Selamat Datang, Para Penjelajah!

Bersiaplah untuk menjelajahi dunia ciptaan imajinasi dari para pencipta dunia dari Indonesia. Dunia-dunia penuh petualangan, keajaiban dan tentunya konflik antara kebaikan dan kejahatan. Maju terus para penulis fantasi Indonesia! Penuhi Takdirmu!

Fantasy Worlds Indonesia juga adalah blog resmi dari serial novel, komik, game dan multimedia FireHeart dan Evernade karya Andry Chang yang adalah versi Bahasa Indonesia dari NovelBlog berbahasa Inggris Everna Saga (http://fireheart-vadis.blogspot.com) dan FireHeart Saga (http://fsaga.blogspot.com)

Rubrik Utama Fantasindo

23 June 2015

EVERNA - BOREALIS Andry Chang




EVERNA SAGA arung.semesta
 
BOREALIS Andry Chang

Aurora, bahtera terbang tempur pertama di Terra Everna telah musnah beserta hampir seluruh awaknya.

Sekembalinya dari Perang Suci di Sylvania, Negeri Malam Abadi, sang pencipta sekaligus pemilik Aurora, Erydos Crydias melewatkan hari-hari tuanya dengan menyendiri dalam kamar rumahnya di Kyrios, Ibukota Parthenia. 

Wajah sang ilmuwan merangkap penyihir ruang-waktu itu tampak makin berkeriput. Kantung matanya membengkak, seolah badai depresi hebat telah menipiskan segala daya hidupnya. Rambut ubanan Erydospun banyak menipis, hanya kumis putihnya saja yang masih tampak panjang, melewati dagu.

Menyadari kondisi Erydos ini, kedua muridnya, Pylias Galfinakis dan Uriza Zynossos berlomba-lomba merawat pria tua-renta itu. Hingga kadangkala, kedua pria muda itu saling menjelekkan satu sama lain dan sibuk menonjolkan diri sendiri, dengan harapan sang guru bakal sudi mewariskan segala ilmu dan pengetahuannya pada salah satu dari kedua ilmuwan muda ini.

Melihat persaingan keras antara Uriza dan Pylias itu, Erydos makin sering batuk-batuk dan mengeluh sakit kepala. Puncaknya, suatu hari Erydos sempat pingsan saat berusaha bangun dari tempat tidurnya sendiri. Setelah sadar, ia langsung memanggil kedua muridnya untuk bertatap muka.

“Uri, Pylias,” kata Erydos dengan lirih. “Kurasa waktuku di dunia ini sudah akan usai. Yah, bisa dikata aku cukup beruntung telah mewariskan pengetahuanku tentang gabungan sains dan alkimia dan juga sihir ruang-dan-waktu pada kalian berdua. Namun, ada ganjalan besar dalam hatiku yang telah menggerogoti kesehatanku sampai saat ini.”

Pylias bertanya, “Ganjalan apa itu, guru?”

“Keinginan terbesarku dalam hidup ini adalah menghembuskan napas terakhir dalam salah satu bahtera terbang ciptaanku. Namun karena Aurora sudah tak ada, keinginanku itu jadi mustahil terwujud, bukan?”
“Itu tak mustahil, guru! Aku akan membangun bahtera terbang baru untukmu!” ujar Uriza.

Namun Pylias malah menghardik, “Enak saja! Aku yang akan membangunnya! Kau di sini saja terus dan merawat guru!”

Suara batuk-batuk Erydos mencegah perdebatan kedua pria itu jadi berlarut-larut. “Cukup! Kalian berdua harus bekerjasama untuk membangun bahtera itu! Dulu aku menghabiskan waktu bertahun-tahun, juga sumber daya dan dana yang luar biasa besar untuk membangun Aurora. Kali ini, aku kuatir waktuku yang bisa berakhir kapan saja ini takkan cukup untuk menyaksikan warisan terbesarku untuk Everna itu terwujud kembali.”

Pylias menghela napas. “Aih, nampaknya memang ini akan jadi pekerjaan yang mustahil.”

Uriza menatap sebal pada Pylias, lalu bicara, “Jadi, apa saja yang harus kami lakukan, guru?”

Erydos menggelengkan kepalanya melihat tingkah kekanak-kanakan kedua muridnya itu. Ia lantas memaksa diri bangkit dari tempat tidurnya dan berjalan tertatih-tatih dipapah Uri dan Pylias. Erydos lantas menyuruh Uri membuka pintu kayu di tepi kamar dengan kunci yang selalu tergantung di leher pak tua itu. Erydos masuk, dan lama kemudian keluar membawa gulungan-gulungan kertas besar.

