EVERNA SAGA arung.semesta
BOREALIS Andry
Chang
Aurora, bahtera
terbang tempur pertama di Terra Everna telah musnah beserta hampir seluruh
awaknya.
Sekembalinya
dari Perang Suci di Sylvania, Negeri Malam Abadi, sang pencipta sekaligus
pemilik Aurora, Erydos Crydias
melewatkan hari-hari tuanya dengan menyendiri dalam kamar rumahnya di Kyrios,
Ibukota Parthenia.
Wajah
sang ilmuwan merangkap penyihir ruang-waktu itu tampak makin berkeriput.
Kantung matanya membengkak, seolah badai depresi hebat telah menipiskan segala
daya hidupnya. Rambut ubanan Erydospun banyak menipis, hanya kumis putihnya
saja yang masih tampak panjang, melewati dagu.
Menyadari
kondisi Erydos ini, kedua muridnya, Pylias Galfinakis dan Uriza Zynossos berlomba-lomba
merawat pria tua-renta itu. Hingga kadangkala, kedua pria muda itu saling
menjelekkan satu sama lain dan sibuk menonjolkan diri sendiri, dengan harapan
sang guru bakal sudi mewariskan segala ilmu dan pengetahuannya pada salah satu
dari kedua ilmuwan muda ini.
Melihat
persaingan keras antara Uriza dan Pylias itu, Erydos makin sering batuk-batuk
dan mengeluh sakit kepala. Puncaknya, suatu hari Erydos sempat pingsan saat
berusaha bangun dari tempat tidurnya sendiri. Setelah sadar, ia langsung
memanggil kedua muridnya untuk bertatap muka.
“Uri,
Pylias,” kata Erydos dengan lirih. “Kurasa waktuku di dunia ini sudah akan
usai. Yah, bisa dikata aku cukup beruntung telah mewariskan pengetahuanku
tentang gabungan sains dan alkimia dan juga sihir ruang-dan-waktu pada kalian
berdua. Namun, ada ganjalan besar dalam hatiku yang telah menggerogoti
kesehatanku sampai saat ini.”
Pylias
bertanya, “Ganjalan apa itu, guru?”
“Keinginan
terbesarku dalam hidup ini adalah menghembuskan napas terakhir dalam salah satu
bahtera terbang ciptaanku. Namun karena Aurora
sudah tak ada, keinginanku itu jadi mustahil terwujud, bukan?”
“Itu
tak mustahil, guru! Aku akan membangun bahtera terbang baru untukmu!” ujar
Uriza.
Namun
Pylias malah menghardik, “Enak saja! Aku yang akan membangunnya! Kau di
sini saja terus dan merawat guru!”
Suara
batuk-batuk Erydos mencegah perdebatan kedua pria itu jadi berlarut-larut. “Cukup!
Kalian berdua harus bekerjasama untuk membangun bahtera itu! Dulu aku
menghabiskan waktu bertahun-tahun, juga sumber daya dan dana yang luar biasa
besar untuk membangun Aurora. Kali
ini, aku kuatir waktuku yang bisa berakhir kapan saja ini takkan cukup untuk
menyaksikan warisan terbesarku untuk Everna itu terwujud kembali.”
Pylias
menghela napas. “Aih, nampaknya memang ini akan jadi pekerjaan yang mustahil.”
Uriza
menatap sebal pada Pylias, lalu bicara, “Jadi, apa saja yang harus kami
lakukan, guru?”
Erydos
menggelengkan kepalanya melihat tingkah kekanak-kanakan kedua muridnya itu. Ia
lantas memaksa diri bangkit dari tempat tidurnya dan berjalan tertatih-tatih
dipapah Uri dan Pylias. Erydos lantas menyuruh Uri membuka pintu kayu di tepi
kamar dengan kunci yang selalu tergantung di leher pak tua itu. Erydos masuk,
dan lama kemudian keluar membawa gulungan-gulungan kertas besar.
Pylias
membeberkan kertas-kertas itu di meja, matanya terbelalak takjub.
“Nah,
itulah rancangan Bahtera Terbang Aurora,
mahakarya terbesarku,” ujar Erydos. “Kalian bangunlah bahtera baru berdasarkan
rancangan ini. Tapi ingat, sebelum proyek ini bisa dimulai, kalian harus
berbagi tugas dan mengikuti setiap langkah yang kutempuh terlebih dahulu.
Jangan ragu untuk bertanya padaku bila ada hal yang tak kalian pahami.”
“Baik,
guru!” ujar Uri dan Pylias serentak. Lantas mereka saling bertatapan, seakan
kilatan persaingan memercik silih berganti antara kedua mata mereka.
