi.
Nah, bicara tentang penamaan dan background, sekali lagi saya melihat struktur dunia yang sederhana dengan benua-benua yang kecil. Mungkin, seperti yang saya lihat dalam karya2 lainnya ada beberapa bagian yang belum diungkapkan di petanya (it's a small world after all), dan ada tempat-tempat misterius yang akan ditambahkan di buku-buku selanjutnya, tapi hanya asumsi itu saja yang menghibur saya.
Satu hal lagi yang mau tak mau harus saya bahas adalah layout cover. Terus-terang, saat pertamakali melihatnya di toko buku rasa "sushi rendang gado-gado" campuran nuansa SMU Indonesia & High Fantasy membuat saya kurang berselera untuk langsung meraihnya dari rak buku, belum lagi design wajah yang campur-sari antara original artwork dan tempelan-tempelan dari game-game terkemuka pada bagian wajah mengurangi nilai artistik (dan nilai jual) yang seharusnya bisa optimal. Padahal pilihan gambar untuk castle-nya sudah bagus sekali, lho! Saya sarankan agar ilustrator cover bisa coba konsisten dan seragam dalam pemilihan style-nya untuk meningkatkan nilai jual buku itu (sekalian introspeksi untuk novel karya saya sendiri).
Untuk naming, walau pemilihan namanya "fantasy banget" untuk setting "gado-gado" ini, penggunaan istilah "Tn." (Tn. Magnus, Dr. Rufus etc), Dan mengenai judul: Zodiaz - saya mengira itu ada hubungannya dengan Zodiak, tapi ternyata tidak. Nama "Erthanna" mungkin lebih unik dari ini.
Nah, semua itu mungkin bisa jadi ciri khas tersendiri Easter Patricia, tapi itu semua kembali ke selera masing-masing. Kalau tak sesuai selera, yah terima sajalah sebagai keunikan cerita.
Kesimpulannya, secara umum dan teknis, saya setuju saja dengan endorsement Joko Pinurbo di cover belakang. Namun kalau sudah menyangkut selera, saya agak takut akan bertemu nuansa "sinetron" berkepanjangan lagi andai saya membeli dan membaca seri kedua dari tetralogi ini: Erthanna, Sang Pelindung.
Para reviewer lain mungkin akan menemukan lebih banyak hal menarik daripada yang saya serap dari bacaan yang satu ini, dan saya sendiri merasa tak begitu penasaran untuk mengetahui sepak terjang Aya, Efrum, Aeon dan Vander di seri-seri tetralogi selanjutnya.
Saya mungkin lebih penasaran tentang apa yang akan terjadi setelah proyek tetralogi ini selesai, dan Easter Patricia akan menelurkan banyak karya novel drama non-fantasi, termasuk chicklit. Duh, saya ini hanyalah Sang Musafir, bukan Sang Peramal, apalagi Sang Penyembuh.
View all my reviews
4 comments:
Hmmm... hahaha, kejam sekali dikau, Ndry. Masa cuma 1 bintang?
Habis ini saia mau bikin repiu buku ini di Pikpanindoh. Kita banyak sependapat kayanya, kecuali soal bintang satu ituh...
^^
Eh, ini dah ada di database GR lom sih?
Justru karena udah ada di database GR jadi sy bikin reviewnya. Btw di goodreads bintangnya udah sy tambah 1 lagi, tapi gue rasa buat u mungkin bisa 3 bintang.
1 bintang waktu itu bener2 subyektif dah, tergantung selera sih.
Moi? 3 Bintang? If only you can read my mind now... >:D
Bukan masalah selera. Buku ini memang... &@^^%^%@ gitu deh. Hehehe.
Wow. Ok. Gue hargai banget pendapat u, Luz.
Hmm, gue bermurah hati tambah 1 bintang lagi dan mau coba encourage encik E.P karena gue berasa senasib n simpati dan sebenarnya dia punya potensi, yah seperti para koki yang bumbunya belum mantep.
Kalau kacau ya bisa jadi sushi rasa rendang atau lebih parah lagi, bencong pakai semok (versi Om Pur).
Post a Comment