Winterflame: Vandaria saga by
Fachrul R.U.N.
My rating:
5 of 5 stars
VadisReview
VANDARIA SAGA: WINTERFLAME
Penulis: Fachrul R. U. N.
Sebuah novel yang sungguh enak dibaca adalah yang memberikan cukup detil dan deskripsi. Itu memudahkan para pembacanya “menghidupkan” rangkaian kata itu dalam benaknya.
Itulah yang dirasakan Sang Musafir saat berkunjung kembali ke Vandaria, kali ini ke dekat kutub utaranya di Benua Acro yang dingin. Saat berlabuh di Kota Porzar, beliau terperangah “melihat” gambaran yang sangat gamblang, dibantu pula dengan ilustrasi “kelas dewa”.
Setiap daerah di Acro ini ditata seunik mungkin, contohnya salah satu distrik di Porzar yang bangunan-bangunannya seperti kapal-kapal layar bertumpuk-tumpuk ini. Bila ada gempa, bayangkan apa yang terjadi pada orang yang tinggal di bangunan tingkat bawah.
Nah, pemandu Sang Musafir kali ini adalah seorang gadis yang menurutnya tetap cantik walau tanpa riasan. Namanya Sasha, yang dalam Bahasa Rusia berarti “wanita pejuang”. Sebagai pengamat, beliau ikut dalam aksi Sasha bersama kedua temannya, yaitu Rhys dan Algisarra.
Rupanya di Benua Acro ini banyak imigran dari Tanah Utama Vandaria dan benua tetangganya, Ro’vell. Akibatnya, terjadi percampuran budaya yang cukup mengakar. Contohnya, aksen-aksen “aneh” para penduduk Porzar, yang selain dari latar belakang profesi dan pendidikan juga terbawa dari negeri asal mereka. Contoh kedua, Sasha yang berambut pirang namun berpakaian amat beragam, termasuk kostum gaya Yuelin (mirip cheongsam Tiongkok di Bumi). Juga Algisarra, dengan nama khas separuh frameless yang berasal dari Hyomon, suku ala Jepang Bumi dengan nama-nama penduduk aslinya juga bergaya jepang semacam Katsura (Kogoro Katsura?).
Juga, daerah-daerah dan kota-kota di Acro ini tampak lebih “ajaib” dan cenderung unik dibanding wilayah-wilayah semacam Blackmoon (mirip Eropa) di Tanah Utama. Porzar, kota pelabuhan dengan bangunan bertumpuk-tumpuk rentan gempa, Hyomon, kota suku yang memenuhi lereng gunung. Yang terunik tentunya Alarus, lembah terkutuk yang bagaikan serambi neraka. Semuanya terbantu gamblang lewat deskripsi dan ilustrasi.
Adanya daftar istilah juga sangat membantu “penggila hikayat” macam Sang Musafir memahami perubahan-perubahan dan perkembangan-perkembangan terkini dalam istilah-istilah di Dunia Vandaria. Misalnya kaum frameless kini juga disebut “elatus”.
Dari segi plot, sebenarnya alur cerita Winterflame termasuk cukup sederhana, yaitu mengenai pencarian dan perebutan sebuah senjata naga dewata. Konon Winterflame dapat memperkuat pewarisnya menjadi setara Dewa Naga, Brythorn.
Namun yang membuat plot menjadi kompleks adalah adanya intrik-intrik, juga terjadinya kejutan-kejutan tak terduga. Itu “memaksa” para tokoh sementara menyimpang dulu dari tujuan semula. Juga terlibatnya orang-orang yang, entah kebetulan atau tidak berhubungan erat dengan para tokoh utama, termasuk masa lalunya. Para tokoh utama itu bisa kebetulan bertemu dan bergabung dalam satu tim, bahu-membahu atau malah saling berkonflik saat masa lalu mereka terungkap. Misalnya Rhys berkaitan dengan Styrnir Raskolnikov dan Sasha, juga Algisarra dengan Selvarath.