Erydos
lantas menutup pembicaraan dengan berujar, “Dan yang terpenting, batas waktu
proyek ini adalah saat aku putus napas sewaktu-waktu. Yah, ada cucu
perempuanku, Priscilla Crydias yang merawatku di sini. Namun bila yang terburuk
terjadi, kalian tuntaskanlah demi kemajuan Terra Everna.”
Saat
tubuh renta itu kembali berbaring di peraduannya, Erydos berkata lirih, “Tapi,
akan baik pula bila si Erydos tua ini sempat menutup mata di bahtera terbang,
bukan?”
==oOo==
“Jadi
kau, Pylias Galfinakis adalah murid Erydos Crydias, salah seorang Ksatria Suci,
pahlawan Laskar Terang?” sergah Sage Kelima, Kaisar Arcadia. Mata jingga dari
wajahnya yang tampan nan belia menyorot tajam pada pria bertunik biru dan
mengenakan selendang toga kuning dari Parthenia itu.
“Ya,
Yang Mulia. Aku kemari membawa proposal untuk proyek pembangunan bahtera
terbang baru pengganti Aurora.”
Sambil membungkuk, Pylias menyerahkan surat proposal pada petugas. Sang petugas
memeriksa kertas surat itu terlebih dahulu, baru menyerahkannya pada kaisar.
Sage
membaca surat itu sekilas, mengusap rambut merahnya yang tersisir rapi lalu
kembali bicara, “Humph, berani sekali kalian ini.”
“A-apa
maksud Yang Mulia?” Pylias menelan ludah.
“Perang
Suci baru setahun berakhir. Kami di Arcadia sedang mengerahkan segala sumber
daya untuk membangun kembali negeri kami yang terlanda perang. Dan kalian malah
mengajukan penanaman modal sebesar ini untuk membangun bahtera terbang yang
belum jelas manfaatnya untuk jangka panjang?”
“Ampun,
Baginda!” Pylias membungkuk rendah-rendah. “Guru Erydos berpesan, proyek ini
ditujukan semata-mata demi kemajuan Everna. Dengan bahtera terbang, Arcadia
akan cepat pulih perekonomiannya, juga akan mendapat keunggulan di bidang
perdagangan, menjadi negeri paling makmur di dunia.”
Mata
Kaisar Sage berbinar-binar. Untuk sesaat dirinya kembali menjadi seperti dulu,
saat ia lebih dikenal sebagai pemburu monster bernama Cristophe Deveraux.
Namun
saat berikutnya, Sage kembali mewakili seluruh Kekaisaran Arcadia dan berkata,
“Bagaimana jika Arcadia tidak mengambil apa yang kalian sebut ‘kesempatan’ ini
sekarang juga?”
“Terus-terang,
Arcadia adalah negeri pertama yang kudatangi, karena Guru Erydos sangat
menghormati Yang Mulia sebagai pahlawan besar dan pemimpin Laskar Terang,” ujar
Pylias. “Bila Arcadia menolak, aku yakin salah satu negeri lain di Benua
Aurelia seperti Lore, Escudia-Corazon, Borgia, atau bahkan Val’shka pasti mau
bermitra dengan Parthenia yang menyediakan sumber daya untuk pembangunan bahtera
terbang ini.”
Sang
kaisar muda mengusap dagu sejenak, lalu bersabda, “Baiklah, aku akan
membicarakan proposal ini dengan para penasihatku dulu. Silakan kau tunggu dulu
di kota, Pylias. Kami akan mengabarkan keputusan akhirnya besok atau lusa
padamu.”
==oOo==
Sementara
itu, Uriza Zynossos sedang menghadapi ratusan orang bersenjata, di depan bekas
galangan kapal di pantai tak jauh dari Kyrios. Sepelemparan batu di belakang
Uriza, seratus prajurit Parthenia membentuk pagar betis, berbaris siaga.
“Sudah
bertahun-tahun kami, kaum bandit menduduki galangan ini, sejak Erydos
memindahkan pangkalan bahtera terbangnya ke Borgia,” kata si pemimpin bandit,
pria berambut dan berjanggut panjang dan bertubuh amat kekar. “Sekarang kau,
murid Erydos serta Dewan Tujuh Tetua, pimpinan tertinggi di Parthenia berniat
menggunakan tempat ini lagi. Kalian pikir apa alasan kami pergi dari sini dan
menyerahkan tempat tinggal kami pada kalian begitu saja?”
Uri
menjawab dengan lantang, “Karena daerah ini bukan milik kalian. Kuperingatkan
untuk terakhir kalinya, cepat angkat kaki dari sini, atau...!”