Pylias membeberkan kertas-kertas itu di meja, matanya terbelalak takjub.

“Nah, itulah rancangan Bahtera Terbang Aurora, mahakarya terbesarku,” ujar Erydos. “Kalian bangunlah bahtera baru berdasarkan rancangan ini. Tapi ingat, sebelum proyek ini bisa dimulai, kalian harus berbagi tugas dan mengikuti setiap langkah yang kutempuh terlebih dahulu. Jangan ragu untuk bertanya padaku bila ada hal yang tak kalian pahami.”

“Baik, guru!” ujar Uri dan Pylias serentak. Lantas mereka saling bertatapan, seakan kilatan persaingan memercik silih berganti antara kedua mata mereka.

Erydos lantas menutup pembicaraan dengan berujar, “Dan yang terpenting, batas waktu proyek ini adalah saat aku putus napas sewaktu-waktu. Yah, ada cucu perempuanku, Priscilla Crydias yang merawatku di sini. Namun bila yang terburuk terjadi, kalian tuntaskanlah demi kemajuan Terra Everna.”
Saat tubuh renta itu kembali berbaring di peraduannya, Erydos berkata lirih, “Tapi, akan baik pula bila si Erydos tua ini sempat menutup mata di bahtera terbang, bukan?”

==oOo==



“Jadi kau, Pylias Galfinakis adalah murid Erydos Crydias, salah seorang Ksatria Suci, pahlawan Laskar Terang?” sergah Sage Kelima, Kaisar Arcadia. Mata jingga dari wajahnya yang tampan nan belia menyorot tajam pada pria bertunik biru dan mengenakan selendang toga kuning dari Parthenia itu.

“Ya, Yang Mulia. Aku kemari membawa proposal untuk proyek pembangunan bahtera terbang baru pengganti Aurora.” Sambil membungkuk, Pylias menyerahkan surat proposal pada petugas. Sang petugas memeriksa kertas surat itu terlebih dahulu, baru menyerahkannya pada kaisar.

Sage membaca surat itu sekilas, mengusap rambut merahnya yang tersisir rapi lalu kembali bicara, “Humph, berani sekali kalian ini.”

“A-apa maksud Yang Mulia?” Pylias menelan ludah.

“Perang Suci baru setahun berakhir. Kami di Arcadia sedang mengerahkan segala sumber daya untuk membangun kembali negeri kami yang terlanda perang. Dan kalian malah mengajukan penanaman modal sebesar ini untuk membangun bahtera terbang yang belum jelas manfaatnya untuk jangka panjang?”

“Ampun, Baginda!” Pylias membungkuk rendah-rendah. “Guru Erydos berpesan, proyek ini ditujukan semata-mata demi kemajuan Everna. Dengan bahtera terbang, Arcadia akan cepat pulih perekonomiannya, juga akan mendapat keunggulan di bidang perdagangan, menjadi negeri paling makmur di dunia.”

Mata Kaisar Sage berbinar-binar. Untuk sesaat dirinya kembali menjadi seperti dulu, saat ia lebih dikenal sebagai pemburu monster bernama Cristophe Deveraux. 

Namun saat berikutnya, Sage kembali mewakili seluruh Kekaisaran Arcadia dan berkata, “Bagaimana jika Arcadia tidak mengambil apa yang kalian sebut ‘kesempatan’ ini sekarang juga?”

“Terus-terang, Arcadia adalah negeri pertama yang kudatangi, karena Guru Erydos sangat menghormati Yang Mulia sebagai pahlawan besar dan pemimpin Laskar Terang,” ujar Pylias. “Bila Arcadia menolak, aku yakin salah satu negeri lain di Benua Aurelia seperti Lore, Escudia-Corazon, Borgia, atau bahkan Val’shka pasti mau bermitra dengan Parthenia yang menyediakan sumber daya untuk pembangunan bahtera terbang ini.”

Sang kaisar muda mengusap dagu sejenak, lalu bersabda, “Baiklah, aku akan membicarakan proposal ini dengan para penasihatku dulu. Silakan kau tunggu dulu di kota, Pylias. Kami akan mengabarkan keputusan akhirnya besok atau lusa padamu.”

==oOo==

Sementara itu, Uriza Zynossos sedang menghadapi ratusan orang bersenjata, di depan bekas galangan kapal di pantai tak jauh dari Kyrios. Sepelemparan batu di belakang Uriza, seratus prajurit Parthenia membentuk pagar betis, berbaris siaga.