Segala kejadian dan sebab-akibatnya, termasuk misteri-misteri yang menyelimuti para protagonis dijabarkan secara logis dan diungkap sedikit-demi-sedikit, termasuk menggunakan alur maju-mundur lewat “mimpi buruk”. Dan segala unsur “kebetulan” itu ditepis dengan melibatkan Hekhaloth (Mr. Heck-A-Lot), seorang Pejalan Cakrawala maha kuasa yang mengatur agar para tokoh yang berkaitan bertemu, bersatu dan bentrok. Tujuannya tentu untuk memperbaiki kerusakan akibat kesalahan masa lalu, mengungkap tabir masa kini dan mempersiapkan para pahlawan menghadapi “kejadian maha besar” di masa depan.
Maka, seperti pula Sang Musafir ikut campur tangan mengatur pertautan takdir di dunia fantasi ciptaannya sendiri, hubungan saling bertautan di Winterflame ini lebih bisa dipercaya (
believeable) daripada pertautan yang menganut prinsip “dunia itu sempit”, kebetulan murni semata.
Terlepas dari hal-hal teknis itu, Sang Musafir sungguh salut pada detil yang dihasilkan lewat kerja keras dan makan waktu lama dan melibatkan tim kreatif serta editor yang sudah “punya nama”, yaitu Melody Violine (penterjemah banyak novel fantasi termasuk serial
Assassin’s Creed).
Seni
detailing yang sedemikian rupa dan proporsional inilah yang juga dianut Sang Musafir dan harap saja, semua penulis lainnya khususnya dari Indonesia. Dengan atau tanpa tim kreatif, walau harus makan waktu lama dan melakukan berbagai perombakan agar lebih halus lagi, itulah hakekat seorang “seniman aksara” yang seharusnya sama seperti pelukis, pematung dan macam-macam seniman lainnya.
Jadi, Winterflame adalah karya kelas dunia yang pantas menjadi salah satu tolok ukur penulis dalam berkarya, sekaligus sumber inspirasi dan hiburan bagi siapapun yang membacanya. Satu hal lagi yang perlu diperhatikan adalah pembentukan dan pengembangan karakter tokoh-tokoh novel ini.
Secara umum tokoh-tokoh sentral dalam Winterflame dibentuk semanusiawi mungkin, dengan menunjukkan kelemahan, kekuatan serta konflik batin dan pengalaman masa lalu mereka. Tentu semua itu berkaitan dengan keadaan mereka dalam linimasa plot novel ini. Soroton khusus Sang Musafir adalah:
1. Algisarra: Gadis yang dibuat cacat, bisu permanen ini punya “dosa masa lalu” berupa pengkhianatan. Ia jadi cenderung “cari mati” lewat aksi-aksi amat berainya untuk melindungi teman-temannya, terutama Rhys.
2. Rhys: Di awal cerita, Rhys adalah seorang pemuda yang karakternya menuju “rusak”. Pasalnya, dosa masa lalunya amat parah, bahkan paling parah di antara para protagonis lain. Namun, seiring petualangannya, ia berhadapan dengan sosok masa lalu itu dan akhirnya berjuang memperbaiki keadaan, berkembang menjadi pribadi yang jauh berbeda.
3. Sasha: Tipikal gadis pesolek yang cenderung mengutamakan penampilan, materi dan gaya hidup yang glamor, padahal profesinya sama sekali bertolak belakang dengan itu. Pengembangannya adalah penemuan jati diri untuk mengisi kekosongan dalam hatinya. Penyebab nasibnya tak sesuai dengan harapan semula ia timpakan pada “kambing hitam”, yaitu Pangeran Vassily dari Ortheva.
4. Palmira: Walau berada di pihak Pandora, bermusuhan dengan Rhys dkk. Palmira tetap berjiwa ksatria dan cenderung menghormati dan menghargai siapapun yang layak mendapatkannya.
5. Dex dan Kiv: Tempaan penderitaan di Alarus tak membuat mereka menjadi “rusak” secara kejiwaan. Sikap siap membantu dan setia kawan bisa jadi adalah kunci menuju kebebasan.