“Kau
akan menempur kami dengan tentara sesedikit itu? Biar dengan tarikan napas
terakhirmu kau sadar, kami tak bisa diremehkan! Ayo saudara-saudaraku, SERBU
MEREKA SEMUA!” Perintah si pemimpin disambut teriakan-teriakan perang semua
bandit lainnya, sambil menyerbu serempak ke arah Uri dan pasukannya. Terpaksa
Uri yang hanya seorang diri itu berbalik lari menuju pasukannya.
Anehnya,
Uri malah tersenyum. “Dasar bodoh, mereka belum tahu kekuatan seorang penyihir
ruang-waktu! Chrono Veloce!” Ia
merapal mantra Sihir Percepatan Waktu pada
dirinya sendiri. Di mata para bandit, gerakan Uri jadi lebih cepat.
Sebaliknya,
setelah jeda beberapa saat Uri kembali merapal mantra, kali ini diarahkan ke
para pengejarnya. “Omni Chrono
Lambretta!” Sihir Pelambatan Waktu
Masal lantas membuat para pengejar tampak berlari lebih lambat daripada
sebelumnya.
Beberapa
detik kemudian, posisi Uri sudah cukup jauh dari para pengejar dan ia masih berada
di depan pasukan Parthenia. Detik itu pula, Uri berbalik menghadap gerombolan
musuh, mengacungkan Cakram Waktu warisan Erydos sambil mengumpulkan energi
sihir alias mana.
Saat
seluruh tubuhnya berpendar, Uri merapal mantra, “Megalon Zathr!”
Hampir
seketika, Hujan Meteor dari langit
“mengguyur” gerombolan bandit yang tak sempat menghindar lagi. Lebih dari
separuh pasukan bandit bertumbangan, dan yang luput dari maut lari kocar-kacir
ke segala arah.
“Gila,
penyihir ini lebih kuat dari yang kukira! Lari!” Si pemimpin bandit yang
terserempet dan terkena imbas jatuhan meteor berbalik dan lari. Namun Cakram
Waktu Uri terbang dan menancap di punggung si pria besar itu, membuatnya jatuh
terjerembab, meregang nyawa.
Uri
melangkah dengan santai ke mayat si bandit, mencabut cakramnya. Nah, tugas ‘membebaskan tanah’ dan
‘menggusur pemukim liar’ telah tuntas. Harap saja si Pylias yang lebih pandai
bersilat lidah daripadaku itu juga berhasil mendapatkan pemodal, pikir Uri.
Guru Erydos tampak makin lemah. Seperti
serbuan bandit tadi, kurasa tenggat waktu kami mendekat dengan cepat.
Masalahnya, tak pernah ada bahtera
terbang yang rampung dalam hitungan bulan saja.
==oOo==
Kemajuan
proyek bahtera terbang di Parthenia sungguh pesat. Ini semua berkat dukungan
pasokan sumber daya tak terbatas dari Parthenia, asupan dana dari Arcadia dan
kerja keras ratusan pekerja di bawah pengawasan Erydos Crydias dan kedua
muridnya, Uriza dan Pylias.
Buktinya,
bagian fisik luar bahtera yang terbuat dari gabungan kayu dan baja berkualitas
terbaik telah separuh selesai dibangun, sudah tampak bentuknya yang anggun dan
mirip pendahulunya, Aurora. Mesin
utama bahtera itu yang bertenaga kristal gaib belum rampung, jadi belum dapat
diletakkan di dalam lambung bahtera terbang.
Sebelum layak pakai, mesin harus diuji. Dan
untuk mengujinya, bahan bakar berupa kristal gaib adalah kebutuhan utama.
Terkait pasokan bahan bakar inilah, kendala terbesar dalam proyek ini muncul di
saat yang sungguh tak terduga.
“Gawat,
Guru Erydos, Uri!” teriak Pylias berlari terburu-buru memasuki ruang rapat di
galangan. “Ada monster raksasa yang mengamuk dalam tambang kristal gaib dekat
Gunung Olympus! Hampir semua pekerja tambang berhasil keluar dengan selamat,
tapi mereka sama sekali tak bisa memasok kristal gaib kepada kita lagi!”
“A-apa?!”
Walau sudah berusaha bersikap tegas, Erydos tetap tersentak dan terjatuh lemas.
Kondisinya yang mulai membaik kembali berubah parah, semangat yang baru bangkit
luruh seketika.
“Guru!”
Pylias dan Uriza dengan sigap menahan jatuhnya tubuh si pria tua.
Setelah
Erydos berbaring di ranjangnya, Uri berkata, “Pylias, kau rawatlah guru di
sini. Biar aku yang pergi ke tambang dan mengusir monster itu.”
“Tidak!”
