Judul buku : Phoenix : Dalam Mahkota Negeri Azura
Pengarang : A.M.K. Narongkrang
Penerbit : Voila Books
Genre : Fantasy, Adventure, Action
Jumlah halaman : 532
Rating : Remaja
Harga : Rp. 54.000,-
Sinopsis :
Quote
“Kita harus kabur! Tidak ada jalan lain!” cetus Shahasika.
“Bagaimana dengan Eaton?” tanya Phoenix.
“Kalau kita tetap di sini, kita akan ikut dimangsa! Dan kita tidak akan pernah bisa membalas kematian Eaton!”
Phoenix terpaksa setuju. Burung Merpati Balap Belgia yang mereka tunggangi melesat menyusuri lorong besar yang tak berujung. Para Sheekh tersentak kaget. Mereka mengejar kedua bocah ingusan itu.
“Itu Eaton!” Phoenix berseru.
Shahasika melempar Kelereng-Kelereng Meledak ke arah para Sheekh. Sheekh yang jumlahnya ratusan itu terpencar-pencar. Seiring dengan itu, cakar-cakar Burung Merpati Balap Belgia mencengkeram tubuh Eaton, meliuk-liuk, lalu meluncur kembali dengan kecepatan tinggi.
Kisah tentang Phoenix, telah ditakdirkan menjadi salah satu kisah terkenal di seluruh dunia. Petualangan anak berumur 13 tahun yang penuh keajaiban dan keanehan itu akan memukau pembaca sejak halaman pertama. Kedahsyatannya menyamai Harry Potter, The Lord of The Rings, dan The Chronicles of Narnia.
...Tak kalah memukau dibandingkan The Lord of The Rings dan Harry Potter...
—Akmal Nasery Basral, wartawan-novelis—
“Bagaimana dengan Eaton?” tanya Phoenix.
“Kalau kita tetap di sini, kita akan ikut dimangsa! Dan kita tidak akan pernah bisa membalas kematian Eaton!”
Phoenix terpaksa setuju. Burung Merpati Balap Belgia yang mereka tunggangi melesat menyusuri lorong besar yang tak berujung. Para Sheekh tersentak kaget. Mereka mengejar kedua bocah ingusan itu.
“Itu Eaton!” Phoenix berseru.
Shahasika melempar Kelereng-Kelereng Meledak ke arah para Sheekh. Sheekh yang jumlahnya ratusan itu terpencar-pencar. Seiring dengan itu, cakar-cakar Burung Merpati Balap Belgia mencengkeram tubuh Eaton, meliuk-liuk, lalu meluncur kembali dengan kecepatan tinggi.
Kisah tentang Phoenix, telah ditakdirkan menjadi salah satu kisah terkenal di seluruh dunia. Petualangan anak berumur 13 tahun yang penuh keajaiban dan keanehan itu akan memukau pembaca sejak halaman pertama. Kedahsyatannya menyamai Harry Potter, The Lord of The Rings, dan The Chronicles of Narnia.
...Tak kalah memukau dibandingkan The Lord of The Rings dan Harry Potter...
—Akmal Nasery Basral, wartawan-novelis—
Aah, Phoenix. Wehehe. Tak kuasa diri ini tersenyum lebar kala mengingatnya. Tersebutlah suatu masa dimana seorang sahabat memberikan buku ini di senja hari seusai sekolah....
Oke, cukup gaya sok nyastranya >_< class="IL_SPAN">Phoenix. Novel lokal terbitan taon 2005 ini dijadwalkan akan terbit sebagai pentalogi oleh pengarangnya. Sebuah novel yang—dengan segala hormat—aq anugrahkan titel “novel fikfan terparah sepanjang sejarah umat manusia.” Yak, langsung aja dibahas.