“Sudah bertahun-tahun kami, kaum bandit menduduki galangan ini, sejak Erydos memindahkan pangkalan bahtera terbangnya ke Borgia,” kata si pemimpin bandit, pria berambut dan berjanggut panjang dan bertubuh amat kekar. “Sekarang kau, murid Erydos serta Dewan Tujuh Tetua, pimpinan tertinggi di Parthenia berniat menggunakan tempat ini lagi. Kalian pikir apa alasan kami pergi dari sini dan menyerahkan tempat tinggal kami pada kalian begitu saja?”

Uri menjawab dengan lantang, “Karena daerah ini bukan milik kalian. Kuperingatkan untuk terakhir kalinya, cepat angkat kaki dari sini, atau...!”

“Kau akan menempur kami dengan tentara sesedikit itu? Biar dengan tarikan napas terakhirmu kau sadar, kami tak bisa diremehkan! Ayo saudara-saudaraku, SERBU MEREKA SEMUA!” Perintah si pemimpin disambut teriakan-teriakan perang semua bandit lainnya, sambil menyerbu serempak ke arah Uri dan pasukannya. Terpaksa Uri yang hanya seorang diri itu berbalik lari menuju pasukannya.

Anehnya, Uri malah tersenyum. “Dasar bodoh, mereka belum tahu kekuatan seorang penyihir ruang-waktu! Chrono Veloce!” Ia merapal mantra Sihir Percepatan Waktu pada dirinya sendiri. Di mata para bandit, gerakan Uri jadi lebih cepat.

Sebaliknya, setelah jeda beberapa saat Uri kembali merapal mantra, kali ini diarahkan ke para pengejarnya. “Omni Chrono Lambretta!” Sihir Pelambatan Waktu Masal lantas membuat para pengejar tampak berlari lebih lambat daripada sebelumnya.

Beberapa detik kemudian, posisi Uri sudah cukup jauh dari para pengejar dan ia masih berada di depan pasukan Parthenia. Detik itu pula, Uri berbalik menghadap gerombolan musuh, mengacungkan Cakram Waktu warisan Erydos sambil mengumpulkan energi sihir alias mana.

Saat seluruh tubuhnya berpendar, Uri merapal mantra, “Megalon Zathr!”

Hampir seketika, Hujan Meteor dari langit “mengguyur” gerombolan bandit yang tak sempat menghindar lagi. Lebih dari separuh pasukan bandit bertumbangan, dan yang luput dari maut lari kocar-kacir ke segala arah.

“Gila, penyihir ini lebih kuat dari yang kukira! Lari!” Si pemimpin bandit yang terserempet dan terkena imbas jatuhan meteor berbalik dan lari. Namun Cakram Waktu Uri terbang dan menancap di punggung si pria besar itu, membuatnya jatuh terjerembab, meregang nyawa.

Uri melangkah dengan santai ke mayat si bandit, mencabut cakramnya. Nah, tugas ‘membebaskan tanah’ dan ‘menggusur pemukim liar’ telah tuntas. Harap saja si Pylias yang lebih pandai bersilat lidah daripadaku itu juga berhasil mendapatkan pemodal, pikir Uri. Guru Erydos tampak makin lemah. Seperti serbuan bandit tadi, kurasa tenggat waktu kami mendekat dengan cepat.

Masalahnya, tak pernah ada bahtera terbang yang rampung dalam hitungan bulan saja.

==oOo==

Kemajuan proyek bahtera terbang di Parthenia sungguh pesat. Ini semua berkat dukungan pasokan sumber daya tak terbatas dari Parthenia, asupan dana dari Arcadia dan kerja keras ratusan pekerja di bawah pengawasan Erydos Crydias dan kedua muridnya, Uriza dan Pylias. 

Buktinya, bagian fisik luar bahtera yang terbuat dari gabungan kayu dan baja berkualitas terbaik telah separuh selesai dibangun, sudah tampak bentuknya yang anggun dan mirip pendahulunya, Aurora. Mesin utama bahtera itu yang bertenaga kristal gaib belum rampung, jadi belum dapat diletakkan di dalam lambung bahtera terbang. 

 Sebelum layak pakai, mesin harus diuji. Dan untuk mengujinya, bahan bakar berupa kristal gaib adalah kebutuhan utama. Terkait pasokan bahan bakar inilah, kendala terbesar dalam proyek ini muncul di saat yang sungguh tak terduga.

“Gawat, Guru Erydos, Uri!” teriak Pylias berlari terburu-buru memasuki ruang rapat di galangan. “Ada monster raksasa yang mengamuk dalam tambang kristal gaib dekat Gunung Olympus! Hampir semua pekerja tambang berhasil keluar dengan selamat, tapi mereka sama sekali tak bisa memasok kristal gaib kepada kita lagi!”

“A-apa?!” Walau sudah berusaha bersikap tegas, Erydos tetap tersentak dan terjatuh lemas. Kondisinya yang mulai membaik kembali berubah parah, semangat yang baru bangkit luruh seketika.