Pylias malah membentak. “Kau sudah beraksi dengan mengalahkan ratusan bandit
dengan sihirmu. Kali ini, giliranku membuktikan penguasaan sihirku tak kalah
darimu! Kau saja yang rawat guru, aku yang pergi!”
“Tidak
bisa! Sihirku lebih kuat darimu!”
“Mau
coba-coba memborong jasa ya, Uri? Supaya guru menikahkan Priscilla denganmu?
Kecerdasan dan pengetahuanku lebih unggul darimu! Hanya aku yang bisa
membahagiakan Priscilla!”
“Enak
saja! Aku yang akan melindungi Priscilla!” Uri menunjuk langsung ke wajah
Pylias.
“Kalau
kau coba macam-macam denganku, aku takkan segan-segan menghabisimu dengan
Cakram Waktu warisanku ini!” Uri menghunus cakramnya, menantang Pylias
terang-terangan.
Pylias
balik menantang, mengulurkan telapak tangannya siap mengerahkan sihir. “Cukup
sihir murni tanpa dukungan senjata dewata saja yang aku perlu untuk
menghabisimu, bung!”
Ketika
kedua penyihir sudah akan saling serang, terdengarlah teriakan seorang wanita,
“Hentikan ini!” Mengenali wanita itu, Uri dan Pylias menghentikan aksi mereka
seketika.
Si
penegur, Priscilla Crydias terus membentak, “Gila kalian, adu sihir di hadapan
kakekku! Apa kalian ingin membunuhnya dan menghancurkan tempat ini, dan
membuatku terbunuh pula? Pikir, dengan sikap kekanak-kanakan seperti itu, apa
pantas kalian mewarisi seluruh ilmu Erydos Crydias? Apa pantas salah satu dari
kalian menikahi aku, pewaris tunggal seluruh kekayaan Keluarga Crydias?”
Kedua
pria itu tertunduk malu, seiring kembalinya akal sehat mereka. Pylias lalu
menjelaskan duduk-perkaranya.
Setelahnya,
Uri angkat bicara, “Jadi, apa yang harus kami lakukan sekarang?”
Priscilla
berujar, “Mau apa lagi? Ingat kata kakekku, kalian berdua harus bekerja sama
mengatasi monster itu atau masalah apapun, itu harga mati! ‘Kan ada aku yang
merawat beliau!?”
“Ya,
kami baru ingat dan kami minta maaf,” ujar Pylias. “Tapi bagaimana cara kami
memenangkan hatimu, Prissy?”
Gadis
cantik berambut biru ikal itu menjawab, “Pria yang paling sering membuatku
tersenyum dan tertawa, dialah pilihanku.”
Nada
bicara Prissy, panggilan akrab untuk Priscilla membuat Pylias dan Uri
mengerutkan dahi. Rasa penuh harap dan rasa sesak yang aneh seakan tercampur-aduk
dalam jiwa kedua pemuda itu.
“Jadi
cepatlah, Uri, Pylias. Lihat, napas Kakek Erydos tinggal satu-satu. Kurasa
waktunya di dunia takkan lama lagi!” Priscilla bersedekap, air matanya terurai
sambil ia memegangi pergelangan tangan kakeknya, memandangi kedua pemuda itu
dengan tatapan mengiba.
Tanpa
membuang waktu, Uriza dan Pylias bergegas ke tempat pusat masalah. Di Tambang
Kristal Croeidas terdapat persediaan sumber daya kristal gaib peringkat tiga
terbanyak di Everna, lebih dari cukup untuk menggerakkan ribuan bahtera terbang
selama berabad-abad.
Saat
ditemui kedua “langganan” itu, kepala mandor, pimpinan tertinggi di lokasi
tambang berseru seperti terkena gangguan jiwa, “Dolos Kryx! Dolos Kryx yang
mengerikan, Sang Pelahap Kristal dalam legenda-legenda telah merebut Tambang
Croeidas! Kami sudah habis, tuan-tuan!”
“Lho,
apa kalian tak menyewa pemburu-pemburu monster?” tanya Pylias.
“Tak
seorangpun mau menghadapi monster raksasa itu! Dolos Kryx seperti dewa, dia
sama sekali tak bisa dikalahkan di tempat kekuasaannya, dalam tambang kristal!
Mana para pemburu monster terhebat itu? Robert Chandler dan timnya? Juga tim
terkuat, Adler von Bachmann, Don Hernan y Parvaez dan Erydos Crydias? Mengapa
mereka tak datang?”
Uriza
menjelaskan, “Adler gugur di Sylvania, Hernan kembali untuk mengabdi pada
Escudia, dan sisanya menjalani takdir baru masing-masing, tak lagi jadi pemburu
monster. Guru Erydos sedang sakit parah, justru beliaulah yang mengutus kami
berdua kemari.”