Sampul :
Cover depan menggambarkan sosok seorang pemuda (Phoenix) yang sedang menunggangi seekor Phoenix. Tampak mereka sedang mengarah ke sebuah kota bermenara banyak dengan latar belakang pegunungan. Di bagian atas, judul buku dicetak besar dengan paduan warna emas dan putih, disertai endorsemen seseorang. Tabrakan dengan warna ilustrasi burung Phoenix yang kuning keemasan. Belum lagi nama pengarang juga dicetak berwarna emas di bagian bawah, semakin menambah pesona norak di sampul depan. Situasi diperparah oleh pilihan warna ungu sebagai background. Klop dah.
Ilustrasinya bagus, tapi pemilihan warnanya kacaw berat. Mungkin untuk ini kasusnya bisa beda2 tiap orang, tapi buatku, perpaduan warna ungu dan emas bikin muntah. Seriously. Ngejreng banget gitu loooh~ Ngejreng, norak, ancur. Semua sumpah serapah keluar pas lyat covernya.
Cover belakangnya sendiri ga gitu istimewa. Kembali, background warna ungu mengisi seluruh bagian. Ilustrasi kota bermenara tadi kembali hadir, tapi lebih samar. Lalu di sudut kiri, ada pengumuman : Coming soon, Phoenix : Menara Kembar Negeri Azura.
Cover, ga banget. Sinopsis, sama aja. Intinya cover Phoenix bener2 ga meyakinkan buat dibawa ke kasir. Agak geli pas baca kata2 :
Kisah tentang Phoenix, telah ditakdirkan menjadi salah satu kisah terkenal di seluruh dunia. Petualangan anak berumur 13 tahun yang penuh keajaiban dan keanehan itu akan memukau pembaca sejak halaman pertama. Kedahsyatannya menyamai Harry Potter, The Lord of The Rings, dan The Chronicles of Narnia.
Ooh, are you sure?? O_o Mari saya beritahu satu hal, novel ini jauh banget dibandingkan Narnia dan Harpot, apalagi LOTR >_<
Main Story :
Inti cerita Phoenix sebenernya uda sangat2 klise. Tentang seorang anak yang tadinya bukan siapa2, tapi ditakdirkan untuk membawa perubahan besar. Dikisahkan Alba Ragoes, seorang pemilik pengusaha kayu bakar, datang ke sebuah pulau terlarang untuk menjemput anaknya yang ditetaskan oleh istrinya, seekor ular naga bernama Ragnarok. Singkat cerita, dibawalah bayi tadi ke rumah Alba, dimana Wetty, istri keduanya yang judes bin nyolot bukan buatan telah menunggu sambil marah2. Dia juga menolak mentah2 Phoenix sebagai anak, dan baru bisa dibuat diam setelah Alba “meyakinkannya”.
13 tahun berlalu. Saat sedang pergi ke Pasar Terbang Bojong Meron, Phoenix bertemu dengan Prof. Jamhur Widyatamaka, yang selalu gagap mengucapkan namanya. Dy juga bertemu seorang nenek2 yang memberinya Jam Tangan Phoenix-21, sebagai balasan atas kebaikan hatinya (eemm...). Dan setahun kemudian, bertepatan dengan ulang tahunnya yang ke 14, Phoenix ditemani Shahasika dan teman2nya (Laryna, Shalley, dan Eaton) terlibat sebuah peristiwa di Pulau Atherton, yang berujung pada ditangkapnya orangtua mereka sebagai tersangka atas tuduhan ga jelas. Nantinya lima sekawan ini akan ditampung di Istana Zenoglozi atas bantuan Robus, sahabat Alba. Dan selanjutnya mereka akan mengalami permusuhan dengan murid2 Zenoglozi, terlibat intrik antar negara, berusaha menyelamatkan ortu masing2, juga mempertahankan negeri Azura dari cengkraman Mayorats.