“Guru!” Pylias dan Uriza dengan sigap menahan jatuhnya tubuh si pria tua.

Setelah Erydos berbaring di ranjangnya, Uri berkata, “Pylias, kau rawatlah guru di sini. Biar aku yang pergi ke tambang dan mengusir monster itu.”

“Tidak!” Pylias malah membentak. “Kau sudah beraksi dengan mengalahkan ratusan bandit dengan sihirmu. Kali ini, giliranku membuktikan penguasaan sihirku tak kalah darimu! Kau saja yang rawat guru, aku yang pergi!”

“Tidak bisa! Sihirku lebih kuat darimu!”

“Mau coba-coba memborong jasa ya, Uri? Supaya guru menikahkan Priscilla denganmu? Kecerdasan dan pengetahuanku lebih unggul darimu! Hanya aku yang bisa membahagiakan Priscilla!”

“Enak saja! Aku yang akan melindungi Priscilla!” Uri menunjuk langsung ke wajah Pylias.

“Kalau kau coba macam-macam denganku, aku takkan segan-segan menghabisimu dengan Cakram Waktu warisanku ini!” Uri menghunus cakramnya, menantang Pylias terang-terangan.

Pylias balik menantang, mengulurkan telapak tangannya siap mengerahkan sihir. “Cukup sihir murni tanpa dukungan senjata dewata saja yang aku perlu untuk menghabisimu, bung!”

Ketika kedua penyihir sudah akan saling serang, terdengarlah teriakan seorang wanita, “Hentikan ini!” Mengenali wanita itu, Uri dan Pylias menghentikan aksi mereka seketika.

Si penegur, Priscilla Crydias terus membentak, “Gila kalian, adu sihir di hadapan kakekku! Apa kalian ingin membunuhnya dan menghancurkan tempat ini, dan membuatku terbunuh pula? Pikir, dengan sikap kekanak-kanakan seperti itu, apa pantas kalian mewarisi seluruh ilmu Erydos Crydias? Apa pantas salah satu dari kalian menikahi aku, pewaris tunggal seluruh kekayaan Keluarga Crydias?”

Kedua pria itu tertunduk malu, seiring kembalinya akal sehat mereka. Pylias lalu menjelaskan duduk-perkaranya. 

Setelahnya, Uri angkat bicara, “Jadi, apa yang harus kami lakukan sekarang?”

Priscilla berujar, “Mau apa lagi? Ingat kata kakekku, kalian berdua harus bekerja sama mengatasi monster itu atau masalah apapun, itu harga mati! ‘Kan ada aku yang merawat beliau!?”

“Ya, kami baru ingat dan kami minta maaf,” ujar Pylias. “Tapi bagaimana cara kami memenangkan hatimu, Prissy?”

Gadis cantik berambut biru ikal itu menjawab, “Pria yang paling sering membuatku tersenyum dan tertawa, dialah pilihanku.”

Nada bicara Prissy, panggilan akrab untuk Priscilla membuat Pylias dan Uri mengerutkan dahi. Rasa penuh harap dan rasa sesak yang aneh seakan tercampur-aduk dalam jiwa kedua pemuda itu.

“Jadi cepatlah, Uri, Pylias. Lihat, napas Kakek Erydos tinggal satu-satu. Kurasa waktunya di dunia takkan lama lagi!” Priscilla bersedekap, air matanya terurai sambil ia memegangi pergelangan tangan kakeknya, memandangi kedua pemuda itu dengan tatapan mengiba.

Tanpa membuang waktu, Uriza dan Pylias bergegas ke tempat pusat masalah. Di Tambang Kristal Croeidas terdapat persediaan sumber daya kristal gaib peringkat tiga terbanyak di Everna, lebih dari cukup untuk menggerakkan ribuan bahtera terbang selama berabad-abad.

Saat ditemui kedua “langganan” itu, kepala mandor, pimpinan tertinggi di lokasi tambang berseru seperti terkena gangguan jiwa, “Dolos Kryx! Dolos Kryx yang mengerikan, Sang Pelahap Kristal dalam legenda-legenda telah merebut Tambang Croeidas! Kami sudah habis, tuan-tuan!”

“Lho, apa kalian tak menyewa pemburu-pemburu monster?” tanya Pylias.

“Tak seorangpun mau menghadapi monster raksasa itu! Dolos Kryx seperti dewa, dia sama sekali tak bisa dikalahkan di tempat kekuasaannya, dalam tambang kristal! Mana para pemburu monster terhebat itu? Robert Chandler dan timnya? Juga tim terkuat, Adler von Bachmann, Don Hernan y Parvaez dan Erydos Crydias? Mengapa mereka tak datang?”