“Kiamat!
Habislah sudah sumber nafkah keluarga-keluarga kami! Habislah sudaah!” Sang
kepala mandor menjambaki rambutnya sendiri hingga rontok, lalu berlari bagai
orang gila menjauhi Uri-Pylias.
“Wah,
kelihatannya kita memang harus berjuang sendiri, Uri,” ujar Pylias.
==oOo==
Di
Everna, tak ada gua dengan penerangan lebih baik daripada gua tambang kristal.
Betapa tidak, cahaya kristal-kristal gaib penerang dalam gua itu dipantulkan
oleh kristal-kristal warna-warni lainnya yang bertebaran di langit-langit,
dinding bahkan lantai gua.
Tentunya
pemandangan amat indah dalam Gua Tambang Croeidas ini tak membuat para
penambang jadi gelap mata. Pasalnya, sudah banyak jiwa yang melayang karena
mereka mengambil kristal-kristal gaib yang berbahaya, tanpa mengenali terlebih
dahulu ciri-ciri kristal itu dari pola-pola cahaya yang dipancarkannya.
Namun,
walaupun sudah sangat berhati-hati, ada saja penambang yang kurang beruntung.
Pria itu mencabut sebuah kristal kuning bercabang empat yang dikiranya kristal
lain. Akibatnya, kristal itu malah merasuk dalam tubuh si penambang dan
mengubah wujudnya. Monster kristal raksasa, Dolos Kryx terlahir kembali!
Monster
bertubuh seperti beruang, berkepala pohon-pohon bercabang kristal dengan
kristal-kristal runcing warna-warni mencuat dari punggungnya inilah yang kini
dihadapi oleh Uriza dan Pylias. Tepatnya, Dolos Kryx sedang mengejar kedua
penyihir ruang-waktu itu melalui lorong-lorong gua yang seperti labirin.
Wajah
Pylias memucat sambil ia berkata, “B-bagaimana kita mengalahkan si Kryx ini, Uri!?
Gerakannya cepat sekali! Dia kebal sihir perlambatan waktu, seolah semua cabang
pohon kristal itu melindungi kepala dan benaknya!”
Keringat
Uriza deras bercucuran, bahkan memercik ke belakang. “Kalau begitu, harapan
kita tinggal pada satu mantra saja, Tembakan
Meteor!”
Pylias
berteriak pula, “Itu juga sudah kita coba, ‘kan? Cabang-cabang kristal si Dolos
itu seperti perisai! Meteor kita yang paling tajampun gagal menembusnya!” Ia
menoleh ke belakang dan kembali ke depan lagi dalam sedetik.
Benar
saja, perisai tanduk kristal itu terlalu kuat. Satu-satunya titik kelemahan
mungkin adalah mata tunggal sebesar buah semangka tepat di tengah perisai itu.
Sayangnya,
baik Pylias maupun Uri bukan pemburu monster, mereka sama sekali tak terlatih
menembak seperti pemanah ulung. Menambah genting keadaan, monster raksasa yang
semula masih jauh itu kini mulai menyusul mereka, sedikit demi sedikit.
Di
depan kedua penyihir, tampak seorang pria berpakaian amat kotor layaknya
penambang berlari secepat angin pula. Tak heran, ketiganya masih dalam pengaruh
Sihir Percepatan Waktu yang sempat
dirapal Uriza setelah mereka tahu benak monster itu tak mempan dipengaruhi
sihir.
Sihir
di tubuh mereka mulai luntur, dan derap kematian makin mendekat.
“Awas,
tuan-tuan! Di depan sana ada dua jalan bercabang, dan cabang yang kanan menuju
ke jurang!” teriak si penambang sambil menunjuk ke depan.
Kata-kata
itu justru membuat wajah Pylias tampak lebih cerah. Ia lantas berseru, “Uri,
kau dan pak penambang ambil jalan sebelah kiri lalu halangi jalan itu! Aku akan
pancing si monster ke kanan!”
“Apa!?
Jangan, Pylias, nanti kau malah masuk jurang!” protes Uriza.
“Tenang,
aku sudah memikirkan segalanya. Aku janji kita akan pulang bersama-sama. Untuk
kali ini, percayalah padaku, Uri!” Pylias tersenyum penuh arti.
“Agh!
Baik, biar kupancing dia dulu! PolyMegalon!”
Uriza menembakkan Rentetan Tembakan
Meteor ke arah si beruang-pohon-kristal itu sambil terus berlari. Sayang,
tak satupun peluru meteor tajamnya mengenai mata makhluk itu.