Story, ga gitu menarik, jujur aja. Terkesan ngalor-ngidul. Pas awal2 aq baca, aq ga ngerti ni cerita mo dibawa kemana. Alurnya juga terbilang lambat. Sampe2 butuh sebulan lebih bwt nyelesein ni buku >_<
Dan karakter, yah, sama parahnya. Aq ga punya alasan bwt menyenangi satu saja karakter di novel ini. Mulai dari Alba Ragoes, sang “guru” dalam cerita. Selalu memberikan petuah tiap kali bicara, sering kalah debat dengan Wetty, dan berakhir menjadi objek cercaan istrinya itu. Wetty yang penggerutu. Ibu rumah tangga yg galak ga kira2, hobi membangga2kan diri sendiri dan anaknya Shahasika, dan dipastikan akan mencaci maki semua orang yang ada di hadapannya. Shahasika Chlearesta, anak Alba dan Wetty yang ntah napa nama belakangnya beda sama ortunya. Mewarisi kecerewetan ibunya, terutama setelah dy bertemu rivalnya-yang-luar-biasa-menjengkelkan di sekolah. Jenius, n rada belagu. Phoenix si anak malang. Tipikal karakter-sinetron-yang-selalu-jadi-korban-ibu tiri-tapi-pasrah-aja. Trus.... (stop sampai disini >_<).
Jadi, cara aneh yang dipilih pengarangnya untuk karakterisasi >_<. Beliau memasang sifat2 yang kelewat ekstrem supaya tiap chara bisa dibedain. Klo galak, ya nyolot abis. Klo baek, ya baek ga ketulungan (sampe2 agak idiot). Ga kebayang klo di dunia nyata beneran kayak gitu, woh, seramnya hidup ini ToT
Soal setting, dijelaskan kalau setting Phoenix adalah Dunia Maya, yang mana berseberangan dengan Dunia Nyata. Mirip2 dunia paralel gitu dah. Penggambaran dunianya sendiri ga jauh2 dari dunia nyata sih sebenernya, heuheu. Cuma ada tambahan atribut2 gaya “fantasy” yang ga jelas.
Pertama, Cempana. Seekor kuda berwajah manusia di belakang kepalanya, bertanduk panjang ke belakang sebagai pegangan penunggangnya, digunakan sebagai kendaraan darat, bisa berbicara, bisa ngobrol n ngegosip, menyanyi, dan menyiarkan berita. Cukup pencet idung manusianya, lalu anda tinggal pilih siaran mana ato lagu apa yang ingin anda dengar. Semua ada disini. Gedubrak. Aq ga habis pikir makhluk hidup bisa nerima gelombang radio kayak gitu. N kalo misalnya aq minta lagu rock ato hip-hop, Cempananya gimana yak?
Jam Tangan Burung. Ini istilah pribadi, soale ada banyak jenis2nya >_<. Tidak memiliki angka dan jarum, tapi diisi oleh 3 burung idup. Burung pertama yang paling besar, bisa dijadikan alat kendaraan. Dua yang terisa adalah Burung Penyuara Waktu dan Burung Pengirim Pesan. Burung2 ini bisa mengirim pesan layaknya sms di hape, menyuarakan 3 dimensi waktu, dan memiliki nomor registrasi tersendiri. Ough! Ide yang unik sih sebenernya, tapi sayang ga dieksekusi dengan bagus.
Makanan dan minuman. Seluruh penghuni Dunia Maya punya selera makan yang aneh. Coba cek makanan2 ini : Darah Vampir, Susu Manis Kuntilanak, Usus Rebus Kolong Wewe, Gigi Taring Drakula, Daging Bakar Genderuwo, Goreng Tulang Jelangkung, dll, dst. Aq jadi bingung, benarkah di Dunia Maya ini isinya manusia? Bukan monster ato zombie? Wisata Kuliner kalah dah, kwkwkw.