Uriza menjelaskan, “Adler gugur di Sylvania, Hernan kembali untuk mengabdi pada Escudia, dan sisanya menjalani takdir baru masing-masing, tak lagi jadi pemburu monster. Guru Erydos sedang sakit parah, justru beliaulah yang mengutus kami berdua kemari.”

“Kiamat! Habislah sudah sumber nafkah keluarga-keluarga kami! Habislah sudaah!” Sang kepala mandor menjambaki rambutnya sendiri hingga rontok, lalu berlari bagai orang gila menjauhi Uri-Pylias.   
“Wah, kelihatannya kita memang harus berjuang sendiri, Uri,” ujar Pylias.

==oOo==

Di Everna, tak ada gua dengan penerangan lebih baik daripada gua tambang kristal. Betapa tidak, cahaya kristal-kristal gaib penerang dalam gua itu dipantulkan oleh kristal-kristal warna-warni lainnya yang bertebaran di langit-langit, dinding bahkan lantai gua. 

Tentunya pemandangan amat indah dalam Gua Tambang Croeidas ini tak membuat para penambang jadi gelap mata. Pasalnya, sudah banyak jiwa yang melayang karena mereka mengambil kristal-kristal gaib yang berbahaya, tanpa mengenali terlebih dahulu ciri-ciri kristal itu dari pola-pola cahaya yang dipancarkannya.

Namun, walaupun sudah sangat berhati-hati, ada saja penambang yang kurang beruntung. Pria itu mencabut sebuah kristal kuning bercabang empat yang dikiranya kristal lain. Akibatnya, kristal itu malah merasuk dalam tubuh si penambang dan mengubah wujudnya. Monster kristal raksasa, Dolos Kryx terlahir kembali!

Monster bertubuh seperti beruang, berkepala pohon-pohon bercabang kristal dengan kristal-kristal runcing warna-warni mencuat dari punggungnya inilah yang kini dihadapi oleh Uriza dan Pylias. Tepatnya, Dolos Kryx sedang mengejar kedua penyihir ruang-waktu itu melalui lorong-lorong gua yang seperti labirin.

Wajah Pylias memucat sambil ia berkata, “B-bagaimana kita mengalahkan si Kryx ini, Uri!? Gerakannya cepat sekali! Dia kebal sihir perlambatan waktu, seolah semua cabang pohon kristal itu melindungi kepala dan benaknya!” 

Keringat Uriza deras bercucuran, bahkan memercik ke belakang. “Kalau begitu, harapan kita tinggal pada satu mantra saja, Tembakan Meteor!”

Pylias berteriak pula, “Itu juga sudah kita coba, ‘kan? Cabang-cabang kristal si Dolos itu seperti perisai! Meteor kita yang paling tajampun gagal menembusnya!” Ia menoleh ke belakang dan kembali ke depan lagi dalam sedetik.

Benar saja, perisai tanduk kristal itu terlalu kuat. Satu-satunya titik kelemahan mungkin adalah mata tunggal sebesar buah semangka tepat di tengah perisai itu.

Sayangnya, baik Pylias maupun Uri bukan pemburu monster, mereka sama sekali tak terlatih menembak seperti pemanah ulung. Menambah genting keadaan, monster raksasa yang semula masih jauh itu kini mulai menyusul mereka, sedikit demi sedikit. 

Di depan kedua penyihir, tampak seorang pria berpakaian amat kotor layaknya penambang berlari secepat angin pula. Tak heran, ketiganya masih dalam pengaruh Sihir Percepatan Waktu yang sempat dirapal Uriza setelah mereka tahu benak monster itu tak mempan dipengaruhi sihir.

Sihir di tubuh mereka mulai luntur, dan derap kematian makin mendekat.

“Awas, tuan-tuan! Di depan sana ada dua jalan bercabang, dan cabang yang kanan menuju ke jurang!” teriak si penambang sambil menunjuk ke depan. 

Kata-kata itu justru membuat wajah Pylias tampak lebih cerah. Ia lantas berseru, “Uri, kau dan pak penambang ambil jalan sebelah kiri lalu halangi jalan itu! Aku akan pancing si monster ke kanan!”

“Apa!? Jangan, Pylias, nanti kau malah masuk jurang!” protes Uriza.

“Tenang, aku sudah memikirkan segalanya. Aku janji kita akan pulang bersama-sama. Untuk kali ini, percayalah padaku, Uri!” Pylias tersenyum penuh arti.