6. Raskolnikov: Figur seorang politikus murni yang hampir selalu berpedoman pada logika. Mungkin ceritanya bakal beda andai ia berkeluarga atau belum kehilangan seluruh keluarganya dan orang-orang yang benar-benar ia kasihi. Bisa jadi ia punya keluarga tapi bertindak seperti Joseph Fouche, Menteri Kepolisian di Perancis Zaman Napoleon yang menghalalkan segala cara demi keluarganya sendiri.
7. Selvarath dan Xarann: Tipikal frameless atau elatus yang cenderung angkuh dan merasa diri superior dibandingkan ras-ras lainnya. Juga tipe haus kekuatan dan kekuasaan.
8. Tsujikaze: Wow, ada cameo karakter dari “Vandaria Saga: Hailstorm” di sini! Ilmu pedangnya mungkin lebih tinggi dari Algisarra, namun sifat piciknyalah yang membuat Tsujikaze jadi tak terlalu legendaris.
Di akhir petualangan Winterflame ini, Sang Musafir mendapatkan hikmah dan kesimpulan berikut. Seburuk apapun masa lalu seseorang, asalkan ia belajar dari itu dan terus maju, selalu ada harapan akan kehidupan yang lebih bermakna di masa depan.
Ada pesan juga untuk Jagad Vandaria pada umumnya. Sekali lagi, salut untuk usaha luar biasa para profesional dalam Tim Kreatif Vandaria-Artoncode, mengokohkan Vandaria sebagai brand fiksi fantasi terbesar di Indonesia saat ini. Viva Vandaria!
View all my reviews
Trailer http://bit.ly/WinterflameTrailer
Rhys
empat tahun lalu melarikan diri sebelum ibu kota Ortheva diserang
pasukan Pandora, negeri kaum penyihir bermata dwiwarna di utara.
Pengkhianatan dan kehilangan hampir menghancurkannya di tengah jalan.
Untunglah sebelum Rhys mati kedinginan di luar kota Porzar, takdir
mempertemukannya dengan Algisarra, kemudian Sasha.
Algisarra,
gadis bisu berkatana, sanggup menjatuhkan delapan orang bersenjata
seorang diri. Sayang kekaguman Rhys kepada Algisarra dibayangi oleh satu
kekhawatiran: Algisarra tampak menyimpan rahasia masa lalu yang lebih
kelam daripada Rhys.
Sasha memanfaatkan kecantikannya untuk
mendapatkan informasi. Dengan cerdik dia memimpin Rhys dan Algisarra
menjadi trio pencuri, demi bertahan hidup di kota Porzar yang keji. Tak
terduga informasi yang didapat Sasha musim dingin ini malah
menjerumuskan mereka ke petualangan berbahaya. Tahu-tahu mereka terjepit
dalam konflik berdarah antara Ortheva dan Pandora, juga pencarian
senjata legendaris Winterflame.
“Novel Winterflame adalah pintu
menuju dunia lain—penuh fantasi, magis, intrik dan kejutan yang terus
muncul tak terduga di setiap bagian ceritanya. Buku wajib bagi penggemar
fantasi.”
Marlin Sugama, Penulis/Produser online game Inspirit Arena dan serial animasi Hebring
Vandaria
Saga: Winterflame adalah novel teranyar Vandaria Saga yang membuka
sebuah epik di benua yang belum terjamah dalam buku-buku sebelumnya.
Winterflame juga akan hadir dalam bentuk mobile game pada tahun 2015.
Untuk membaca novel atau memainkan game Winterflame, kita tidak harus
membaca dulu buku-buku Vandaria yang lain.
Kata kunci: fantasi, petualangan, pencuri, senjata legendaris
Rating: Remaja
Urutan: Salah satu buku Vandaria Saga, tapi bisa dibaca tanpa pengetahuan tentang buku-buku lainnya
Penghargaan:
- PNFI's CHOICE BOOK AWARD 2014: COVER OF THE YEAR 2014 - FANTASY FICTION INDONESIA
- PNFI's CHOICE BOOK AWARD 2014: BEST FANTASY FICTION INDONESIA 2014
No comments:
Post a Comment