Sebaliknya,
Dolos Kryx meraung murka dan berderap makin cepat. Dengan mudah perisainya
menepis tembakan lawan. Ia lantas membalas dengan menembakkan peluru-peluru
kristal gaib ke ketiga orang itu. Uri dan Pylias gantian menangkis dengan
senjata-senjata mereka, namun si penambang yang bernasib malang tumbang dengan
punggung penuh tertancap kristal.
Ironisnya
pula, jalur bercabang tampak jelas di hadapan kedua manusia yang masih hidup
itu. Tak sempat menyesali kematian si pemandu terakhir, Uri bergerak ke cabang
kiri dan Pylias ke cabang kanan.
“PolyMegalon!” Giliran Pylias menembaki
Dolos Kryx. Seperti dugaan, benak hewani monster beruang berkepala pohon
kristal itu menggerakkan tubuh raksasanya mengincar si penembak di cabang
kanan.
Sekali
lagi, Dolos balas menembakkan peluru-peluru kristal tajamnya. Bukan penembak
tepat, Pylias terpaksa menangkis dengan daya yang terpancar dari putaran duplikat
Cakram Waktu, yang tersandang seperti perisai di pergelangan tangannya. Saat
menoleh lagi, tampak ujung koridor yang sepertinya menuju jurang yang dimaksud.
Mata Pylias terbelalak setengah panik, setidaknya ia harus memastikan hewan
raksasa itu tak berhenti begitu saja di mulut jurang.
Terpaksa,
Pylias nekad melakukan pertaruhan terakhir. Sambil melindungi diri dengan
perisai Cakram Waktu, ia lagi-lagi menembakkan peluru-peluru meteor ke arah
Dolos Kryx. Kali ini, satu peluru tajam telak menghunjam mata raksasa si
raksasa.
Secara
naluriah, Dolos meraung kesakitan dan memperlambat langkahnya, namun
tanduk-tanduk cabang pohonnya telah lebih dahulu menabrak perisai cakram dan
medan sihir daya pertahanan tubuh Pylias. Tak ayal, si manusia muntah darah. Tubuhnya
terus terdorong makin dekat ke tepi jurang. Entah itu kabar baik atau buruk,
Dolos Kryx berhenti pula tepat di bibir jurang itu.
Mati-matian
Pylias mendorong si monster, padahal dirinya tahu manusia mustahil mengungguli
kekuatan monster beruang itu. Dolos terus meraung, seakan ingin menghabisi atau
menjatuhkan saja lawan yang telah membutakan matanya ini. Saat kaki Pylias
hampir tergelincir di tepian jurang, barulah wajahnya memucat panik. Ia baru
sadar, rencananya sudah berantakan dan ia terpaksa harus berkorban... mungkin
tanpa bisa membasmi si pelahap kristal ini.
Tubuh
Pylias sudah akan jatuh saat ia mendengar seruan Uriza, “Lepaskan Dolos
sekarang! Magnamegalon!”
Dengan
reaksi cepat, Pylias menjatuhkan dirinya, tangan dan cakramnya mencengkeram tanah
persis di tepian mulut jurang. Di saat bersamaan, ia menegadah dan melihat si
monster beruang terdorong keras oleh daya sihir Tembakan Meteor Raksasa. Tubuh Dolos Kryx melayang di atas kepala
Pylias dan terdorong lebih jauh lagi, sehingga tak menimpa pria itu saat
meluncur jauh, jauh ke bawah... ke kematian yang sudah menanti di dasar jurang
sana.
Di
waktu yang tak tepat, Pylias malah muntah darah lagi. Satu tangannya yang
menyandang cakram terlepas dari pegangannya. Kini nyawanya hanya disambungkan dengan
pegangan satu tangan lagi. Pylias baru akan menghunjamkan cakramnya ke dinding
tepi jurang, namun tubuhnya sudah merosot turun, jari-jari tangannya berdarah
dan pegangan satu-satunya lepas...
Hingga
tangan Uriza terulur, menggenggam erat tangan Pylias.
Uriza
langsung menarik saudara seperguruannya ke atas. Mereka berdua lantas duduk di
tempat aman, menghela napas lega.
“T-terima
kasih, Uri,” ujar Pylias, masih gemetaran akibat pengalaman hampir mati tadi.
“Untung kau ikut dan menyelamatkan nyawaku tadi. Sihirmu memang benar-benar
lebih kuat dariku, kau sungguh pantas mewarisi Cakram Waktu sejati.”
Uri
memaksakan senyum. “Heh, akulah yang harus berterima kasih padamu, Pylias.
Berkat akalmulah kita berhasil mengatasi kendala terbesar bernama Dolos Kryx ini.”