“Agh! Baik, biar kupancing dia dulu! PolyMegalon!” Uriza menembakkan Rentetan Tembakan Meteor ke arah si beruang-pohon-kristal itu sambil terus berlari. Sayang, tak satupun peluru meteor tajamnya mengenai mata makhluk itu. 

Sebaliknya, Dolos Kryx meraung murka dan berderap makin cepat. Dengan mudah perisainya menepis tembakan lawan. Ia lantas membalas dengan menembakkan peluru-peluru kristal gaib ke ketiga orang itu. Uri dan Pylias gantian menangkis dengan senjata-senjata mereka, namun si penambang yang bernasib malang tumbang dengan punggung penuh tertancap kristal.

Ironisnya pula, jalur bercabang tampak jelas di hadapan kedua manusia yang masih hidup itu. Tak sempat menyesali kematian si pemandu terakhir, Uri bergerak ke cabang kiri dan Pylias ke cabang kanan.

PolyMegalon!” Giliran Pylias menembaki Dolos Kryx. Seperti dugaan, benak hewani monster beruang berkepala pohon kristal itu menggerakkan tubuh raksasanya mengincar si penembak di cabang kanan.

Sekali lagi, Dolos balas menembakkan peluru-peluru kristal tajamnya. Bukan penembak tepat, Pylias terpaksa menangkis dengan daya yang terpancar dari putaran duplikat Cakram Waktu, yang tersandang seperti perisai di pergelangan tangannya. Saat menoleh lagi, tampak ujung koridor yang sepertinya menuju jurang yang dimaksud. Mata Pylias terbelalak setengah panik, setidaknya ia harus memastikan hewan raksasa itu tak berhenti begitu saja di mulut jurang.

Terpaksa, Pylias nekad melakukan pertaruhan terakhir. Sambil melindungi diri dengan perisai Cakram Waktu, ia lagi-lagi menembakkan peluru-peluru meteor ke arah Dolos Kryx. Kali ini, satu peluru tajam telak menghunjam mata raksasa si raksasa.

Secara naluriah, Dolos meraung kesakitan dan memperlambat langkahnya, namun tanduk-tanduk cabang pohonnya telah lebih dahulu menabrak perisai cakram dan medan sihir daya pertahanan tubuh Pylias. Tak ayal, si manusia muntah darah. Tubuhnya terus terdorong makin dekat ke tepi jurang. Entah itu kabar baik atau buruk, Dolos Kryx berhenti pula tepat di bibir jurang itu.

Mati-matian Pylias mendorong si monster, padahal dirinya tahu manusia mustahil mengungguli kekuatan monster beruang itu. Dolos terus meraung, seakan ingin menghabisi atau menjatuhkan saja lawan yang telah membutakan matanya ini. Saat kaki Pylias hampir tergelincir di tepian jurang, barulah wajahnya memucat panik. Ia baru sadar, rencananya sudah berantakan dan ia terpaksa harus berkorban... mungkin tanpa bisa membasmi si pelahap kristal ini.

Tubuh Pylias sudah akan jatuh saat ia mendengar seruan Uriza, “Lepaskan Dolos sekarang! Magnamegalon!” 

Dengan reaksi cepat, Pylias menjatuhkan dirinya, tangan dan cakramnya mencengkeram tanah persis di tepian mulut jurang. Di saat bersamaan, ia menegadah dan melihat si monster beruang terdorong keras oleh daya sihir Tembakan Meteor Raksasa. Tubuh Dolos Kryx melayang di atas kepala Pylias dan terdorong lebih jauh lagi, sehingga tak menimpa pria itu saat meluncur jauh, jauh ke bawah... ke kematian yang sudah menanti di dasar jurang sana.

Di waktu yang tak tepat, Pylias malah muntah darah lagi. Satu tangannya yang menyandang cakram terlepas dari pegangannya. Kini nyawanya hanya disambungkan dengan pegangan satu tangan lagi. Pylias baru akan menghunjamkan cakramnya ke dinding tepi jurang, namun tubuhnya sudah merosot turun, jari-jari tangannya berdarah dan pegangan satu-satunya lepas...

Hingga tangan Uriza terulur, menggenggam erat tangan Pylias.

Uriza langsung menarik saudara seperguruannya ke atas. Mereka berdua lantas duduk di tempat aman, menghela napas lega.

“T-terima kasih, Uri,” ujar Pylias, masih gemetaran akibat pengalaman hampir mati tadi. “Untung kau ikut dan menyelamatkan nyawaku tadi. Sihirmu memang benar-benar lebih kuat dariku, kau sungguh pantas mewarisi Cakram Waktu sejati.”

Uri memaksakan senyum. “Heh, akulah yang harus berterima kasih padamu, Pylias. Berkat akalmulah kita berhasil mengatasi kendala terbesar bernama Dolos Kryx ini.”