Dan banyak lagi “teknologi2” ajaib sepanjang buku. Gak usa dibahas semuanya >_<
Gaya Bahasa :
Gaya bahasa di Phoenix biasa aja menurutku. Jelek, yah, ga terlalu. Bagus juga ga. Biasa aja. Tapi kadang pengarangnya kepeleset masukin kata2 yang ga baku di kalimat2nya. Dialog antar karakter juga datar2 aja, dari awal sampe akhir. Juga ada kebiasaan dari penulis untuk terus mengulang2 penceritaan sebuah kejadian. Capee d.
Yang lainnya, yaitu banyaknya petuah yang disebar di sekujur buku. Entah kenapa, petuah2 itu terdengar menjengkelkan di kepalaku. Mungkin karena porsinya yang uda overdosis kali yah. Itu sebabnya aq jadi ga respek sama tokoh Alba Ragoes dan Prof. Jamhur Widyatamaka, duet penasehat dalam novel, heuheu. Tiap kali mereka bicara, pasti ngasi nasehat. Tiap mereka bicara, aq ulangi. 500 halaman buku penuh sesak dijejali nasehat >_<
Akhirnya...(wew!) setelah tersiksa cukup lama untuk nyelesein baca Phoenix, tinggallah diri ini merenung sendirian (bingung). Koq bisa2nya naskah segawat ini lolos n diterbitin yah? Penasaran, mbah gugel jadi harapan. Browsing kesana kemari, sampe akhirnya nyasar ke salah satu web yang berisi cuplikan komentar dari Manajer Eksekutif penerbitnya langsung.
Quote
Nama A.M.K. Narongkrang ditemukan oleh Voila Books, lini Penerbit Hikmah, melalui internet. Ia menawarkan sebuah naskah cerita, dan tertariklah Voila Books. “Kami baca, dan bagus. Selama ini kita kan terpukau oleh karyakarya mahabesar, seperti Harry Potter. Ternyata ada orang Indonesia yang bisa menulis seperti itu,” kata M. Deden Ridwan, Manajer Eksekutif Hikmah. Karya Narongkrang ini diterbitkan karena, dalam penilaian Deden, “Isinya sangat fantastis, memukau, imajinatif.”
Tanpa banyak editing, kecuali—menurut Deden—dalam hal diksi, jadilah Phoenix diterbitkan. Karya perdana Narongkrang ini diedarkan September tahun lalu dengan cetakan pertama sebanyak 3.000 eksemplar-standar produksi buku edisi pertama di Indonesia. Banyakkah peminatnya? “Relatif baik,” kata Deden, “Yang terjual sudah melampaui 1.500 (eksemplar).” Ia yakin bila ditunjang dengan promosi yang gencar, angka penjualan bisa lebih tinggi.
Tanpa banyak editing, kecuali—menurut Deden—dalam hal diksi, jadilah Phoenix diterbitkan. Karya perdana Narongkrang ini diedarkan September tahun lalu dengan cetakan pertama sebanyak 3.000 eksemplar-standar produksi buku edisi pertama di Indonesia. Banyakkah peminatnya? “Relatif baik,” kata Deden, “Yang terjual sudah melampaui 1.500 (eksemplar).” Ia yakin bila ditunjang dengan promosi yang gencar, angka penjualan bisa lebih tinggi.
Tak bisa bicara saking shock-nya
Btw, perkara apakah buku ini dahsyat—seperti yang dibilang di cover—jawabannya ya. Memang sebegitu dahsyatnya, tapi dalam artian berbeda. Qeqeqe.
Skor : 3/10
1 comment:
Baiknya kita menghargai karya sastra orang lain, bukannya mengkritik. Belum tentu kita bisa membuat sebuah karya sastra yang lebih baik dari orang lain. Saya heran, sudah jelas novel phoenix adalah novel fantasy yang pastinya mengajak kita berimajinasi dan gk ada di dunia nyata. Untuk pemberian nama yg aneh dalam novel itu, justru menjadikan keunikan dengan ciri khas indonesia. Dan tentang kuda berwajah manusia itu saya pikir jangan dikaitkan dengan dunia nyata gk mungkin ada lah, kecuali kehendak tuhan!!!
Post a Comment