“Guru
Erydos pasti akan senang bila tahu kita sudah bisa bekerjasama...!” Tiba-tiba
Pylias terkesiap. “Guru! Kita harus kembali secepatnya ke galangan!”
Pylias
dan Uri bangkit seketika dan bergegas keluar dari gua pertambangan.
Sambil
berlari, Uriza bergumam, “Kuharap guru baik-baik saja...”
==oOo==
Kembali
di galangan bahtera terbang di Kyrios, Uriza dan Pylias berlari terus ke kamar
Erydos Crydias.
“Guru,
kami sudah berhasil...!” Pylias berseru sambil membuka pintu, namun betapa
terkejutnya ia melihat sang guru tak ada di dalam sana. Rasa sesak menghentak
jiwanya, jangan-jangan...!
Beberapa
saat kemudian, Uri yang keluar dari pondok panggung pengawasan menunjuk lurus,
“Lihat! Itu Prissy sedang masuk ke kamar kapten! Kurasa dia dan Guru Erydos
sedang di dalam bahtera sekarang!”
“Kau
benar, Uri!” Pylias mengangguk, memastikan penglihatannya tak salah. “Ayo kita
temui beliau!”
Bahtera
terbang yang hampir rampung itu masih belum dipasangi layar, namun tiang-tiang
dan penampang sayap-sayapnya telah berdiri dan terbentang dengan kokohnya. Tinggal
menambahkan sentuhan-sentuhan akhir dan pasokan bahan bakar kristal gaib dari
Tambang Croeidas, wahana ini akan laik mengudara dalam hitungan minggu.
Namun,
saat Uriza dan Pylias tiba di kamar kapten bahtera, mereka tercekat seolah
jantung mereka tertusuk ribuan pedang. Erydos Crydias terbaring tak berdaya di
ranjangnya, dengan wajah sepucat mayat, matanya terpejam dan kondisinya amat
ringkih. Napasnya satu-satu dan terengah-engah, tubuhnya bergetar seperti
terkena demam tinggi. Seakan tinggal semangat hidup yang menopang nyawa, berbentuk
keinginan untuk memastikan satu hal sebelum meninggalkan dunia.
Priscilla
bicara dengan suara halus di telinga Erydos, “Kakek, itu Pylias dan Uri sudah
pulang.”
Mendengar
kedua nama itu, perlahan-lahan kedua mata si pria tua terbuka. Bibirnya
bergerak seolah ingin mengatakan sesuatu, tapi tak ada suara yang keluar.
Setegar
apapun laki-laki, Uri dan Pylias tak kuasa membendung air mata yang menetes di
pipi mereka. Maka Uri langsung ke pokok beritanya. “Guru Erydos, aku dan Pylias
berhasil membasmi monster Dolos Kryx di Tambang Croeidas. Beberapa minggu lagi
pasokan bahan bakar kristal gaib akan lancar kembali, dan kita akan langsung
melangkah ke tahap ujicoba mesin...”
“Tapi
kakek tak punya waktu sepanjang itu!” seru Priscilla sambil menangis
sejadi-jadinya. “Ini semua salah kalian! Andai kalian bersedia bekerjasama
selama tahun-tahun terakhir ini, kakek pasti masih sehat dan...!”
“Sudahlah...
Prissy...!” Tiba-tiba Erydos memaksa diri bersuara di antara napas beratnya. “Kakek
yang salah... menggunakan obsesi sendiri... untuk menguji... kedua murid
kakek... “ Ia terbatuk-batuk.
Pylias
menukas, “Guru, bertahanlah sebentar lagi! Bahtera terbang sudah mendekati
rampung, dan kita akan terbang...”
Erydos
memaksakan senyum. “Murid bodoh...! Kalian tahu aku tinggal selangkah lagi...
mengetuk pintu akhirat... Untuk apa bertahan terus? Agar tenggat waktu
kalian... diperpanjang? Agar... kalian puas? Tidak... jangan salah paham...
Bukan kalian... tapi tenggat waktukulah... yang telah habis.”
Uri
menimpali, “Aih, benarkah? Bukankah tabib-tabib paling ternama di Parthenia
sudah berusaha mati-matian menolong guru? Ini bukan masalah tenggat waktu
siapapun, guru! Guru pasti bisa....!”
Orang
tua itu menggeleng amat perlahan. “Elysion telah... memanggilku... Aku bukan
dewa... apa dayaku menolaknya? Apa daya para tabib... menunda-nunda? Sebenarnya...
aku sudah cukup siap... dan puas... untuk pulang ke pangkuan Zeus...”
“Apa
maksud kakek sudah siap?” tanya Priscilla.