“Guru Erydos pasti akan senang bila tahu kita sudah bisa bekerjasama...!” Tiba-tiba Pylias terkesiap. “Guru! Kita harus kembali secepatnya ke galangan!”

Pylias dan Uri bangkit seketika dan bergegas keluar dari gua pertambangan.

Sambil berlari, Uriza bergumam, “Kuharap guru baik-baik saja...”

==oOo==

Kembali di galangan bahtera terbang di Kyrios, Uriza dan Pylias berlari terus ke kamar Erydos Crydias.

“Guru, kami sudah berhasil...!” Pylias berseru sambil membuka pintu, namun betapa terkejutnya ia melihat sang guru tak ada di dalam sana. Rasa sesak menghentak jiwanya, jangan-jangan...!

Beberapa saat kemudian, Uri yang keluar dari pondok panggung pengawasan menunjuk lurus, “Lihat! Itu Prissy sedang masuk ke kamar kapten! Kurasa dia dan Guru Erydos sedang di dalam bahtera sekarang!”

“Kau benar, Uri!” Pylias mengangguk, memastikan penglihatannya tak salah. “Ayo kita temui beliau!”

Bahtera terbang yang hampir rampung itu masih belum dipasangi layar, namun tiang-tiang dan penampang sayap-sayapnya telah berdiri dan terbentang dengan kokohnya. Tinggal menambahkan sentuhan-sentuhan akhir dan pasokan bahan bakar kristal gaib dari Tambang Croeidas, wahana ini akan laik mengudara dalam hitungan minggu.

Namun, saat Uriza dan Pylias tiba di kamar kapten bahtera, mereka tercekat seolah jantung mereka tertusuk ribuan pedang. Erydos Crydias terbaring tak berdaya di ranjangnya, dengan wajah sepucat mayat, matanya terpejam dan kondisinya amat ringkih. Napasnya satu-satu dan terengah-engah, tubuhnya bergetar seperti terkena demam tinggi. Seakan tinggal semangat hidup yang menopang nyawa, berbentuk keinginan untuk memastikan satu hal sebelum meninggalkan dunia.

Priscilla bicara dengan suara halus di telinga Erydos, “Kakek, itu Pylias dan Uri sudah pulang.”

Mendengar kedua nama itu, perlahan-lahan kedua mata si pria tua terbuka. Bibirnya bergerak seolah ingin mengatakan sesuatu, tapi tak ada suara yang keluar.

Setegar apapun laki-laki, Uri dan Pylias tak kuasa membendung air mata yang menetes di pipi mereka. Maka Uri langsung ke pokok beritanya. “Guru Erydos, aku dan Pylias berhasil membasmi monster Dolos Kryx di Tambang Croeidas. Beberapa minggu lagi pasokan bahan bakar kristal gaib akan lancar kembali, dan kita akan langsung melangkah ke tahap ujicoba mesin...”

“Tapi kakek tak punya waktu sepanjang itu!” seru Priscilla sambil menangis sejadi-jadinya. “Ini semua salah kalian! Andai kalian bersedia bekerjasama selama tahun-tahun terakhir ini, kakek pasti masih sehat dan...!”
“Sudahlah... Prissy...!” Tiba-tiba Erydos memaksa diri bersuara di antara napas beratnya. “Kakek yang salah... menggunakan obsesi sendiri... untuk menguji... kedua murid kakek... “ Ia terbatuk-batuk.

Pylias menukas, “Guru, bertahanlah sebentar lagi! Bahtera terbang sudah mendekati rampung, dan kita akan terbang...”

Erydos memaksakan senyum. “Murid bodoh...! Kalian tahu aku tinggal selangkah lagi... mengetuk pintu akhirat... Untuk apa bertahan terus? Agar tenggat waktu kalian... diperpanjang? Agar... kalian puas? Tidak... jangan salah paham... Bukan kalian... tapi tenggat waktukulah... yang telah habis.”

Uri menimpali, “Aih, benarkah? Bukankah tabib-tabib paling ternama di Parthenia sudah berusaha mati-matian menolong guru? Ini bukan masalah tenggat waktu siapapun, guru! Guru pasti bisa....!”

Orang tua itu menggeleng amat perlahan. “Elysion telah... memanggilku... Aku bukan dewa... apa dayaku menolaknya? Apa daya para tabib... menunda-nunda? Sebenarnya... aku sudah cukup siap... dan puas... untuk pulang ke pangkuan Zeus...”

“Apa maksud kakek sudah siap?” tanya Priscilla.