“Uri
dan Pylias... Tahu kalian pulang dalam keadaan hidup... aku tahu kalian sudah
berhasil bekerjasama... menyingkirkan persaingan... yang percuma... Dan
walaupun tidak sedang terbang... aku puas... berpulang dalam wahana ini...”
Ketiga
insan muda itu tertunduk. Jadi inilah kebesaran jiwa salah seorang Ksatria
Suci, pahlawan terbesar Terra Everna. Dari seorang pria oportunis dan cenderung
pengecut, Erydos telah berubah menjadi sosok yang arif bijaksana, teladan bagi
semua.
“Nah...
Sebagai permintaanku yang terakhir... Berilah nama untuk bahtera terbang ini...
Borealis. Karena sama dengan
harapanku... pada pendahulunya, Aurora...
Aku ingin... ke kutub-kutub Everna... menyaksikan sendiri... keindahan
warna-warni... Aurora Borealis...”
Teriring
hembusan napas terakhirnya, Erydos Crydias sang pahlawan besar merangkap
ilmuwan paling ternama menutup mata untuk selama-lamanya. Senyum terkulum di
mulutnya, tahu segala warisannya bagi Everna akan lestari hingga berabad-abad
kemudian, selamanya mengarung semesta.
SIHIR RUANG DAN WAKTU
Sihir Percepatan Waktu: Chrono Veloce. Siapapun
yang terkena rapalan ini akan bergerak biasa, namun di mata siapapun yang tak
terkena sihir ini dia bergerak amat cepat.
Sihir Perlambatan Waktu: Chrono Lambretta. Siapapun
yang terkena rapalan ini akan bergerak biasa, namun di mata siapapun yang tak
terkena sihir ini dia bergerak lebih lambat.
Hujan Meteor: Megalon Zathr. Satu
dari sedikit sihir serangan yang tergolong dalam Sihir Ruang-Waktu. Memanggil
hujan meteor alias hujan batu membara dari atas, menyerang satu daerah.
Pengertian “atas” ini tak harus langit, bisa juga sihir ini dirapal dalam ruang
tertutup.
Tembakan Meteor: Megalon. Dengan
sihir, perapal menembakkan serentetan meteor besar atau kecil ke arah sasarannya.
Makin kecil meteor yang ditembakkan, meteor itu makin cepat melesat, makin
runcing dan makin mampu menembus pertahanan sekeras apapun.
Imbuhan Mantra:
Imbuhan Omni:
Untuk menyihir sekumpulan orang sekaligus dalam daerah terbatas, tinggal
tambahkan imbuhan Omni di awal tiap
mantra itu.
Imbuhan Poly: Untuk
sihir yang dirapal secara berentetan atau berondongan dalam satu mantra,
tinggal tambahkan imbuhan Poly di
awal tiap mantra itu.
Imbuhan Magna atau Mega: Untuk
menambah kekuatan sihir dasar yang dirapal, tinggal tambahkan imbuhan Magna atau Mega di awal tiap mantra itu. Magna lebih kuat dayanya dan butuh lebih
banyak mana daripada Mega.
Tentu
saja tiap penambahan imbuhan berarti mana yang dibutuhkan jadi kira-kira satu
seperempat kali sampai satu setengah kali lebih besar daripada mantra dasarnya,
tergantung kekuatan sihir dasar itu.
Erydos Crydias adalah
salah seorang pahlawan Laskar Terang, muncul dalam Everna Saga – Serial Ksatria
Cahaya (versi baru dari FireHeart – Serial Legenda Paladin). “Borealis” adalah satu
episode cerita setelah Serial Ksatria Cahaya rampung (after-story).
Oh
ya, untuk yang penasaran saja. Priscilla Crydias akhirnya menikah dengan Pylias
Galfinakis. Sebelum Priscilla memilih Pylias, Uriza Zynossos mengganti nama keluarganya
menjadi Uriza Crydias, menganggap Priscilla sebagai adik angkatnya sendiri.
Kisah ini diikutsertakan dalam
lomba Cerita Bulanan Grup Kastil Fantasi di Goodreads.com – Edisi Bulan Juni
2015.
Andry Chang
adalah penulis spesialis fiksi fantasi yang bisa ditemui di www.facebook.com/andrychang.
Karya-karya yang telah terbit cetak adalah novel FireHeart: Sang Pemburu
(2008), Kontribusi dalam Antologi Vandaria Saga: Kristalisasi (2012), Qi Xi
(2012), Love Around You (2013) dan Magical Stories (2013). Blog: fireheart-vadis.blogspot.com
dan fantasindo.blogspot.com.
Beliau adalah kreator Everna Saga dan Dunia Fantasi Terra Everna.
Sumber gambar sementara:
Skyship by BenWooten on DeviantArt (benwooten.deviantart.com)
No comments:
Post a Comment