“Uri dan Pylias... Tahu kalian pulang dalam keadaan hidup... aku tahu kalian sudah berhasil bekerjasama... menyingkirkan persaingan... yang percuma... Dan walaupun tidak sedang terbang... aku puas... berpulang dalam wahana ini...”

Ketiga insan muda itu tertunduk. Jadi inilah kebesaran jiwa salah seorang Ksatria Suci, pahlawan terbesar Terra Everna. Dari seorang pria oportunis dan cenderung pengecut, Erydos telah berubah menjadi sosok yang arif bijaksana, teladan bagi semua.

“Nah... Sebagai permintaanku yang terakhir... Berilah nama untuk bahtera terbang ini... Borealis. Karena sama dengan harapanku... pada pendahulunya, Aurora... Aku ingin... ke kutub-kutub Everna... menyaksikan sendiri... keindahan warna-warni... Aurora Borealis...”

Teriring hembusan napas terakhirnya, Erydos Crydias sang pahlawan besar merangkap ilmuwan paling ternama menutup mata untuk selama-lamanya. Senyum terkulum di mulutnya, tahu segala warisannya bagi Everna akan lestari hingga berabad-abad kemudian, selamanya mengarung semesta. 


SIHIR RUANG DAN WAKTU

Sihir Percepatan Waktu: Chrono Veloce. Siapapun yang terkena rapalan ini akan bergerak biasa, namun di mata siapapun yang tak terkena sihir ini dia bergerak amat cepat.

Sihir Perlambatan Waktu: Chrono Lambretta. Siapapun yang terkena rapalan ini akan bergerak biasa, namun di mata siapapun yang tak terkena sihir ini dia bergerak lebih lambat.

Hujan Meteor: Megalon Zathr. Satu dari sedikit sihir serangan yang tergolong dalam Sihir Ruang-Waktu. Memanggil hujan meteor alias hujan batu membara dari atas, menyerang satu daerah. Pengertian “atas” ini tak harus langit, bisa juga sihir ini dirapal dalam ruang tertutup. 

Tembakan Meteor: Megalon. Dengan sihir, perapal menembakkan serentetan meteor besar atau kecil ke arah sasarannya. Makin kecil meteor yang ditembakkan, meteor itu makin cepat melesat, makin runcing dan makin mampu menembus pertahanan sekeras apapun.

Imbuhan Mantra

Imbuhan Omni: Untuk menyihir sekumpulan orang sekaligus dalam daerah terbatas, tinggal tambahkan imbuhan Omni di awal tiap mantra itu. 

Imbuhan Poly: Untuk sihir yang dirapal secara berentetan atau berondongan dalam satu mantra, tinggal tambahkan imbuhan Poly di awal tiap mantra itu. 

Imbuhan Magna atau Mega: Untuk menambah kekuatan sihir dasar yang dirapal, tinggal tambahkan imbuhan Magna atau Mega di awal tiap mantra itu. Magna lebih kuat dayanya dan butuh lebih banyak mana daripada Mega.  

Tentu saja tiap penambahan imbuhan berarti mana yang dibutuhkan jadi kira-kira satu seperempat kali sampai satu setengah kali lebih besar daripada mantra dasarnya, tergantung kekuatan sihir dasar itu. 

Erydos Crydias adalah salah seorang pahlawan Laskar Terang, muncul dalam Everna Saga – Serial Ksatria Cahaya (versi baru dari FireHeart – Serial Legenda Paladin). “Borealis” adalah satu episode cerita setelah Serial Ksatria Cahaya rampung (after-story).
 
Oh ya, untuk yang penasaran saja. Priscilla Crydias akhirnya menikah dengan Pylias Galfinakis. Sebelum Priscilla memilih Pylias, Uriza Zynossos mengganti nama keluarganya menjadi Uriza Crydias, menganggap Priscilla sebagai adik angkatnya sendiri.

Kisah ini diikutsertakan dalam lomba Cerita Bulanan Grup Kastil Fantasi di Goodreads.com – Edisi Bulan Juni 2015.

Andry Chang adalah penulis spesialis fiksi fantasi yang bisa ditemui di www.facebook.com/andrychang. Karya-karya yang telah terbit cetak adalah novel FireHeart: Sang Pemburu (2008), Kontribusi dalam Antologi Vandaria Saga: Kristalisasi (2012), Qi Xi (2012), Love Around You (2013) dan Magical Stories (2013). Blog: fireheart-vadis.blogspot.com dan fantasindo.blogspot.com. Beliau adalah kreator Everna Saga dan Dunia Fantasi Terra Everna.

Sumber gambar sementara: 
Skyship by BenWooten on DeviantArt (benwooten.deviantart.com)

No comments:

Berita Antar Dunia

Pusat Berita Dunia-Dunia